Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak dan Sekretaris Satgas remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Angga Wirahmadi mengatakan remaja yang sudah telanjur terpapar rokok dapat dilakukan pencegahan dengan dukungan berbasis sekolah agar tidak menjadi perokok aktif.
“Ternyata program pencegahan merokok yang paling efektif adalah program pencegahan berbasis sekolah. Dan provider program yang paling berhasil untuk mengubah persepsi remaja tentang merokok adalah guru atau edukator,” ucap Angga dalam diskusi daring “Hari Tanpa Tembakau Sedunia” yang diikuti di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan sejatinya ada tiga program yang bisa diimplementasikan untuk mencegah remaja merokok yaitu berbasis keluarga, sekolah, dan juga berbasis internet.
Dokter RS Hermina Jatinegara ini mengatakan prinsip yang disarankan untuk pencegahan berbasis sekolah adalah dengan social influence theory, yaitu mengajarkan tentang kemampuan remaja untuk menolak ajakan merokok, dan social competence yaitu meningkatkan kompetensi sosial, keterampilan, keahlian, kemampuan remaja secara umum sehingga bisa jauh dari keinginan merokok.
Program pencegahan merokok di sekolah bisa dilakukan dengan larangan merokok di area sekolah serta tidak mempromosikan rokok dalam kegiatan sekolah. Memasang poster bahaya merokok dan bekerja sama dengan dinas kesehatan untuk sosialisasi bahaya merokok juga perlu dilakukan sehingga sekolah bisa mendapat predikat Kawasan Tanpa Rokok.
Guru juga bisa sangat membantu dalam menghentikan adiksi merokok pada remaja dengan memberi kesempatan pada remaja, ataupun memunculkan potensi minat bakat dan perkumpulan remaja di sekolah, sehingga remaja bisa fokus pada aktivitasnya dan lebih mudah untuk berhenti.
Selain berbasis sekolah, pencegahan remaja yang kecanduan merokok juga bisa dilakukan dengan basis keluarga. Hal yang harus didahulukan adalah dengan orang tua memberi contoh untuk menghentikan kebiasaan merokok.
“Orang tua melarang, jangan membiarkan anak merokok. Karena ketika orang tua membiarkan anak merokok, maka remaja mengatakan hal itu hal yang biasa. Dan arahkan ke remaja untuk mencari bantuan terkait menghentikan merokok,” tambah Angga.
Sementara pencegahan berbasis internet bisa dilakukan dengan larangan dari pemerintah terkait konten merokok di media sosial atau iklan.
Dokter yang menamatkan pendidikan di Universitas Indonesia ini mengatakan ada empat tahapan adiksi merokok pada remaja yaitu tahap preparation, di mana remaja melihat merokok sebagai kegiatan yang menyenangkan dan pereda stres. Biasanya remaja melihat kegiatan tersebut dari orang terdekatnya seperti ayah atau saudara maupun paparan media sosial dan iklan.
Tahap kedua adalah initiation yaitu ketika remaja mulai mencoba merokok karena rasa ingin tahu dan ingin tampil keren seperti teman-teman sebayanya yang merokok. Pada tahap ini remaja biasanya merokok pada waktu tertentu dan tidak rutin misalnya setelah makan atau jika sedang berkumpul bersama teman.
Setelah sudah merasa rokok menjadi sarana penghilang stres, remaja akan masuk ke tahap ketiga yaitu becoming a smoker, di mana mereka sudah merokok minimal 4 batang sehari. Dan tahap terakhir adalah sudah menjadi perokok aktif yang bisa menghabiskan satu bungkus rokok atau lebih yang disebut tahap maintenance of smoking.
“Biasanya semakin hari jumlah rokok yang dikonsumsi semakin bertambah. Jadi dari 4 batang sampai akhirnya 1 bungkus, lalu mungkin menjadi lebih. Tahap yang terakhir adalah maintenance of smoking, atau sudah menjadi perokok yang setia, perokok yang aktif, yang sudah kecanduan,” imbuh Angga.
Namun disamping itu, Angga mengatakan nyatanya keinginan remaja untuk berhenti merokok juga cukup tinggi. Dari data Adolescent Health Profile tahun 2021, sebesar 68 persen remaja perempuan usia 13-15 tahun ingin mencoba berhenti merokok dan 81 persen remaja laki-laki ingin melakukan hal yang sama.
“Namun, mereka biasanya jarang meminta bantuan orang lain untuk berhenti merokok. Padahal bantuan itu sangat diperlukan. Sehingga remaja mengatakan bahwa rasanya sulit untuk berhenti merokok,” kata Angga.
Hal yang bisa dilakukan untuk mendukung remaja berhenti merokok adalah dengan menghindari lingkungan yang dekat dengan merokok, dan mengarahkan remaja tersebut untuk melakukan kegiatan positif. Remaja juga perlu menghindari pengaruh untuk merokok dengan menghindari teman-teman yang merokok, meyakini bahwa merokok bukan sarana pergaulan, dan jangan malu untuk menolak merokok.
“Prestasi kita ditingkatkan, contohnya di bidang olahraga, di bidang minat, hobi, ngaji, dan yang lain-lain,” ujar dia mencontohkan.
Terapi dengan tenaga kesehatan juga bisa dilakukan untuk mengatasi kecanduan merokok pada remaja dengan melakukan terapi psikososial seperti konseling motivasi dan terapi farmakologis dengan obat-obatan atau terapi pengganti nikotin.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Cegah remaja jadi perokok aktif dengan dukungan berbasis sekolah