Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Senin (31/7) mengatakan penetapan kasus tersangka itu dilakukan pada 28 Juli 2023.
"Selanjutnya kami melakukan pemberkasan dan segera menyampaikan berkas perkara tersebut ke jaksa penuntut umum (JPU) untuk dilakukan tindak lanjut," katanya.
Ia menyatakan bahwa kejadian bermula dari informasi masyarakat bahwa ada pembukaan atau pengolahan lahan tanpa izin untuk dijadikan kebun sawit yang diduga masuk dalam kawasan hutan produksi terbatas.
Baca juga: KLHK: Keterlibatan masyarakat penting dalam keberhasilan rehabilitasi mangrove
Baca juga: KLHK tangkap pelaku ketiga terkait kasus 360 kilogram sisik trenggiling di Banjarmasin
Dari informasi itu, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi membentuk tim operasi untuk melakukan penindakan pengamanan dan perlindungan hutan di Kabupaten Luwu Timur.
Pada 18 Juni 2023, tim operasi menemukan satu unit ekskavator di dalam kawasan hutan produksi terbatas yang diduga telah digunakan untuk membuka dan mengolah lahan menjadi kebun sawit.
Luas lahan yang telah terbuka di sekitar lokasi tersebut sudah mencapai ratusan hektare yang diduga terus bertambah untuk dijadikan kebun sawit, sehingga tim operasi mengamankan ekskavator tersebut dan mencari tahu siapa pemilik lahan dan pemilik ekskavator tersebut.
Baca juga: KLHK ajak pesantren ikut terlibat dalam dukung mitigasi perubahan iklim di Indonesia
"Kami memperoleh data dan informasi bahwa AM mengaku sebagai pemilik lahan atau pemodal dan NS sebagai penanggung jawab lapangan," katanya.
Selanjutnya tim menyerahkan para pelaku ke penyidik untuk dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan. Dari hasil pengumpulan bahan dan keterangan, penyidik meningkatkan ke proses penyidikan dan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan saksi, ahli, dan melakukan olah tempat kejadian perkara.
Penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka dan melakukan penangkapan dan penahanan serta menitipkan tersangka di rumah tahanan Polres Luwu Timur.
"Kedua tersangka terancam pidana paling tinggi lima tahun dengan denda paling banyak Rp7,5 miliar," demikian Aswin Bangun.