Kota Bogor (ANTARA) - Pemerintahan Presiden Prabowo gaspol menggencarkan beragam program kesejahteraan rakyat.
Seolah hampir kehabisan tenggat, program penyediaan tiga juta rumah rakyat tahun ini, swasembada pangan, hilirisasi, stabilitas harga kebutuhan pokok, dan pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis berkejaran Waktu untuk menunjukkan bahwa pemerintah memegang teguh komitmen dan menjalankan program yang dijanjikan.
Kabar gembira misalnya datang dari Badan Bank Tanah yang menyebutkan aset pertanahan seluas 33.115,6 hektare, yang dimilikinya saat ini, bisa digunakan untuk program tiga juta rumah dan swasembada pangan.
Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja menyebutkan untuk program swasembada pangan, lahan paling besar milik Bank Tanah yang bisa digunakan untuk swasembada pangan berada di Lembah Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dan wilayah Kalimantan. Ada pula di Bangka Belitung. Di wilayah Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, terdapat lahan sebesar 1.873 hektare yang bisa digunakan untuk ketahanan pangan.
Sementara untuk perumahan rakyat untuk mewujudkan tiga juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah tahun ini, dan 15 juta rumah selama lima tahun ke depan, Bank Tanah masih memiliki lahan yang tersebar di beberapa titik Indonesia seperti di Tanjung Balai Asahan, Tapanuli, Sumatera Utara, Purwakarta, Jawa Barat serta Penajam Passer Utara (PPU), Kalimantan Timur. Bank Tanah selalu siap jika diminta untuk memfasilitasi penyediaan tanah.
Parman menyebut pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perlu melihat jumlah penduduk yang berminat untuk tinggal di daerah tersebut. PPU sudah menjadi lahan yang menarik dan cantik untuk investasi.
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah menegaskan program pembangunan tiga juta rumah setiap tahun tidak mengambil lahan-lahan produktif pertanian, karena bisa mengganggu produksi pangan nasional. Presiden Prabowo sudah mengeluarkan instruksi dan perintah tidak boleh ada lagi yang membangun di sawah.
Proyek pembangunan perumahan yang tidak mengambil lahan produktif tidak akan mengurangi jatah makan penduduk.
Backlog
Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada tahun 2022, Indonesia mengalami backlog kepemilikan atas perumahan sebesar 11 juta. Sebanyak 93 persen backlog kepemilikan berasal dari MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) serta sebanyak 60 persen didominasi oleh MBR yang bekerja pada sektor informal.
Kondisi backlog atau penumpukan pekerjaan yang belum selesai tersebut kemudian semakin dipersulit dengan situasi kian banyaknya penduduk produktif Indonesia saat ini yang merupakan generasi sandwich, sebuah generasi produktif yang terpaksa harus menjadi sumber ketergantungan usia rentan atau lansia dan di saat bersamaan juga harus memberikan kehidupan layak kepada generasi muda atau anak-anak.
Situasi ini tentunya perlu segera direspons cepat oleh Pemerintah melalui Program 3 juta rumah per tahun. Program 3 jta rumah per tahun terdiri atas pembangunan dua juta rumah di perdesaan dan pembangunan satu juta apartemen di wilayah perkotaan. Pembangunan dua juta rumah di perdesaan bertujuan untuk mendukung desa sebagai sumber ketahanan pangan sekaligus desa wisata yang memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat pedesaan.
Sementara itu, pembangunan satu juta apartemen per tahun di wilayah perkotaan bertujuan untuk membantu masyarakat yang bekerja di wilayah perkotaan untuk memiliki tempat tinggal dekat dengan tempat kerjanya.
Agar masyarakat kecil dapat segera merasakan program tersebut, maka Pemerintah bergerak cepat untuk mewujudkan hal itu melalui tiga strategi yakni keterbukaan publik, efisiensi, dan inovasi.
Lalu bagaimana peranan ketiga strategi tersebut dalam rangka mewujudkan Program 3 Juta Rumah per tahun bagi rakyat kecil?
Keterbukaan publik
Strategi pertama dalam rangka mewujudkan program 3 juta rumah per tahun adalah dengan melakukan keterbukaan publik. Kerterbukaan publik yang dimaksud untuk membuat program 3 juta rumah menjadi terbuka dan transparan dengan melibatkan pengawasan publik dan aparat hukum secara ketat.
