Kota Bogor (ANTARA) - Keanehan berbagai kasus makin banyak terjadi di Indonesia, menandakan negeri ini sedang tidak baik-baik saja, termasuk adanya kasus pagar laut.
Oknum tertentu, demi kepentingan pragmatis, tampaknya sangat mudah menabrak norma hukum dan kepantasan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Mungkin hanya ada di Indonesia, ada pihak-pihak tertentu yang begitu nekat memagari laut untuk kepentingan sepihak atau golongan tertentu. Bayangkan, laut di Tangerang dipagari sepanjang 30,16 kilometer dengan jajaran kayu/batang pohon.
Publik terhenyak tatkala ditemukan adanya pagar di perairan Tangerang. Wakil rakyat di Senayan dan jajaran pemerintah pun gusar.
Wakil rakyat di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Banten Habib Ali Alwi, misalnya, menilai pemasangan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, merupakan tindakan serakah yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk menguasai wilayah pesisir pantai. Ia menggambarkan orang serakah akan mulai menguasai fisik dulu. Awalnya, pagarnya bambu, tapi nanti sebentar lagi bisa jadi pagar beton.
Ia meminta pemerintah pusat segera turun tangan, sembari mengingatkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".
Ali Alwi skeptis pagar laut di Tangerang didirikan secara mandiri tanpa ada motif di baliknya. "Mana ada? Itu kayak kita orang bodoh saja, didirikan mandiri? Siapa mau mendirikan itu sampai 30 kilometer itu?" jawabnya gusar.
Kamis (9/1), Kementerian Kelautan dan Perikanan telah melakukan penyegelan pagar laut di Tangerang. Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono menyampaikan bahwa penyegelan dilakukan, karena pemagaran tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Hingga kini belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab dalam pemagaran di perairan Tangerang utara tersebut. Manajemen pengembang kawasan Pantai Indah Kosambi (PIK) 2, membantah melakukan pembangunan pagar laut yang terbuat dari bambu di pantura Kabupaten Tangerang, Banten.
"Itu tidak ada kaitan dengan kami," kata Manajemen PIK 2 Toni di Tangerang, Banten, Minggu (12/1). Toni menyebutkan pengembangan kawasan kota baru di PIK 2 saat ini masih akan terus berlangsung ke beberapa wilayah pesisir utara Tangerang hingga ke wilayah Kecamatan Kronjo.
Kendati demikian, dengan adanya polemik terkait tudingan pagar bambu di bangun oleh PIK 2 tersebut tidaklah benar, bahkan, hal itu perlu dipisahkan antara kawasan Proyek Strategis Nasional dengan non PSN atau komersil.
Pagar laut di Tangerang, misterius sampai kapan? Akankah isunya langsung lenyap tanpa ada yang bertanggung jawab?
Pangkalan perikanan
Kita bergeser ke pantura yang masuk dalam wilayah Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Di sini ada juga pihak-pihak tertentu yang membangun pagar laut.
Petugas dari Ditjen PSDKP KKP, pada Rabu (15/1) pun terjun ke lokasi pagar laut dari bambu. Belasan petugas menyusuri laut, menggunakan Kapal Pengawas Orca 2 dan Hiu Biru 03, menuju ke lokasi pemagaran laut, dipimpin langsung Dirjen PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono yang berseragam loreng ala militer, bahkan lengkap dengan tongkat komando, dengan bintang tiga di baret dan kerah seragam lorengnya.
Namun, nampak lebih dari lima spanduk berwarna merah dari KKP terpasang di pagar laut itu. Spanduk itu bertuliskan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Penghentian Kegiatan Reklamasi Tanpa PKKPRL.
Penghentian berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) huruf h dan i Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pengawasan Ruang Laut.
Atas Pelanggaran Kegiatan Pemanfaatan Laut tanpa Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) sesuai dengan Ketentuan Pasal 18 angka 12 Undang Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Staf Khusus Menteri KKP Doni Ismanto Darwin di Jakarta, Selasa (14/1), mengatakan bahwa pihaknya belum pernah menerbitkan PKKPRL untuk kegiatan pemagaran laut yang terbuat dari bambu di wilayah perairan itu.
"KKP belum pernah menerbitkan PKKPRL untuk pemagaran bambu yang dimaksud," kata Doni.
