Jakarta (ANTARA) - Perubahan cara bekerja dalam satu dekade terakhir menempatkan komunikasi digital sebagai tulang punggung operasional banyak perusahaan.
Rapat, koordinasi lintas divisi, hingga pengambilan keputusan strategis, kini berlangsung melalui layar, bukan lagi di ruang rapat fisik.
Aplikasi konferensi video dan layanan komunikasi berbasis internet, seperti Zoom, Microsoft Teams, Webex, hingga Google Voice menjadi infrastruktur tak terpisahkan, terutama bagi organisasi dengan pola kerja hibrida dan lintas negara.
Transformasi ini membawa efisiensi, fleksibilitas, dan percepatan kolaborasi, namun di balik kemudahan tersebut muncul persoalan baru yang sering luput dari perhatian, yakni pengendalian biaya komunikasi digital yang kian kompleks.
Dalam praktiknya, jarang ada perusahaan yang hanya menggunakan satu platform komunikasi. Perbedaan kebutuhan, preferensi mitra bisnis, hingga pembatasan regulasi di negara tertentu membuat organisasi harus mengelola lebih dari satu aplikasi sekaligus.
Ada perusahaan yang mengandalkan Zoom untuk rapat internal, tetapi harus beralih ke Webex saat berhubungan dengan klien tertentu.
Ada pula organisasi global yang menggunakan Microsoft Teams sebagai tulang punggung kolaborasi, namun memerlukan layanan voice tambahan untuk wilayah tertentu yang tidak sepenuhnya kompatibel.
Keragaman ini memperkaya opsi komunikasi, tetapi sekaligus menciptakan fragmentasi sistem dan pembengkakan biaya yang tidak selalu terpantau secara utuh.
Masalah biaya komunikasi digital sering kali tidak terasa di awal. Tagihan bulanan datang dari berbagai penyedia dengan skema yang berbeda-beda, mulai dari lisensi pengguna, biaya panggilan suara, hingga tambahan layanan tertentu.
Tanpa sistem pemantauan yang memadai, biaya tersebut bisa meningkat secara perlahan, namun konsisten.
Biaya komunikasi
Lebih rumit lagi, ketika perusahaan harus mengalokasikan biaya komunikasi ke berbagai departemen atau unit kerja yang memiliki intensitas penggunaan berbeda.
Tanpa data yang akurat dan real-time, pengambilan keputusan terkait efisiensi komunikasi cenderung berbasis asumsi, bukan fakta.
Dalam konteks inilah muncul kebutuhan akan sistem yang mampu memberikan visibilitas menyeluruh atas penggunaan komunikasi digital lintas platform.
Pendekatan ini bukan sekadar soal menghemat biaya, melainkan membangun tata kelola komunikasi yang lebih sehat dan akuntabel. Perusahaan memerlukan mekanisme untuk mengetahui siapa menggunakan apa, untuk keperluan apa, dan dengan biaya berapa.
Transparansi semacam ini penting agar transformasi digital benar-benar mendukung produktivitas, bukan justru menimbulkan beban baru yang tidak terkendali.
Salah satu pendekatan yang berkembang adalah penggunaan sistem rating dan billing terpusat untuk layanan komunikasi berbasis Unified Communications as a Service (UCaaS) atau layanan komunikasi terpadu berbasis cloud.
Sistem semacam ini memungkinkan perusahaan memantau penggunaan voice dan komunikasi digital secara real-time, menetapkan batasan biaya per departemen, serta menyusun laporan komprehensif yang dapat dijadikan dasar evaluasi.
Dengan adanya data yang terintegrasi, manajemen tidak hanya melihat total pengeluaran, tetapi juga pola penggunaan yang bisa dioptimalkan.
Misalnya, departemen tertentu mungkin membutuhkan komunikasi intensif lintas negara, sementara unit lain cukup dengan layanan dasar. Diferensiasi kebutuhan ini sulit dikelola, tanpa dukungan sistem yang memadai.
