Jakarta (Antara Megapolitan) - Beranda Istana ibarat muara bagi pusaran berbagai badai persoalan yang menimpa di Tanah Air. Di tempat yang sama itu pula biasanya Joko Widodo, Presiden RI, menerima tamu-tamu terdekatnya.
Dan berbagai persoalan itupun dikupas dalam sesi "Veranda Talk" yang seperti tak ada habisnya itu.
Sebagai Presiden bagi sebuah bangsa yang besar, sejak awal Jokowi tersadar masalah tak akan berhenti menerpanya, tak berhenti berkelindan, kusut tak jelas ujung pangkalnya, bahkan belum juga satu rampung tertimpa persoalan baru.
Namun berharap Indonesia tak punya masalah ibarat menanti "lebaran kuda" (meminjam istilah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) tiba di Beranda Istana.
Faktanya memang dalam dua tahun Pemerintahannya, beranda Istana Jokowi dipenuhi berbagai PR (pekerjaan rumah) persoalan yang beruntun menyedot perhatian.
Akhir tahun barangkali menjadi titik puncak terberat bagi beban persoalan yang melekat di pundak sang presiden.
Persoalan terberat boleh jadi karena Istana harus menghadapi isu makar dalam berbagai bentuk termasuk serangan dari lawan-lawan politik yang berupaya melemahkan pemerintahannya.
Istilah lebaran kuda yang mengemuka tak kalah kencangnya lebih sering dianggap sebagai kritik keras (untuk tidak mengatakannya sebagai serangan dari lawan politik) yang bisa saja melemahkan Pemerintahan Jokowi.
Idiom tersebut merebak bersamaan dengan aksi turun ke jalan ratusan ribu masyarakat dari berbagai kalangan yang menuntut Pemerintah melakukan sesuatu atas kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI nonaktif Basuk Tjahaja Purnama alias Ahok.
Presiden Jokowi pun melakukan "road show" ke berbagai pusat-pusat dakwah Islam dan menggandeng organisasi massa Muslim serta merekonsiliasi mantan rival terberatnya pada Pilpres 2014, Prabowo Subianto, untuk mendatangkan suasana sejak terutama di ibukota yang memanas.
Ia menegaskan tidak akan melakukan intervensi terhadap kasus hukum yang menimpa mantan wakilnya saat menjabat sebagai Gubernur DKI tersebut.
"Saya tegaskan tadi bahwa proses hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama akan dilakukan dengan tegas dan transparan. Dan saya rasa rakyat perlu tahu, saya tak akan melindungi saudara Basuki Tjahaja Purnama karena sudah masuk dalam proses hukum," tegas Jokowi, usai pertemuan di hadapan wartawan, Selasa (08/11) di Gedung Dakwah Muhammadiyah.
Kocok Ulang
Tahun 2016, sejatinya memang bukan tahun yang mudah bagi Pemerintahan Jokowi.
Sebagai pembuka tahun, Presiden telah diberi sajian yang cukup mengejutkan dengan munculnya ledakan di Kawasan Jalan MH Thamrin, Sarinah, Jakarta, pada 14 Januari 2016.
Kawasan yang bisa dikatakan sebagai salah satu jantung ibukota itu diserang sekelompok teroris yang melakukan pengeboman disertai dengan penembakan.
Pasca-serangan tersebut, Istana turun gunung, Presiden yang belum juga merampungkan agenda di luar kota terbang menggunakan helikopter untuk meninjau langsung tempat kejadian perkara.
Kehadiran Presiden diharapkan dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat termasuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu meredam teror dalam jangka waktu sekejap.
Persoalan tersebut pun rampung di meja pengadilan tatkala sejumlah tersangka ditangkap dan dijebloskan ke penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Berbagai persoalan yang juga berkelindan terkait dengan keputusan jangka panjang termasuk Blok Masela yang kemudian diputuskan pengelolaannya di darat, hingga ketidaksiapan infrastruktur jalan menghdapi lonjakan arus mudik dan tersumbat di exit tol Brebes Timur alias Brexit.
