New York (ANTARA) - Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) memperingatkan bahwa krisis air parah telah mencapai titik kritis di Jalur Gaza, di mana 90 persen penduduknya tidak bisa mendapatkan air minum yang aman.
Pejabat UNICEF di Gaza, Rosalia Poulin, melaporkan bahwa 600.000 penduduk Gaza sempat mendapatkan kembali air minum pada November 2024, tetapi kemudian tidak bisa lagi.
Badan-badan PBB memperkirakan bahwa 1,8 juta warga di wilayah kantong Palestina itu, yang lebih dari separuhnya adalah anak-anak, saat ini membutuhkan air, sanitasi, dan bantuan kesehatan.
UNICEF menekankan bahwa situasi saat ini terus memburuk setelah Israel memutus aliran listrik ke Gaza sehingga mengganggu desalinasi air yang sangat dibutuhkan di wilayah itu.
Putus listrik
Pemerintah Mesir mengecam tindakan Israel yang memutus aliran listrik ke Jalur Gaza, menyebutnya sebagai pelanggaran hukum humaniter internasional.
"Mesir mengecam pemutusan aliran listrik ke Jalur Gaza. Ini sebuah pelanggaran baru terhadap hukum kemanusiaan internasional dan Konvensi Jenewa Keempat (tentang perlindungan warga sipil)," kata Kementerian Luar Negeri Mesir dalam pernyataannya pada Selasa (11/3).
Pada Minggu, menteri energi rezim Zionis Eli Cohen mengumumkan bahwa dia telah memerintahkan untuk menghentikan segera pasokan listrik ke Jalur Gaza sebagai upaya untuk menekan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, agar membebaskan lebih banyak sandera.
Selain mengecam pemutusan listrik, Mesir juga menilai kebijakan hukuman kolektif yang diambil oleh Israel, termasuk menangguhkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, tidak dapat diterima, tulis pernyataan itu.
Pada 2 Maret, Israel mengumumkan larangan distribusi bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Rezim Zionis juga mengancam akan lebih menekan Hamas lantaran menolak usulan AS untuk memperpanjang gencatan senjata di wilayah kantong Palestina itu dan membebaskan sandera yang tersisa.
Gencatan senjata di Jalur Gaza, yang merupakan bagian dari kesepakatan antara Israel dan Hamas tentang pertukaran tawanan, berlangsung sejak 19 Januari sampai 1 Maret.
Selama enam pekan, Hamas telah membebaskan 30 sandera dan menyerahkan delapan jenazah.
Di lain pihak, Israel juga telah membebaskan sekitar 1.700 tahanan Palestina, beberapa di antaranya divonis penjara seumur hidup. Israel juga menarik pasukannya dari beberapa daerah di Jalur Gaza.
Hamas dikabarkan masih menahan 59 sandera Israel di Jalur Gaza, separuh di antaranya dinyatakan telah tewas.
Sumber: WAFA-OANA, Sputnik
Baca juga: Hamas sebut babak baru perundingan gencatan senjata telah dimulai
Baca juga: Palestina tuntut tekanan internasional hentikan Israel