Jakarta (ANTARA) - Barangkali hampir 90 persen pemudik di Tanah Air telah menggunakan aplikasi peta dari perusahaan mesin pencari Google alias Google Maps sebagai sahabat dalam perjalanan mudik tahun ini.
Begitu duduk di balik kemudi mobil atau di atas jok motor, aplikasi Google Maps dibuka, lalu lokasi tujuan diketik. Pemudik dapat memilih rute terbaik serta memprediksi waktu tiba di kampung halaman.
Berikutnya suara perempuan muda yang diproduksi oleh artificial intelligence (AI) terdengar memberi navigasi.
Nona Google Maps memberi info seberapa jauh berjalan lurus, kapan waktu berbelok, hingga memberi peringatan ketika terjadi perbaikan jalan, kemacetan, hingga yang terbaru adalah memberi informasi khas: "di depan ada polisi," kata Nona Google Maps.
Penulis mengalami pemberitahuan "di depan ada polisi" dari Nona Google Maps, hingga tiga kali di lintasan seputaran Nagrek, Jawa Barat.
Benar saja dalam jarak 100-200 m kemudian terdapat tenda pos satuan petugas yang menjaga agar proses mudik berjalan lancar dan aman. Di sana berjaga polisi, tentara, hingga petugas dishub.
Di masa lalu teknologi Global Position System (GPS) berbasis data multisatelit yang menggunakan alat merk terkenal pun masih memiliki tingkat error hingga 25-50 m.
Kini, dengan alat telepon seluler pintar, posisi pengemudi di jalan raya hampir presisi karena error hanya beberapa meter saja.
Tentu menjadi pertanyaan umum, bagaimana Google Maps mendapatkan informasi yang hampir real time sementara resolusi temporal (frekuensi satelit mengunjungi kembali area yang sama) satelit pengamat bumi yang paling populer adalah 16 hari sekali dan yang paling tinggi sehari sekali?
Google Maps ternyata mengandalkan beragam sumber data penting lainnya, selain data satelit.
Pertama, data yang paling penting adalah data historis perjalanan pengguna dari lokasi A ke lokasi B.
Google Maps memiliki data historis selama belasan tahun mengenai jarak dan waktu tempuh dari titik tertentu ke titik lainnya di seluruh kota di dunia.
Setiap pengguna yang melakukan perjalanan otomatis terekam oleh Google Maps dan menjadi sumber data penting.
Google Maps telah memiliki data lokasi-lokasi yang menjadi langganan kemacetan serta waktu-waktu kapan kemacetan terjadi, sehingga dapat membuat prediksi jarak tempuh perjalanan ketika dilakukan pagi, siang, sore, atau malam hari.
Kedua, data sensor-sensor lalu lintas dan data publik lalu lintas yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta dan masyarakat. Data lokasi rest area, pos mudik, pom bensin, dan lokasi perbaikan jalan.
Data tersebut dapat diambil langsung oleh Google Maps atau sebaliknya dikirimkan kepada Google Map tergantung jenis datanya.
Ketiga, rekaman real time pengguna Google Maps. Saat pengguna mengklik Google Map, di saat yang bersamaan pengguna juga menjadi sumber data bagi pengguna data lainnya yang sedang menggunakan.
Keempat, laporan pengguna real time. Berdasarkan data historis, Google Maps dapat mendeteksi kondisi tidak normal di suatu rute dan lokasi tertentu.
Beragam data tersebut kemudian diolah dengan machine learning atau mesin pembelajar, sehingga Google Maps dapat memprediksi rute terbaik dan jarak tempuh pengguna.
Karakteristik itulah yang menjelaskan, meskipun seringkali ditemukan kesalahan, maka akurasi dan presisi Google Maps semakin tinggi dari waktu ke waktu.
Meskipunn demikian, kita tetap harus berhati-hati saat pulang mudik bersama Nona Google Maps karena presisi dan akurasi bervariasi di setiap lokasi.
*) Penulis adalah Peneliti ilmu tanah dan penginderaan jauh di BRIN
Baca juga: BIG Buat Peta Mudik Berbasis Data Lengkap