Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan David Muhammad mengatakan pihaknya menetapkan status tersangka kepada J (46) selaku pemodal, sekaligus penanggung jawab operasional lapangan dan H (43) selaku operator ekskavator pada 31 Juli 2023.
"Penyidik masih melakukan pengembangan kasus itu untuk mengungkap pelaku lain yang terlibat dalam aktivitas penambangan batu bara tanpa izin," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Perhutani Sukabumi imbau penambang patuhi aturan hukum yang berlaku
Baca juga: Penambang timah ilegal Bukit Mangkol terancam 15 tahun penjara
Saat ini kedua tersangka dititipkan di rumah tahanan negara Polres Tenggarong. Sedangkan barang bukti yang diamankan adalah satu unit ekskavator, satu mobil kabin tunggal, dan enam unit dump truck yang memuat batu bara.
Penyidik menjerat kedua tersangka dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar lantaran melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
David menjelaskan penanganan kasus penambangan batu bara di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) berawal dari adanya laporan masyarakat, yang kemudian ditindaklanjuti oleh tim intelijen dan tim operasi dari Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Enggang Seksi II Samarinda Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan.
Pada 28 Juli 2023 sekitar pukul 21.40 WITA Tim SPORC Brigade Enggang mengamankan pelaku di lokasi penambangan batu bara yang berada di KHDTK Loa Haur.
Kemudian Tim SPORC Brigade Enggang mengamankan penanggung jawab operasional sekaligus pemodal, operator ekskavator, dan 10 orang lainnya, yang berada di lokasi untuk dimintai keterangan, serta menyerahkan satu ekskavator, satu mobil single cabin, dan enam dump truck kepada penyidik di kantor Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan untuk dilakukan proses lebih lanjut.
"Keberhasilan penanganan kasus itu tidak terlepas dari kerja sama dan sinergitas yang telah terjalin dengan baik antara Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, BDLHK (Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Samarinda, Polda Kalimantan Timur, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, dan masyarakat," pungkas David.