Universitas Kristen Indonesia (UKI), Cawang, Jakarta Timur, meraih rekor dunia dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) atas orasi ilmiah yang dilakukan selama 30 jam tanpa henti oleh 70 pakar sejak Rabu (2/8) pukul 08.30 WIB hingga Kamis (3/8) pukul 14.30 WIB.
Orasi ilmiah oleh 70 pakar ini dilakukan dalam rangka Dies Natalis 70 tahun UKI, dengan 11 orator bergelar profesor dan 59 lainnya bergelar doktor.
"MURI dengan bangga mencatat orasi 30 jam berturut-turut itu sebagai rekor dan mohon maaf kami menyatakan bahwa orasi ini tidak layak dinyatakan sebagai rekor Indonesia, tetapi lebih layak mendapatkan rekor dunia," kata Senior Customer Relation Manager MURI Andre Purwandono yang mewakili founder MURI Jaya Suprana di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Ganjar Pranowo berikan orasi ilmiah saat hadiri wisuda Universitas Pancasila
Baca juga: Rektor Unas apresiasi orasi ilmiah Airlangga Hartarto
Baca juga: Ganjar Pranowo berikan orasi ilmiah saat hadiri wisuda Universitas Pancasila
Baca juga: Rektor Unas apresiasi orasi ilmiah Airlangga Hartarto
Rektor UKI Dhaniswara K Harjono yang juga menyampaikan orasi pamungkas ke-70 hari ini menyatakan rasa bangga atas pencapaian rekor MURI sebagai universitas pertama yang menyelenggarakan orasi ilmiah selama 30 jam ini.
"Hasilnya di luar yang kita harapkan, karena ternyata kita tidak hanya mendapatkan rekor Indonesia, tetapi diberikan rekor dunia. Dari mata MURI, belum ada yang seperti ini. Manfaatnya luar biasa, karena kita mau mendorong generasi emas 2045 bisa tercapai," katanya.
Ia memaparkan seluruh materi orasi yang telah disampaikan akan disusun dalam bentuk proceeding, karena merupakan kumpulan dari berbagai tema yang relevan dengan kondisi yang ada di Indonesia, diantaranya deradikalisme, isu-isu keberagaman, toleransi, hukum, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya.
Baca juga: Prabowo Subianto berikan orasi ilmiah pada wisuda Universitas Pancasila
Baca juga: Prabowo Subianto berikan orasi ilmiah pada wisuda Universitas Pancasila
"Nanti akan kita kumpulkan dalam bentuk proceeding, karena kita harapkan kajian-kajian ilmiah ini bisa mendorong kepastian hukum untuk menyambut Indonesia Emas 2045," ucapnya.
Ia menegaskan untuk menyongsong Indonesia Emas 2045, dibutuhkan kolaborasi, kegigihan, dan keberanian untuk merayakan perbedaan.
"Dengan modal kebersamaan kita bisa maju, kita harus kolaborasi, nggak penting siapa yang di depan siapa yang belakang, yang penting kita sukses semua. Kita semua berbeda, tapi dengan perbedaan itu kita bisa saling menutupi kekurangan, dan kalau kekurangan kita kumpulkan, kita bisa punya kelebihan," ucapnya.