Jakarta (ANTARA) - Industri hulu minyak dan gas nasional menjadi harapan masyarakat Indonesia dalam mencapai ketahanan energi di tengah eskalasi konflik Timur Tengah, seperti yang terjadi baru-baru ini antara Israel-Palestina seusai konflik Israel-Iran mulai sedikit mereda.
Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis mengatakan eskalasi konflik di Timur Tengah berisiko mengerek harga minyak dunia hingga ke level 100 dolar AS per barel atau tertinggi sepanjang sejarah (all time high).
Menurut Dadan, pemerintah dapat mengandalkan sektor hulu migas nasional, terutama dengan dibukanya wilayah kerja (WK) baru untuk peningkatan kegiatan eksplorasi dan pengembangan yang masif saat ini.
"Potensi di Indonesia masih menarik investor. Akhir-akhir ini studi untuk pembukaan WK baru cukup banyak. Jadi, dari sisi potensi migas, sektor hulu migas di Indonesia masih bisa diandalkan," ujar Dadan.
Baca juga: Peran generasi muda penting sebagai agen perubahan ketahanan energi
Kendati demikian, ia menilai sektor hulu migas nasional perlu didukung oleh kebijakan yang ramah investasi serta kemudahan dan kecepatan perizinan demi mendongkrak kinerja hulu migas di Tanah Air.
"Ke depan, perbaikan regulasi yang mendorong pelaku bisnis berinvestasi menjadi faktor utama kinerja hulu migas," katanya.
Ditjen Migas mencatat realisasi investasi migas 2023 sebesar 15,6 miliar dolar AS atau naik 12 persen dari 2022 sebesar 13,90 miliar dolar AS. Rinciannya, investasi hulu sebesar 13,72 miliar dolar AS dan investasi hilir 1,88 miliar dolar AS.
Dadan juga menegaskan Kementerian ESDM berupaya mengurangi ketergantungan impor minyak dan elpiji sebagai respons pemerintah di tengah ketegangan geopolitik.
Baca juga: Indonesia dorong negara berkembang anggota G20 tingkatkan mitigasi pasokan energi
Upaya itu dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi domestik untuk sektor pupuk, industri dan ketenagalistrikan melalui program hilirisasi gas bumi, gasifikasi pembangkit listrik berbahan bakar diesel hingga optimalisasi pemanfaatan gas melalui moda compressed natural gas (CNG).
Sementara itu, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyatakan bahwa tensi geopolitik saat ini terbukti berdampak pada harga minyak dunia.
Menurutnya, eskalasi konflik di Timur Tengah, terutama yang terjadi pada Israel dan Iran menjadi perhatian lebih dibandingkan dengan konflik lainnya.
"Harus dilihat bahwa Iran ini salah satu negara penghasil minyak terbesar ketiga di dunia tetapi secara cadangan terbesar dunia itu ada di Iran, buka di Arab Saudi sehingga ada ketakutan Israel menyasar kilang-kilang minyak Iran dan membuat produksi ini akan turun drastis," kata Ibrahim.
Baca juga: Akademisi: RI Perlu Perkuat Ketahanan Energi
Ia menilai Indonesia dapat mengambil kesempatan di tengah ancaman krisis energi global seperti saat ini. Ditambah dengan adanya sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Rusia yang juga merupakan negara produsen minyak terbesar kedua di dunia.
Untuk itu, ia mengharapkan pemerintah, terutama Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mendatangkan investor-investor di sektor hulu migas demi terciptanya ketahanan energi nasional, khususnya saat menghadapi situasi seperti sekarang di mana harga migas global menjadi tak menentu.
"Kita lihat bahwa Indonesia ini sebenarnya banyak kilang-kilang minyak yang bisa dieksplorasi. Saat ini, banyak investor kita dari China sehingga kemungkinan besar pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan dapat terus melakukan kerja sama apik dengan China untuk melakukan eksplorasi," tuturnya.
Industri hulu migas nasional jadi harapan Indonesia di tengah eskalasi di Timur Tengah
Kamis, 9 Mei 2024 8:02 WIB