Pelibatan tersebut dimulai dari tahapan sebelum kegiatan, awal kegiatan, pertengahan, sampai dengan akhir pelaksanaan kegiatan program penyelenggaraan penyediaan perumahan.
Strategi ini penting untuk diterapkan mengingat program 3 juta rumah merupakan program sangat besar yang melibatkan seluruh lini usaha, seperti untuk pembangunan dua juta rumah di pedesaan melibatkan badan usaha milik desa (BUMDes) dan pengembang-pengembang berskala UMKM. Adapun pembangunan 1 juta apartemen di wilayah perkotaan melibatkan para pengembang besar, baik domestik maupun internasional sampai dengan kementerian/lembaga negara lainnya.
Salah satu gebrakan untuk mewujudkan adalah dengan menyiapkan call center yang akan menerima semua informasi dan laporan terkait dugaan maupun kasus pemerasan, korupsi, penyelewengan dan pungutan liar dalam penyelenggaraan perumahan untuk masyarakat.
Gebrakan lainnya adalah dengan membuka forum diskusi publik yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di bidang perumahan mulai dari pelaku usaha sampai dengan awak media massa guna memberikan masukan kepada pemerintahan.
Strategi keterbukaan publik bertujuan untuk melakukan pencegahan korupsi di dan pungutan liar tahap paling dini yang dapat berkontribusi pada penurunan harga rumahbagi masyarakat kecil.Pemanfaatan Rusun Pasar Rumput
Strategi berikutnya, melakukan efisiensi. Salah satu langkah yang diambil dengan melakukan optimalisasi pemanfaatan terhadap aset-aset perumahan yang telah terbangun di era pemerintahan sebelumnya.
Pemanfaatan rumah susun (rusun) Pasar Rumput di Manggarai, Jakarta, yang telah terbangun sejak tahun 2021, menjadi tahap awal dari upaya pemanfaatan tersebut. Rusun ini memiliki kapasitas sebanyak 1.984 unit hunian tipe 36 yang ada di lantai 4--25, rusun ini juga dilengkapi dengan pasar dengan 967 kios dan los 350 di lantai 1-2 serta fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang lengkap.
Rusun Pasar Rumput diprioritaskan bagi korban terdampak kebakaran Manggarai dan warga yang akan terdampak penataan Kawasan Sungai Ciliwung.
Kemudian masyarakat yang diprioritaskan untuk menghuni rusun tersebut adalah para guru yang belum memiliki rumah pertama, personel TNI-Polri berpangkat dan bergaji rendah, serta para ASN bergaji rendah.
Mengingat mayoritas penghuni rusun tersebut merupakan masyarakat kecil, dengan demikian pemerintah berupaya untuk menurunkan harga sewa unit Rusun Pasar Rumput. Rencananya harga sewa unit rusun tersebut akan berkisar mulai dari Rp1.250.000 per bulan sampai dengan Rp2.250.000 per bulan.
Strategi selanjutnya, melalui inovasi dengan salah satunya memanfaatkan lahan-lahan sitaan yang disita oleh aparat penegak hukum dari para koruptor. Salah satu lahan sitaan yang berpotensi untuk membantu penyediaan perumahan bagi masyarakat kecil adalah pemanfaatan lahan-lahan dengan total seluas 1.000 hektare di Banten yang disita Kejaksaan Agung dari tangan koruptor.
Pemanfaatan lahan-lahan sitaan tersebut tentunya bisa menjadi terobosan bagi penyediaan rumah bagi rakyat, terutama dalam mengurangi beban anggaran untuk pembebasan lahan karena lahan-lahan sitaan berstatus resmi milik negara. Pemanfaatan lahan sitaan untuk penyediaan rumah bagi rakyat juga dapat memberikan efek jera kepada koruptor dan memberikan peringatan keras kepada oknum yang berniat untukmelakukan tindak pidana korupsi di kemudian hari.
Inovasi pemanfaatan lahan sitaan diperlukan untuk memecahkan masalah keterbatasan anggaran yang dimiliki Pemerintah. Anggaran perumahan sendiri untuk tahun 2025 sangat terbatas, yakni sebesar Rp5,07 triliun, dengan Rp1,2 triliun di antaranya dialokasikan untuk kelanjutan pembangunan IKN. Pemanfaatan lahan sitaan tersebut tentunya dapat sangat membantu anggaran perumahan yang terbatas pada tahun depan.
Upaya penyediaan rumah bagi rakyat di Indonesia memang membutuhkan strategi luar biasa. Setahun tak lama.