Ambon (ANTARA) - Jumlah masyarakat Maluku, sebagian besar dari Maluku Tengah, yang tinggal di Belanda diperkirakan sekitar 70.000 orang.
Masyarakat Maluku di Belanda merupakan masyarakat yang heterogen dengan beragam agama. Mayoritas 72 persen beragama Protestan, 16 persen beragama Katolik, dan 12 persen beragama Muslim.
Sebagian dari mereka berkiprah dalam bidang musik. Salah satu grup musik tersebut adalah Alley and Friendz.
Alley And Friendz beranggotakan Alley Unitli, Sasha Attapary, Jayde Jaolat, Patrick Unitli, Stef Matitawaer, Chris Soukotta dan Maurice Matrutty. Band ini didirikan pada 2008 atas hobi dan kecintaan yang sama pada Tanah Maluku.
Alley menuturkan dia membentuk grup pada tahun 2008, mulanya untuk meramaikan pasar malam. Alley dan saudara lelakinya, Patrick, gitaris, mulai bermain.
Alley yang dibesarkan dalam keluarga pemusik sudah memulai perjalanan karirnya bersama band bentukan keluarga yang dikenal dengan nama Bubur M dan berkiprah selama 30 tahun dengan aktif mengisi acara-acara besar di Belanda.
Berbeda dengan Bubur M, Alley and Friendz dirasa lebih kental dengan nuansa Maluku atas musik dan lirik khas yang diciptakan.
Sajian music jazz, city pop hingga hawaian dengan sentuhan lirik-lirik melayu Maluku memberikan suasana rumah bagi setiap orang Maluku di Belanda yang mendengarkannya.
“Papa saya juga seorang musisi dan beliau yang mengajarkan kami untuk bagaimana bermusik yang benar dengan tetap mempertahankan budaya Maluku. Misalnya saja tentang bagaimana bermain musik di acara-acara Maluku di Belanda, ini terkait dengan pemilihan musik yang sesuai di telinga orang Maluku,” jelasnya.
Terkait dengan genre musik Alley and Friendz sendiri mengaku tak pernah menjadikan suatu genre tertentu sebagai pakem utama.
Musik Alley and Friendz sendiri memiliki beraneka warna irama di setiap lagunya. Sebut saja lagunya yang berjudul Maluku yang beta cinta yang menggambarkan tentang kerinduan mendalam seorang anak Maluku yang jauh dari tanah kelahirannya dan ingin kembali ke Maluku.
Lagu tersebut disajikan dengan irama jazz nan begitu mendayu-dayu namun tetap elegan dan berkelas, menitikberatkan kecintaan pada kampung halaman.
Alley menuturkan bahwa lagu tersebut diciptakannya pada 2016 di tengah kegundahan hati yang sangat ingin pulang ke Maluku sebab ayahnya yang tak pernah kembali ke tanah Maluku.
“Ayah selalu bercerita tentang kampung halamannya yakni di Maluku Barat Daya (MBD) tepatnya di Pulau Babar. Itulah yang membuat saya sangat merindukan Maluku hingga lagu Maluku yang beta cinta tercipta,” tuturnya.
Sama halnya dengan lagunya yang berjudul “Ingin pulang ke Ambon” meskipun judulnya menggambarkan kerinduan pada kampung halaman namun dibawakan dengan irama senang, lengkap dengan kombinasi alat musik hawaiian yang apik.
Selain kedua lagu tersebut Alley and Friendz juga memiliki lagu yang enak didengarkan saat sedang bersantai atau saat sedang bekerja yakni berjudul Subidubab yang bernuansa disko serta Timang cengkeh di Saparua.
Alley and Friendz tampil sebagai pembeda di tengah tren musik Maluku saat ini yang mengarah kepada slow pop tentang percintaan dan galau mendalam.
Salah satu penampilannya yang banyak menarik perhatian adalah saat tampil di panggung Mega Move it Fest 14 Desember 2024 di Kota Ambon.
Penyelenggara festival musik Mega Move it Fest menyatakan bahwa kehadiran Alley and Friends di festival musik tersebut memberikan nuansa baru serta membangkitkan kembali ciri khas musik Maluku.
"Dengan penampilan Alley and Friends menjadikan acara ini bukan sekedar festival musik tapi ini lebih dari itu tentang kultur musik Maluku," kata Festival Director Mega Move it Fast 2024 Andrian Brahma.
Baca juga: Penikmat video musik grup K-pop BTS "Danger" telah melampaui 200 juta penayangan
Baca juga: Ini dia sejumlah nominasi pada penghargaan musik AMI Awards 2024