Kota Bogor (ANTARA) - Janji Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat kampanye dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, mulai diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dimulai pada 6 Januari 2025, seiring dengan dimulainya kembali kegiatan belajar mengajar melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai daerah.
Program itu akan dilakukan secara bertahap, dengan target sasaran 3 juta penerima manfaat, mulai dari balita, santri, siswa pendidikan anak usia dini (PAUD), sampai sekolah menengah atas (SMA) sederajat, ibu hamil dan ibu menyusui pada periode Januari-April 2025.
Dalam satu pekan pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis, banyak cerita menarik yang muncul dari berbagai daerah. Ada sejumlah murid yang merasa senang dengan menu makanan yang disajikan, ada pula yang menyatakan lebih enak masakan ibu di rumah.
Menu-menu yang disajikan pada program Makan Bergizi Gratis tersebut, terbilang lengkap, mulai dari karbohidrat, yakni nasi, dilengkapi dengan sayuran, lauk, yakni ayam goreng atau olahan lainnya, buah-buahan dan susu.
Bagi sebagian kalangan, menu makanan yang disalurkan pada program Makan Bergizi Gratis ini biasa dinikmati saat berada di rumah. Maklum saja, sasaran penerima program itu bukan hanya anak dari keluarga tidak mampu, namun targetnya adalah seluruh anak-anak Indonesia.
Ada pula penerima manfaat yang tidak menghabiskan makanannya, lantaran rasa menu ayam dalam program Makan Bergizi Gratis, dirasa kurang pas di lidah. Memang, urusan lidah adalah hal yang relatif dan subjektif, apalagi terbiasa memakan masakan ibu yang enak dan sedap.
Cerita penerima program Makan Bergizi Gratis di Sekolah Dasar Negeri 1 Bone Raya, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, menjadi pelajaran bermakna mengenai program dari pemerintah ini. Dalam sebuah video yang diunggah di media sosial menampilkan pembagian makanan program Makan Bergizi Gratis.
Masih dalam video tersebut, terlihat sejumlah anak mulai membuka kotak makanan dan segera menyantapnya. Namun, ada satu anak yang dalam rekaman video tersebut, hanya meminum susu yang merupakan salah satu menu dari program Makan Bergizi Gratis.
Sosok perekam video, yaitu Kapolsek Bone Raya Ipda Yahya Boudelo, yang kemudian berkata kepada anak bernama Muhammad Suleman Datau, siswa kelas 3 di sekolah tersebut "Silahkan makan, kenapa tidak dimakan?" ucapnya.
Sang anak menjawab, "Mau diberikan ke mama". Perekam video kembali bertanya, "Kenapa mau dikasihkan ke mama?" Sang anak menjawab, "Karena di rumah tidak ada nasi". Sungguh, jawaban itu sangat menggugah rasa penuh makna.
Baca juga: Desa, gizi dan pangan
Menu Makan Bergizi Gratis yang disimpan Suleman Datau untuk orang tuanya, sebetulnya relatif sederhana. Dalam video tersebut, terlihat ada nasi, telor, sayuran dan lauk lainnya. Niat Suleman Datau untuk membawa makanan itu kepada orang tuanya, sungguh mulia.
Berbagai sudut pandang bisa kita gunakan untuk memaknai fenomena yang ditunjukkan oleh Suleman, salah satunya adalah makna dari makanan yang tersaji di hadapan kita.
Hadirnya makanan di hadapan kita memiliki makna tajalli atau perwujudan af'al (perbuatan) Tuhan, meskipun yang menghadirkan makanan itu adalah manusia.
Karena itu, sikap yang ditunjukkan oleh Suleman mengajak kita, khususnya para siswa penerima bantuan MBG, untuk menghargai setiap butir nasi yang lengkap dengan sayur dan lauknya.
