Depok (Antara Megapolitan) - Pengamat Hukum Persaingan Usaha, Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai perusahaan taksi yang menggunakan aplikasi harus tetap diperbolehkan, tetapi mereka harus memfasilitasi kendaraan-kendaraan yang layak untuk digunakan sebagai angkutan umum.
"Kemajuan teknologi seperti aplikasi tidak mungkin ditentang. Yang perlu dicermati bukan aplikasinya, melainkan apa yang ditransaksikan," kata Hikmahanto di Depok, Selasa.
Sebelumnya ratusan pengemudi taksi unjuk rasa di depan Kantor Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, menolak keberadaan taksi yang pemesanannya menggunakan aplikasi smartphone.
Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) ini mengatakan jika perusahaan aplikasi diperbolehkan mentransaksikan sewa kendaraan roda empat yang tidak layak digunakan untuk angkutan umum, maka angkutan umum yang resmi akan bergolak.
Menurut dia, jangan sampai aplikasi mentransaksikan atau memperdagangkan hal yang haram karena semata ada supply and demand. Kalau begitu nanti narkoba pun bisa ditransaksikan lewat aplikasi.
"Kalau masyarakat cenderung short sighted alias yang mana enak bagi mereka di depan mata. Tapi pemerintah sebagai regulator tidak boleh demikian," katanya.
Dikatakannya, sebagai regulator yang memegang kekuasaan harus bijak. Oleh karenanya solusi terbaik adalah aplikasi tetap diperbolehkan tapi mereka memfasilitasi kendaraan-kendaraan yang layak untuk digunakan sebagai angkutan umum.
"Aplikasi untuk pesawat komersial juga demikian kan. Yang dijual melalui aplikasi adalah tiket-tiket pesawat yang mempunyai izin dan laik untuk terbang. Bukan pesawat yang tidak berizin dan tidak laik terbang," ujarnya.
Jadi, lanjut dia Presiden Jokowi sudah benar untuk tidak langsung memblokir karena bukannya tidak mungkin perusahaan taksi akan menggunakan aplikasi juga.
"Yang penting adalah Menkominfo ketika membuat aturan tentang aplikasi harus menegaskan bahwa untuk hal yang ditransaksikan wajib memenuhi syarat-syarat kementerian teknis semisal perhubungan perindustrian, perdagangan dan lainnya," katanya.
Ia menegaskan jangan sampai Menkominfo hanya memikirkan aplikasinya saja tapi tidak pada barang atau jasa yang ditransaksikan.
"Kalau sekarang kan seperti kucing-kucingan. Ketika Uber dikatakan tidak memenuhi syarat sebagai perusahaan taksi maka dikatakan uber adalah perusahaan aplikasi. Tapi kalau aplikasi kok bersaing dengan yang resmi. Kasihan sopir yang resmi karena mereka yang paling dulu terkena dampaknya," katanya.
Perusahaan Taksi Online Wajib Fasilitasi Kendaraan Layak
Selasa, 15 Maret 2016 22:10 WIB
Kemajuan teknologi seperti aplikasi tidak mungkin ditentang. Yang perlu dicermati bukan aplikasinya, melainkan apa yang ditransaksikan.