Kota Bogor (ANTARA) - Komisi Yudisial (KY) mengoptimalkan peran masyarakat, dalam memantau persidangan perempuan berhadapan dengan hukum (PBH), dengan menggelar Training of Trainee yang dihadiri oleh perwakilan beberapa universitas, LSM, kementerian, dan lembaga.
Anggota KY Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Sukma Violetta di Kota Bogor, Rabu, menjelaskan KY mengambil fokus pada persidangan perkara PBH yang biasanya dilakukan secara tertutup, dimana siapapun tidak bisa melakukan pemantauan sebagaimana persidangan lainnya.
Padahal, kata Sukma, dalam Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 3 tahun 2017, PBH bisa didampingi oleh pendamping atau penasihat hukum. Terutama PBH yang menjadi korban, agar bisa dibantu ketika kesulitan memberi keterangan dalam persidangan.
Baca juga: KY ingatkan pendaftar seleksi calon hakim agung dan ad hoc HAM segera lengkapi berkas
“Oleh karena itu, yang bisa melakukan pemantauan persidangan adalah pendamping itu,” ucapnya.
Hanya saja, dijelaskan Sukma, dalam praktiknya masih banyak PBH yang dalam persidangan tidak didampingi pendamping maupun penasihat hukum.
Bahkan, Sukma mengatakan, seringkali dalam persidangan perkara yang melibatkan PBH, ada oknum yang kerap menyalahkan perempuan, atau memberikan komentar yang merendahkan perempuan.
“Hal-hal seperti itu yang ingin diberantas oleh Peraturan MA ini, dan kita ingin menjamin bahwa hal tersebut benar-benar terjadi,” jelasnya.
Baca juga: KY: Kebutuhan hakim ad hoc HAM di Mahkamah Agung tergolong sangat mendesak
Oleh karenanya, Sukma mengatakan, KY berkolaborasi dengan semua stakeholder, terutama LSM yang terbiasa menerima laporan kasus, agar menjadi pendamping PBH dan menyebarluaskan informasi terkait Peraturan MA tersebut.
“Artinya jangan lagi karena tidak tahu bahwa itu adalah merupakan hak mereka (PBH), tidak didampingi dan tidak dihargai sebagaimana seharusnya,” kata Sukma.