Bogor (Antara Megapolitan-Bogor) - Soegondo Djojopuspito salah satu pemuda Indonesia yang menjadi tokoh penting lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, kini namanya mulai dilupakan, kata putra almarhum.
"Sebetulnya Soegondo adalah tokoh yang dilupakan. Sebelum Indonesia memproklamirkan menjadi negara, bangsa Indonesia sudah diproklamirkan lewat Sumpah Pemuda itu," kata Sunaryo Joyopuspito (78), putra Soegondo saat ditemui Antara di kediamannya di kawasan Depok, Jawa Barat, Jumat.
Menurut dia, sejak era Mendikbud Daoed Jusuf yang mengusulkan Soegondo menjadi pahlawan nasional hingga Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dari berbagai masa pemerintahan sejak Orde Baru hingga Orde Reformasi saat ini, usulan tersebut tidak ada tindak-lanjutnya.
Kondisi itulah yang kemudian membuat sosok sepenting Soegondo Djojopuspito yang berjasa dalam perjalanan bangsa Indonesia dinilainya terlupakan itu.
"Saya pribadi sebagai anak tidak mengerti di mana letak apresiasi negara sehingga sampai saat ini usulan untuk menjadi pahlawan nasional itu belum terlaksana," katanya.
Ia mengatakan bangsa Indonesia lahir tahun 1928, sedangkan negara Indonesia dilahirkan 1945 lewat Proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno.
Menurut Sunaryo, antara Soekarno dan Soegondo dulunya pernah mondok bersama di rumahnya Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto -- pendiri sekaligus ketua pertama organisasi Sarekat Islam (SI) - di Surabaya, Jawa Timur tahun 1919-1922.
Di mata Sunaryo, HOS Tjokroaminoto adalah tokoh penting seperti dr Soetomo - pendiri Budi Utomo - yang melahirkan dua tokoh besar seperti Soekarno dan juga ayahnya yakni Soegondo.
"Tapi Soetomo lebih `muncul` dari Tjokroaminoto," kata Sunaryo yang kini menjadi kandidat doktor Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia.
Bagi Sunaryo peringatan Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 Oktober hanya tinggal seremonialnya saja. Seperti ketika orang bertanya tentang lagu keroncong di era saat ini, karena keroncong sudah ditinggalkan.
Atau ketika dirinya memainkan musik klasik Mozart, hanya sekadar memainkan, seperti bernostalgia saja.
"Orang-orang yang merayakan Sumpah Pemuda hanya bernostalgia saja. Karena anak-anak sekarang berbeda dengan pemuda dulu, suka yang instan," katanya.
Sumpah Pemuda dicetuskan oleh pemuda Indonesia yang menjadi dasar berdirinya bangsa Indonesia. Pemuda yang berasal dari berbagai daerah, bersatu merumuskan motto "Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa".
Menurut Sunaryo, Sumpah Pemuda terinspirasi dari gerakan "Surrealisme" di Prancis tahun 1924 pimpinan Andre Breton yang melahirkan Trilogi Surrealisme yakni Liberte (kemerdekaan), Fraternite (kesetaraan), dan egalite (persatuan).
Sedangkan pada tahun 1925 majalah Indonesia Medeka asuhan Mohammad Hatta membuat karangan Mr Soenario yang pandai bahasa Prancis tentang Manifesto Politik 1925 yang merupakan terjemahan dari gerakan Surrealisme.
Dalam Kongres Pemuda II, Soegondo yang menjadi Ketua Pemuda Indonesia ingin melahirkan suatu trilogi ikrar yang monumental agar diingat bagi para generasi muda di kemudian hari yakni "Kita Putra dan Putri dari Satu Bangsa". Berasal dari satu Tanah Air, satu Bangsa dan satu Bahasa, Indonesia".
Mohammad Yamin, salah satu pemuda yang mahir berbahasa Indonesia kemudian menerjemahkan trilogi kongres pemuda ke dalam bahasa Indonesia menjadi "Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa".
"Di detik terakhir kongres Yamin menyodorkan secarik kertas yang berisi rumusan resolusi yang lebih luwes kepada Soegondo yang akhirnya diparaf dan disetujui dan diakui oleh anggota lainnya dari konsep trilogi pemuda Indonesia Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa," kata Sunaryo. (ANT/BPJ).
Soegondo Djojopuspito Tokoh Sumpah Pemuda Yang Dilupakan
Jumat, 27 Oktober 2017 21:47 WIB
Sunaryo Joyopuspito putra almarhum Soegondo Djojopuspito salah satu pemuda Indonesia yang menjadi tokoh penting lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. (ANTARA FOTO/Laily Rahmawaty).
Saya pribadi sebagai anak tidak mengerti di mana letak apresiasi negara sehingga sampai saat ini usulan untuk menjadi pahlawan nasional itu belum terlaksana.
