Bogor (Antara Megapolitan) - Peternakan Indonesia perlu mendapat perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan daging, pemerintah melakukan impor daging. Kebijakan ini kenyataannya justru menguras devisa negara.
Diperlukan langkah-langkah strategis upaya pemenuhan kebutuhan daging dari dalam negeri. Hal ini diungkap Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti, M.Si ketika melihat perlunya perbaikan kuantitas dan kualitas pakan ternak sebagai langkah utama perbaikan produktivitas ternak di Indonesia.
Peningkatan populasi ternak menuntut peningkatan penyediaan pakan, utamanya pakan hijauan yang berkualitas baik, jumlahnya cukup, serta kontinu.
Namun kondisi di lapang menunjukkan penanaman tanaman pakan yang hanya dilakukan pada lahan marjinal menghadapi berbagai permasalahan seperti tanah masam, tanah salin, lahan kering, serta areal pascatambang.
Tetapi Prof. Panca justru melihat kondisi itu sebagai potensi, dengan memanfaatkan tiga strategi peningkatan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas tanaman pakan.
Menurut Prof. Panca, strategi pertama adalah mendapatkan tanaman pakan yang cocok dengan kondisi masing-masing lahan marjinal. Berbagai penelitian dilaksanakan dengan tujuan mencari jenis tanaman pakan yang sesuai dengan kondisi lahan marjinal termasuk pada areal lahan pascatambang.
Beberapa tanaman yang telah diteliti dan sesuai untuk tanah masam yaitu Setaria anceps, Brachiaria decumbens, Brachiaria humidicola, Paspalum dilatatum, Panicum maximum, dan beberapa jenis rumput lain.
Berbeda lagi dengan kondisi tanah salin yang mengandung banyak garam pada tanahnya, rumput yang cocok ialah Cynodon dactylon, Setaria splendida, dan Leucaena leucocephala. Sementara itu untuk kondisi tanah kering, kriteria tanaman yang dibutuhkan adalah yang dapat bertahan pada kondisi iklim tanpa hujan hingga sembilan bulan lamanya.
Jenis rumput yang telah diteliti dapat bertahan ialah Ischaemum timuriensis, Paspalum notatum, Andropogon gayanus, Cenchrus ciliaris. Terdapat juga jenis kacang-kacangan yaitu Stylosanthes guianensis, Stylosanthes seabrana, Centrocema pascuorum, Leucaena leucephala, serta beberapa jenis kacang-kacangan lainnya.
Tidak hanya sampai pada pemberian rekomendasi jenis tanaman, penelitian dilakukan dalam hal perbaikan kondisi lahan menggunakan mikroorganisme jenis Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan mikroorganisme penambat nitrogen yaitu Azospirilum sp. Penambahan bahan-bahan tersebut ke dalam tanah saat penanaman tanaman pakan membantu tanaman bertahan dalam kondisi marjinal.
Peningkatan penyerapan air dan membantu menyerap unsur hara telah diteliti dapat terjadi dengan bantuan FMA pada penelitian terkait. Tentu hal ini membantu peternak dalam usaha budidaya tanaman pakan mereka.
Strategi terakhir yaitu melalui teknik budidaya. Sebagian jenis tanaman pakan memiliki struktur berbentuk pohon tinggi seperti lamtoro, tentunya akan sulit dalam pemanenan daun.
Seperti yang telah diterapkan di Kabupaten Amarase, Provinsi Nusa Tenggara Timur, sistem budidayanya menggunakan sistem perkebunan teh.
Tanaman pohon dibiarkan tumbuh rendah dengan ketinggian yang mudah untuk panen. Tanaman lamtoro yang dimaksud dapat dipanen daunnya secara bergilir per bagian lahan, sehingga ketersediaan pakan dapat dijamin kontinuitasnya.
Sejauh ini telah terjalin kerjasama implementasi penelitian antara lembaga riset, masyarakat, peternak, perusahaan tambang, dan beberapa institusi terkait. Penelitian ke depannya untuk mendukungpengembangan tanaman pakan pada lahan marjinal ini yaitu pemuliaan tanaman pakan.
“Saat ini kami sedang melaksanakan penelitian untuk mendapat varietas dengan kandungan antinutrisi yang rendah, agar kecernaan ternak terhadap tanaman tersebut tinggi dan meningkatkan produktivitas ternak,†ujar Prof. Panca.(EAW/ris).
Guru Besar IPB: Kembangkan Pakan Ternak di Lahan Marjinal untuk Swasembada Daging
Selasa, 25 Juli 2017 18:11 WIB
Peningkatan populasi ternak menuntut peningkatan penyediaan pakan, utamanya pakan hijauan yang berkualitas baik, jumlahnya cukup, serta kontinu.