Jakarta (ANTARA) - Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ronald Eberhard Tundang menilai implementasi UU Cipta Kerja masih perlu pembenahan meski berdampak positif terhadap realisasi investasi.
"Implementasi UU ini memang diharapkan bisa meningkatkan daya saing pasar Indonesia terhadap investasi sehingga realisasi investasi bisa dijadikan salah satu tolok ukur," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
UU Cipta Kerja, menurut dia, berkontribusi positif atas peningkatan investasi dengan memberikan beberapa hal kepada pelaku usaha, seperti kemudahan izin usaha melalui pemberlakuan perizinan berbasis risiko yang menilai dampak terhadap lingkungan dan masyarakat.
Baca juga: Pemkot Bogor mulai bersiap susun materi Perda turunan UU Cipta Kerja
Baca juga: Buruh dan mahasiswa akan gelar unjuk rasa desak kenaikan UMP 10 persen
Selain itu, implementasi UU ini juga memungkinkan terbukanya peluang investasi asing di lebih banyak sektor dan mengurangi hambatan investasi seperti kewajiban joint venture dengan perusahaan lokal serta kewajiban produksi di dalam negeri untuk paten.
"UU Cipta Kerja juga memberikan kemudahan untuk mendirikan PT dengan menghapus persyaratan modal minimum, percepatan proses penerbitan hak paten, merek, serta akuisisi lahan untuk investasi," katanya.
Implementasi UU ini juga memberikan insentif untuk investasi di Kawasan Ekonomi Khusus, UMKM, serta investor di industri prioritas, yang mencakup pengurangan pajak penghasilan, pembebasan bea impor, dan/atau insentif non fiskal berupa penyediaan infrastruktur serta jaminan ketersediaan energi dan bahan baku.
Baca juga: IPB University temukan 12 potensi resiko yang bisa muncul pada UU Cipta Kerja
Walaupun demikian, Ronald menilai masih dibutuhkan pembenahan dalam penerapan UU Omnibus Law itu oleh pemerintah daerah, khususnya mengenai integrasi dengan layanan Online Single Submission (OSS) di pusat yang harus dilakukan secara seragam dan optimal.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: CIPS: UU Cipta Kerja perlu pembenahan meski dongkrak investasi