KKP sudah menindaklanjuti pemagaran itu dengan pengumpulan bahan dan keterangan ang dilakukan oleh Tim Ditjen PSDKP KKP.
Pada 19 Desember 2024, PSDKP KKP telah mengirim surat resmi yang meminta penghentian kegiatan tersebut karena dinilai belum memiliki izin.
Namun, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Barat menyatakan pagar bambu sepanjang dua kilometer dengan lebar area 70 meter di pesisir laut , diperuntukkan bagi proyek pangkalan perikanan. "Panjang pagar bambu ini ditargetkan akan berdiri hingga lima kilometer di luas area kurang lebih 50 hektare," kata Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Muara Ciasem pada DKP Jawa Barat Ahman Kurniawan di Bekasi, Selasa (14/1).
Proyek itu melibatkan beberapa pihak. Luas area 50 hektare untuk kegiatan ini merupakan sumbangsih dua perusahaan yakni PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara atau (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN). "Jadi sebelah kiri alur ini dimiliki oleh TRPN dan sebelah kanan dimiliki oleh PT MAN," katanya.
Pagar bambu yang terletak persis di perairan Pal Jaya itu bertujuan untuk pembangunan alur pelabuhan sebagaimana tindak lanjut dari perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan PT TRPN. Dalam perjanjian kerja sama itu, TRPN menyanggupi penataan kawasan pelabuhan perikanan yaitu Satuan Pelayanan Pangkalan Pendaratan Ikan atau PPI Pal Jaya, Desa Segarajaya.
Berdasarkan ketentuan kerja sama, masing-masing pihak yang terlibat melaksanakan isi perjanjian dan salah satunya adalah penataan kawasan, termasuk pembangunan alur pelabuhan PPI Paljayai.
DKP Jabar memiliki visi untuk penataan kawasan pelabuhan sementara dari pihak swasta pengembang atau investor dengan tujuan bisnis bisa berjalan berdampingan. Ahman menilai alur tersebut penting untuk memudahkan akses keluar masuk nelayan dari laut lepas menuju pangkalan pendaratan guna melakukan aktivitas bongkar muat hasil tangkapan ikan.
Kemudian pada bagian darat akan dibangun tempat pelelangan ikan bagi nelayan secara terpusat. Kawasan utara Kabupaten Bekasi ini diproyeksikan menjadi kawasan industri perikanan.
Kerja sama proyek berlangsung hingga tahun 2028 atau selama lima tahun terhitung sejak penandatanganan kerja sama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan perusahaan terlibat pada Juni 2023.
Ahman juga menyebutkan konsep pembangunan pelabuhan perikanan ini memiliki tiga fasilitas yakni fasilitas pokok terdiri atas alur pelabuhan atau akses keluar dan masuk perahu nelayan, dilengkapi dermaga, kolam labuh hingga mercusuar. Kemudian fasilitas penunjang seperti perkantoran, fasilitas umum, kamar mandi, toilet dan masjid. Terakhir fasilitas fungsional mencakup TPI, pasar ikan, pengolahan ikan, dan bongkar docking kapal ketika ada perbaikan.
Anggota DPRD Kabupaten Bekasi asal daerah pemilihan (dapil) V meliputi Kecamatan Babelan, Muaragembong dan Tarumajaya Marjaya Sargan memastikan pagar laut di perairan utara Bekasi berbeda dengan di Tangerang. "Beda, Bekasi itu legal, buat pangkalan pendaratan ikan, resmi itu, beda seperti di Tanggerang, jadi bukan misterius," katanya.
Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menegaskan pemagaran laut Tangerang, Banten, dengan yang berada di pesisir Bekasi, Jawa Barat adalah dua hal yang berbeda.
“Pemagaran di Tangerang Utara adalah persoalan serius yang merugikan masyarakat nelayan dan hingga kini belum jelas siapa pihak yang bertanggung jawab, sedangkan pemagaran di Bekasi jelas bertujuan untuk konservasi mangrove dan pengendalian abrasi,” kata Johan. Mencoba menyamakan keduanya adalah tindakan menyesatkan dan salah satu upaya membiaskan isu pagar misterius di perairan utara Tangerang.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tampaknya mesti mencermati lagi beragam keanehan di negeri ini seraya bertindak tegas terhadap segala penyelewengan dan pelanggaran agar bangsa ini benar-benar bisa maju dan sejahtera.