Jakarta (ANTARA) - Pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Tahunan MPR-DPR-DPD RI 15 Agustus 2025 menjadi titik penting dalam perjalanan politik dan pembangunan Indonesia.
Dalam pidato berdurasi sekitar 75 menit itu, Presiden tidak hanya menyampaikan capaian pemerintahan selama 299 hari, tetapi juga merumuskan arah strategis bangsa menuju masa depan yang berdaulat secara digital, kuat dalam teknologi informasi, dan mandiri dalam ekosistem telekomunikasi.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia harus dimaknai sebagai kemampuan untuk berdiri di atas kaki sendiri, termasuk dalam pengelolaan kekayaan digital. Ia menyebut bahwa Indonesia mengalami kebocoran kekayaan dalam skala besar, yang disebut sebagai net outflow of national wealth.
Dalam konteks digital, ini berarti data, teknologi, dan sistem informasi nasional masih terlalu bergantung pada pihak asing.
Menurut Prof. Dr. Rhenald Kasali, pakar transformasi digital dari Universitas Indonesia, “Kedaulatan digital bukan hanya soal server lokal atau pusat data nasional, tetapi tentang siapa yang mengendalikan algoritma, siapa yang memiliki data, dan siapa yang menentukan arah inovasi.” Ia menekankan bahwa Indonesia harus segera membangun ekosistem teknologi yang berbasis pada nilai-nilai lokal dan kepentingan nasional.
Langkah awal yang telah dilakukan pemerintah adalah efisiensi anggaran dan pengalihan dana ke sektor produktif, termasuk digitalisasi layanan publik.
Presiden menyebut penyelamatan Rp300 triliun dari APBN yang sebelumnya rawan diselewengkan. Dana ini dialokasikan untuk program-program strategis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Cek Kesehatan Gratis, dan pembangunan Sekolah Rakyat, yang semuanya berbasis sistem digital untuk pendataan dan distribusi.
Pilar reformasi birokrasi
Dalam pidatonya, Prabowo menyampaikan bahwa korupsi dan penyelewengan terjadi di berbagai lapisan birokrasi dan institusi negara. Ia menegaskan bahwa transparansi dan pengawasan adalah kunci untuk memperbaiki sistem. Di sinilah teknologi informasi memainkan peran sentral.
Digitalisasi birokrasi bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga soal integritas. Sistem IT yang terintegrasi memungkinkan audit real-time, pelacakan anggaran, dan pengawasan publik.
Menurut Prof. Ir. Heru Sutadi, Direktur Indonesia ICT Institute, transformasi digital pemerintahan harus disertai dengan reformasi regulasi dan peningkatan kapasitas SDM. Tanpa itu, digitalisasi hanya akan menjadi kosmetik.
Pemerintah telah mulai membangun Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai basis data terpadu untuk kebijakan publik. Ini adalah fondasi penting untuk pengelolaan bantuan sosial, pendidikan, dan kesehatan secara digital. Namun, tantangan terbesar adalah memastikan keamanan data dan perlindungan privasi warga negara.
Ekosistem Telekomunikasi
Presiden Prabowo mengapresiasi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah sebelumnya, termasuk konektivitas antarwilayah dan pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara. Ia melanjutkan visi ini dengan pendekatan strategis: membangun ekosistem telekomunikasi yang mendukung transformasi digital nasional.
Ekosistem telekomunikasi yang sehat mencakup jaringan internet yang merata, regulasi yang mendukung inovasi, dan kolaborasi antara pemerintah dan swasta. Pemerintah berkomitmen untuk memperluas akses internet di wilayah 3T dan mendorong pengembangan pusat data nasional.
*) Dr. Joko Rurianto, ST., MM adalah profesional di bidang telekomunikasi, aktif menulis jurnal pemasaran strategis dan literasi teknologi digital dalam praktik bisnis modern