Penting untuk ditekankan terkait kejelasan dan kontrol dalam pengelolaan biaya komunikasi perusahaan.
Seiring berkembangnya kebutuhan tersebut, kemudian muncul pendekatan berbasis sistem rating dan pemantauan biaya komunikasi lintas platform.
Salah satu contoh yang mulai digunakan di industri adalah sistem, seperti Tele-Cap, yang dirancang untuk membantu perusahaan memantau penggunaan layanan voice dan UCaaS secara real-time.
Dalam konteks ini, Tele-Cap tidak berdiri sebagai aplikasi komunikasi, melainkan sebagai sistem pengelolaan yang memberikan visibilitas atas biaya, penggunaan, dan alokasi komunikasi digital di berbagai platform.
Pendekatan semacam ini mencerminkan pergeseran fokus dari sekadar penggunaan aplikasi ke pengelolaan ekosistem komunikasi secara menyeluruh.
Data transparan
Setiap keputusan bisnis idealnya didukung oleh data yang transparan dan akurat, termasuk dalam hal komunikasi digital.
Apalagi, di era transformasi digital, perusahaan membutuhkan solusi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga fleksibel, mampu beradaptasi dengan berbagai skala bisnis dan keragaman platform UCaaS yang digunakan.
Hal ini mencerminkan kesadaran bahwa teknologi komunikasi bukan lagi sekadar alat bantu, melainkan bagian dari strategi bisnis yang memerlukan pengelolaan serius.
Selain aspek biaya, isu lain yang tak kalah penting adalah tata kelola akses dan keamanan. Ketika komunikasi berlangsung lintas platform dan lintas negara, perusahaan perlu memastikan bahwa hanya pihak yang berwenang yang dapat menggunakan layanan tertentu.
Pengaturan pengguna, autentikasi, hingga pelaporan menjadi elemen penting dalam menjaga kepatuhan dan keamanan operasional.
Di sisi lain, integrasi dengan sistem bisnis lain, seperti CRM dan ERP juga semakin relevan. Komunikasi tidak berdiri sendiri, melainkan terhubung dengan proses penjualan, layanan pelanggan, dan pengambilan keputusan berbasis data. Integrasi ini memungkinkan alur kerja yang lebih efisien dan kolaboratif antardepartemen.
Fenomena lain yang muncul seiring migrasi dari telepon tradisional ke UCaaS adalah kebutuhan akan orkestrasi lintas platform.
Banyak organisasi berada dalam fase transisi, menggunakan beberapa sistem sekaligus, sebelum menemukan konfigurasi yang paling sesuai.
Dalam situasi ini, sistem orkestrasi terpusat membantu menjaga konsistensi pengelolaan, baik dari sisi monitoring, alokasi biaya, maupun kepatuhan terhadap kebijakan internal.
Pendekatan ini juga relevan bagi perusahaan yang memiliki kewajiban compliance tertentu atau perlu menerapkan fair use licensing untuk menghindari penyalahgunaan layanan.
Pada akhirnya, diskusi tentang komunikasi digital tidak bisa berhenti pada soal aplikasi apa yang digunakan. Hal yang lebih penting adalah bagaimana organisasi membangun ekosistem komunikasi yang berkelanjutan, efisien, dan transparan.
Teknologi seharusnya memberdayakan, bukan membingungkan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang biaya, pola penggunaan, dan integrasi sistem, perusahaan dapat memanfaatkan komunikasi digital sebagai aset strategis, bukan sekadar pos pengeluaran.
Pendekatan ini juga membuka ruang bagi pengambilan keputusan yang lebih rasional dan berbasis data, sekaligus memastikan bahwa transformasi digital benar-benar memberikan nilai tambah bagi organisasi dan para pekerjanya.
*) Yohan Adi Satria adalah VP Product OFON