Ketidakbecusan penanganan tersebut, pun termasuk untuk program-program pemerintahan lain yang dianggap Jokowi jalan di tempat misalnya dwelling time di pelabuhan memaksanya untuk melakukan perombakan kabinet selama kurun 2016.
Perombakan kabinet sendiri bukan tanpa masalah, ia juga diterpa isu miring terkait salah pilih menteri termasuk pengangkatan Arcandra Tahar sebagai menteri ESDM di saat yang bersangkutan masih menjadi pemegang paspor Amerika Serikat (AS).
Maka persoalan calon Paskibraka berkewarganegaraan Prancis Gloria Natapradja Hamel pun semakin terangkat seiring isu tersebut.
Di tahun yang sama, Pemerintahan Jokowi juga dibayangi berkali-kali drama penculikan dan penyanderaan yang dilakukan kelompok perompak Abu Sayyaf di perairan laut Filipina.
Namun kabar baik mengemuka ketika Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menegaskan sampai akhir tahun ini seluruh sandera anak buah kapal telah berhasil dibebaskan.
"Setelah bebasnya dua sandera ABK Kapal TB Charles maka seluruh WNI yang disandera sudah berhasil dibebaskan," kata Retno.
Penanganan Bencana
Kerapnya wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dilanda bencana membuat penanganan atas musibah di Tanah Air semakin membaik seiring waktu.
Harapan itu pula yang selalu diimpikan Presiden Jokowi sehingga caranya menginstruksikan penanganan pasca-bencana pun kian terarah.
Bencana yang terakhir melanda dan menelan korban ratusan orang yakni gempa bumi di Kabupaten Pidie dan sekitarnya di Provinsi Aceh.
Presiden mengintruksikan penanganan korban sesegera mungkin dan memerintahkan penetapan tanggap darurat pasca-bencana. Tahap berikutnya yakni pembangunan kembali wilayah pasca-bencana.
Dua kali meninjau lokasi bencana, Presiden sendiri menyatakan puas terhadap penanganan gempa bumi di Aceh tersebut.
Di satu sisi banjir di Garut, Jawa Barat, pada September 2016 juga tak kalah menyita perhatian ketika korban jatuh dan bencana mendampak ratusan kepala keluarga di tujuh kecamatan di wilayah tersebut.
Faktanya secara umum, terkait penanganan bencana di Tanah Air, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat Dadan Ramdan menilai fokus penanganan bencana dinilai belum seimbang antara penanganan dan pencegahan.
Hal itu dilihat dari Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang tersebut memuat seputar penanggulangan bencana, termasuk soal mitigasi.
"Ini yang lemah dijalankan pemerintah. Upaya penanggulangan risiko bencana, mitigasi, dan pencegahan ini sangat kurang dijalankan oleh pemerintah pusat dan daerah," kata Dadan
Boleh jadi sulit mengkalkulasikan apa saja yang sudah terjadi dalam setahun namun segala sesuatu memerlukan proses untuk menemukan titik terbaiknya.
Presiden Jokowi tampaknya bukan sosok yang gampang menyerah pada berbagai persoalan yang menimpa bangsanya. Sebab apapun yang mampir ke beranda istananya, dianggapnya sebagai sesuatu yang layak untuk mendapatkan perhatian.
Jadi untuk melihat Jokowi menyerah terhadap persoalan, ibarat menanti "Lebaran Kuda" tiba di Istana Jokowi alias sesuatu nyaris tidak mungkin akan terjadi.
"Lebaran Kuda" Di Beranda Istana Jokowi
Senin, 19 Desember 2016 23:47 WIB
Dan berbagai persoalan itupun dikupas dalam sesi "Veranda Talk" yang seperti tak ada habisnya itu.