Bogor (Antara Megapolitan) - Berdasarkan hasil Studi Kohort yang dilakukan Pusat Penelitian Pengembangan (Puslitbang) Gizi, Kementerian Kesehatan, dari 920 bayi yang lahir di Kota Bogor, Jawa Barat, sepertiga mengalami kondisi `stunting` atau bertubuh pendek, dan berat badan kurang dari tiga kilo gram.
"Bayi-bayi stunting ini lahir dari kelompok ibu-ibu beresiko," kata Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kota Bogor, Erna Nuraini, kepada Antara, Rabu.
Erna menjelaskan, studi Kohort yang dilakukan Puslitbang Gizi dimulai tahun 2011 dan terus berlangsung hingga tahun ini. Studi fokus pada dua bagian yakni Penyakit Tidak Menular (PTM) dan Tumbuh Kembang Anak (TKA).
Pada bidang TKA diambil responden sebanyak 918 ibu hamil di lima kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Bogor Tengah, yakni Kelurahan Kebon Kelapa, Ciwaringin, Babakan Pasar, dan Panaragan.
"Studi ini mengikuti pertumbuhan ibu hamil mulai dari awal kehamilan, sampai bayinya lahir hingga kini berusia empat tahun," katanya.
Dari 918 ibu hamil yang diteliti mulai dari tumbuh kembang janinnya, pemeriksaan kesehatannya, makannya, serta aktivitasnya, lahir 920 bayi. Beberapa ibu hamil melahirkan bayi kembar.
Hasil penelitian tersebut mengungkapkan, sepertiga ibu hamil yang menjadi koresponden dalam kondisi beresiko. Resiko yang dimaksud, berusia dibawah 20 tahun, dan lebih dari 35 tahun. Berat badan sewaktu hamil kurang dari 45 kilo gram, selama hamil berat badan kurang dari 11 kg, dan hipertensi.
"2/5 ibu hamil beresiko ini atau 40 persennya memiliki tinggi badan kurang yakni 150 cm, dan 20 persennya anemia. Bahkan, waktu masuk kehamilan sudah anemia" katanya.
Resiko yang dialami oleh ibu hamil inilah yang menghasilkan bayi-bayi stunting atau bertumbuh pendek (kurang dari 50 cm) dan berat badan kurang dari tiga kg saat lahir. Bayi yang lahir stunting beresiko prematur dan organ tubuhnya tidak sempurna.
"Bayi yang lahirnya pendek, diduga dapat beresiko terkena PTM, dikhawatirkan karena lahir prematur, organ-organ tubuhnya tumbuh tidak optimal," katanya.
Erna menyebutkan, dari hasil analisis yang dilakukan, bayi-bayi yang lahir stunting atau pendek tersebut kebanyakan lahir dari ibu-ibu yang pendek pula. Seorang ibu pendek beresiko dua kali lebih besar melahirkan bayi stunting daripada ibu bertubuh normal.
Menurut Erna, bayi-bayi stunting tadi selain karena faktor ibu yang beresiko, juga dipengaruhi faktor dari luar yakni lingkungan tempat tinggal. Rumah yang kotor, dan ventilasi udara yang tidak bagus.
"Jika ibu beresiko menjaga lingkungan tempat tinggal dan mengatur pola gizi seimbang, bayi beresiko stunting dapat dicegah, walau ibunya beresiko," katanya.
Erna mengatakan, untuk menghasilkan generasi yang berkualitas, pentingnya mengedukasi masyarakat agar memperhatikan kesehatan diri dan lingkungan. Karena generasi berkualitas berawal dari kondisi ibu yang bagus.
"Harus disiapkan sebelum seorang ibu menjadi calon ibu, yakni mulai saat remaja. Rekomendasi yang diberikan yakni menciptakan remaja yang sehat," kata Erna.
Sepertiga Bayi Kota Bogor Lahir `Stunting`
Rabu, 7 Juni 2017 20:08 WIB
Bayi-bayi stunting ini lahir dari kelompok ibu-ibu beresiko.