Cirebon (ANTARA) - Ratusan umat Islam memenuhi halaman Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, Jawa Barat, sejak fajar menyingsing. Mereka akan menunaikan Shalat Idul Fitri 1446 Hijriah atau Lebaran 2025 pada Senin (31/3).
Suara takbir menggema di antara tembok merah bata khas masjid bersejarah ini, berpadu dengan hembusan angin sejuk yang membawa ketenangan di hari kemenangan.
Sejak lama, Masjid Sang Cipta Rasa menjadi pusat pelaksanaan Shalat Id bagi masyarakat setempat. Barisan jamaah membentang hingga ke pelataran dan alun-alun di depan Keraton Kasepuhan.
Anak-anak berlarian kecil di sela barisan orang tua mereka. Sementara para lansia tampak khusyuk dalam doa.
Usai shalat, suasana di sekitar masjid berubah menjadi ajang silaturahmi. Warga saling berjabat tangan, memeluk keluarga, dan bertukar doa.
Sebagian lainnya bergerak menuju makam kerabat atau keluarga yang sudah berpulang untuk berziarah, melanjutkan tradisi yang telah berlangsung turun-temurun.
Lebaran juga menjadi momen bagi warga untuk berbagi makanan kepada tetangga sebagai wujud kebersamaan. Sementara itu, kawasan wisata dan pusat kuliner di Cirebon mulai ramai dikunjungi, menambah semarak suasana Idul Fitri di Kota Wali, julukan untuk Kota Cirebon.
Lebaran di Cirebon telah lama menjadi perayaan yang meriah, bahkan sejak masa kolonial Belanda. Kala itu, perayaan Idul Fitri yang gemerlap membuat para pendatang dari Eropa terkagum-kagum.
Begitu meriahnya, mereka menjuluki Lebaran sebagai Inlands Nieuwjaar, atau Tahun Baru Pribumi. Sebutan ini muncul karena skala perayaan yang luar biasa, melampaui perayaan-perayaan lain yang ada di Hindia Belanda.
Kepada Antara, sejarawan Cirebon Tendi menuturkan perayaan Lebaran pada masa kolonial berbeda dengan era sebelumnya, ketika otoritas feodal masih memegang kendali.
Pada masa kesultanan, perayaan lebih berpusat di lingkungan istana dan masyarakat setempat. Namun, di era kolonial, kota menjadi pusat keramaian, dengan suasana yang lebih terbuka tetapi tetap berada dalam pengawasan pemerintah kolonial.
"Di masa Belanda, kendali ekonomi menjadi perhatian utama, tetapi mereka tidak terlalu mengusik tradisi keagamaan, asalkan tidak mengancam kepentingan mereka," ujar Tendi.
Lebaran tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, melainkan sebuah fenomena sosial yang memperlihatkan ketahanan budaya masyarakat pribumi di bawah kekuasaan kolonial.
Perubahan terjadi dalam berbagai aspek, termasuk dalam cara masyarakat merayakan hari kemenangan ini.
Jika di masa kesultanan perayaan lebih bersifat eksklusif di lingkungan istana dan kaum elite, maka di era kolonial, perayaan menjadi lebih inklusif dengan masyarakat yang lebih luas bisa turut serta.
Dari segi kuliner, hidangan khas Lebaran pada masa kolonial lebih sederhana dibandingkan saat ini.
Berdasarkan catatan Bataviaasch Nieuwsblad, pada 1926 banyak pegawai kota di Cheribon (Cirebon) berusaha mendapatkan uang tambahan untuk merayakan Lebaran, termasuk dengan mengajukan permintaan uang muka kepada pihak kolonial.
Namun, permintaan uang muka ini kerap ditolak dengan alasan kalau banyak pegawai menghabiskannya dalam waktu singkat dan kemudian mengalami kesulitan keuangan sepanjang tahun.
Untuk mengatasi situasi tersebut, pihak kolonial merancang skema tabungan Lebaran bagi pegawai pribumi. Dalam skema ini, pegawai dapat menyisihkan sebagian gaji mereka setiap bulan, yang kemudian akan dikumpulkan dan diberi tambahan bunga oleh pemerintah karesidenan.
Akan tetapi, perayaan Lebaran di Cirebon pada 1930-an mencerminkan kondisi ekonomi yang berfluktuasi. Pada 1935, suasana lebih tenang dari biasanya. Tidak ada dentuman kembang api yang meriah, pasar sepi, dan masyarakat cenderung berhemat akibat keterbatasan ekonomi.
Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengajak masyarakat di daerahnya untuk menjadikan momentum Idul Fitri 1446 Hijriah sebagai sarana memperkuat toleransi, persatuan, dan kesatuan guna membangun Cirebon yang lebih maju dan sejahtera.
"Ini adalah saatnya kita kembali ke fitrah untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih santun, serta sebagai bangsa yang saling menghormati dan bekerja sama," katanya.
Pemerintah daerah akan terus bekerja dan berkarya, demi kemajuan serta kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Cirebon.
Baca juga: Ragam kisah unik di balik hiruk-pikuk tradisi mudik