Lewat Suleman, Tuhan sedang menunjukkan bahwa tidak sepatutnya anak meremehkan sajian makanan yang dihasilkan dari jerih payah banyak pihak, mulai dari petani, buruh tani, pemanggul gabah di sawah, hingga kaum ibu yang mengolah makanan itu menjadi siap santap.
Baca juga: Pemkot Bandung tambah lima fasilitas dapur penyedia Makan Bergizi Gratis
Belajar bersyukur
Kisah yang disuguhkan oleh Suleman mengajarkan kita, para orang dan anak-anak dari kalangan berada, agar memaknai keberadaan makanan itu dengan penuh nikmat dan rasa syukur mendalam.
Bagi anak-anak yang merasa tidak cocok dengan sajian makanan gratis itu perlu belajar, meskipun memerlukan proses, untuk tidak mengeluh karena rasanya yang tidak sesuai dengan selera mereka.
Pembelajaran rasa syukur ini tentu perlu melibatkan para orang tua dari kalangan berada untuk mengingatkan anak-anaknya agar menghargai makanan yang disediakan secara gratis di sekolah dengan cara melahapnya tanpa sisa.
Kalau bagi kalangan yang sangat mampu, makanan itu kurang bermakna karena rasanya "kurang enak" (ini sangat subjektif), namun bagi siswa dari keluarga tidak mampu, makanan itu justru merupakan sajian mewah yang jarang ditemukan di rumah.
Bagi keluarga dari kalangan berada, sesekali bisa mengajak anak-anaknya untuk melihat masyarakat yang hidup di lingkungan kumuh atau di sekitar tempat penampungan sampah.
Baca juga: Pramono bakal laksanakan Program Sarapan Gratis di sekolah di Jakarta jika sudah dilantik
Anak-anak dari keluarga kaya perlu diajarkan untuk berempati pada keadaan orang lain yang jauh di bawah kehidupan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup, khususnya makanan.
Dari sisi pemerintah sebagai penyelenggara program mulia ini, kasus yang ditunjukkan oleh Suleman bisa menjadi bahan evaluasi bagaimana program MBG ini juga bisa menyentuh masyarakat yang kurang mampu, misalnya melibatkan warga yang kondisi ekonominya sama dengan keluarga Suleman.
Warga dengan kondisi ekonomi ibu dari Suleman bisa dilibatkan, setidaknya sebagai pekerja ketika program itu dikerjakan untuk disajikan kepada siswa.
Pemerintah mewajibkan penerima proyek pengadaan makanan gratis itu untuk mempekerjakan warga dari kalangan tidak mampu, sehingga program itu betul-betul memiliki dampak berganda, di luar memenuhi kebutuhan siswa akan makanan bergizi.
Baca juga: Kisah Program MBG dari Posyandu Dahlia Jakarta Timur
Program Makan Bergizi Gratis, sesungguhnya memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi, dengan alokasi anggaran yang direncanakan hingga mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah. Besarnya anggaran itu, bisa dimanfaatkan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah atau kekurangan, salah satunya seperti orang tua Suleman Datau.
Pelibatan masyarakat kurang mampu, antara lain memanfaatkan jasa mereka untuk membantu proses produksi makanan yang ada dalam program Makan Bergizi Gratis. Mereka dilibatkan dalam produksi, sembari dibekali pengalaman untuk di kemudian hari membuka usaha secara mandiri.
Pembekalan untuk memulai usaha tersebut perlu dilakukan supaya pada saatnya, mereka bisa hidup mandiri dengan penghidupan yang layak, mengingat program Makan Bergizi Gratis tidak akan berjalan selamanya.
Kisah Suleman Datau yang menyita perhatian publik seiring berjalannya program Makan Bergizi Gratis, bisa menjadi pintu masuk pemerintah untuk melakukan intervensi, sehingga sejalan dengan program pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Baca juga: Khofifah: MBG teladan dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
Baca juga: MUI apresiasi Prabowo realisasikan MBG
Baca juga: Program MBG, siswa SD di Depok berterima kasih ke Presiden Prabowo