Jakarta (ANTARA) - Rancangan Undang-Undang (RUU) Keolahragaan yang telah disahkan menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa, menyinggung 10 pokok bahasan atau substansi terkait sistem keolahragaan nasional.
Ketua Panitia RUU Keolahragaan Dede Yusuf meyakini bahwa 10 pokok bahasan tersebut dapat berdampak positif untuk dunia keolahragaan di Indonesia.
Beberapa pokok bahasan yang diatur di dalam UU Keolahragaan, antara lain terkait penguatan status olahragawan sebagai profesi sehingga mereka berhak untuk mendapat perlindungan jaminan sosial melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Dalam hal pendanaan, RUU tersebut juga mengatur dana hibah keolahragaan. Dana hibah yang diberikan dapat dikelola secara mandiri dan profesional oleh lembaga non-pemerintah sebagai untuk tujuan pembinaan dan pengembangan olahraga nasional.
Dalam hal kelembagaan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Komite Olimpiade Internasional (KOI), telah diatur jelas mengenai perbedaan tugas dan kewenangan kedua lembaga tersebut serta penguatan sinergi KONI-KOI.
Baca juga: DPRD Kota Bogor merancang dua perda baru soal olahraga dan pertanian
KONI memiliki kewenangan memberikan rekomendasi kepada KOI untuk mengirim atlet di ajang internasional dan KOI harus melaksanakan rekomendasi KONI itu.
Usulan penggabungan KONI dan KOI memang sempat mencuat karena alasan tumpang tindih wewenang serta efisiensi. Namun baik KONI maupun KOI menolak usulan tersebut karena kedua lembaga tersebut mempunyai peran yang sangat berbeda.
KOI merupakan lembaga resmi perpanjangan Komite Olimpiade Internasional (IOC). Fungsi dan peran setiap National Olympic Committee (NPC) pun sudah ditetapkan dalam Piagam Olimpiade.
Tidak mungkin KOI disatukan dengan lembaga lain karena KOI merupakan lembaga perpanjangan tangan IOC. Jadi memang (pengiriman kontingen Indonesia) ke multievent di bawah IOC dan asosiasinya seperti SEA Games hanya bisa dilakukan melalui KOI, kata Sekretaris Jenderal KOI Ferry J Kono.
Lagi pula, peran dan fungsi itu juga sudah diatur dalam Pasal 44 dan Pasal 50 UU SKN. Pasal tersebut disebutkan bahwa keikutsertaan Indonesia dilaksanakan oleh Komite Olimpiade Indonesia atau National Olympic Committee sebagaimana telah diakui oleh IOC.
Baca juga: Bupati Bogor sambangi KONI Pusat minta dukungan tentang event olahraga
Apabila digabungkan, tak menutup kemungkinan jika KOI akan dibekukan oleh IOC karena sudah menyalahi aturan yang ditetapkan dalam Piagam Olimpiade. Akibatnya, Indonesia tidak dapat berpartisipasi dalam ajang Olimpiade maupun multievent internasional lainnya.
Selain penegasan posisi KONI dan KOI, UU ini juga membahas upaya peningkatan prestasi, di mana pemerintah daerah kabupaten/kota diwajibkan untuk mengelola paling sedikit dua cabang olahraga unggulan yang bertaraf nasional dan atau internasional.
Sementara itu, dalam hal penyelesaian sengketa olahraga, diatur hanya ada satu badan arbitrase yang bersifat mandiri dan keputusannya final, mengikat serta dibentuk berdasarkan Piagam Olimpiade.
Kepastian hukum bagi atlet sebelumnya belum jelas mengingat adanya dua badan arbitrase olahraga, yaitu Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI) dan Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI).
"Dengan demikian tidak terjadi benturan atau konflik satu sama lain, melainkan saling melengkapi dan harmonis dalam tujuan penyelenggaraan keolahragaan nasional sebagaimana termaktub dalam konstitusi guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat," kata Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali dalam siaran pers Kemenpora, Selasa.
Baca juga: Menpora resmikan Gedung Sarana Olahraga Universitas Indonesia
Berikut 10 pokok bahasan atau norma substansi yang dibahas dalam UU Keolahragaan:
1. Penguatan olahraga sebagai penguatan dari SDG's, sehingga dalam RUU ini menekankan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Pembangunan nasional di bidang keolahragaan tidak hanya dilakukan secara terencana, sistematis, terpadu, berjenjang tetapi berkelanjutan dan diarahkan untuk tercapainya kualitas kesehatan dan kebugaran masyarakat.
2. Penguatan olahragawan sebagai profesi, pengaturan mengenai kesejahteraan serta penghargaannya bukan hanya dalam bentuk pemberian kemudahan beasiswa, pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan kewarganegaraan melainkan juga adanya perlindungan jaminan sosial melalui SJSN.
3. Dalam hal pendanaan, RUU ini mengatur mengenai dana perwalian keolahragaan yaitu dana hibah yang diberikan oleh satu atau beberapa pemberi hibah yang dikelola secara mandiri dan profesional oleh lembaga non pemerintah sebagai wali amanat untuk tujuan pembinaan dan pengembangan olahraga nasional.
4. Dalam hal kelembagaan KONI-KOI, adanya pengaturan yang jelas mengenai tugas dan kewenangan KONI-KOI serta penguatan sinergi KONI-KOI di mana KONI memiliki kewenangan memberikan rekomendasi kepada KOI untuk mengirim atlet di ajang internasional dan KOI harus melaksanakan rekomendasi KONI itu. Dengan demikian terjadi sinergi dan kolaborasi yang baik di antara keduanya.
5. Dalam hal pemajuan olahraga prestasi, dalam RUU ini diatur adanya pengaturan mengenai DBON untuk pusat dan desain olahraga daerah untuk daerah provinsi, kabupaten dan kota. Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib mengelola paling sedikit dua cabang olahraga unggulan yang bertaraf nasional dan atau internasional.
6. Dalam hal pengelolaan kejuaraan dan industri olahraga, dalam RUU ini diatur mengenai hak dan kewajiban penonton dan suporter antara lain dalam bentuk hak mendapatkan perlindungan hukum dan mendapatkan prioritas menjadi bagian dari pemilik klub.
7. Adanya pengaturan mengenai olahraga berbasis teknologi digital atau elektronik namun tetap berorientasi pada kebugaran, kesehatan dan interaksi sosial serta didorong untuk mendukung pengembangan industri olahraga. Selain itu olahraga berbasis teknologi digital elektronik diselenggarakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan sosial, budaya, literasi fisik, keamanan, norma kepatutan dan kesusilaan.
8. Dalam hal kepentingan olahraga nasional dibentuk sistem data keolahragaan nasional terpadu sebagai satu data olahraga nasional yang memuat data mengenai pembinaan, pengembangan, penghargaan dan kesejahteraan olahragawan dan pelaku olahraga.
9. Dalam hal penyelesaian sengketa olahraga, diatur hanya ada satu badan arbitrase yang bersifat mandiri dan keputusannya final dan mengikat serta dibentuk berdasarkan Piagam Olimpiade.
10. Dalam hal olahraga penyandang disabilitas, dalam RUU ini diselaraskan dengan UU Penyandang Disabilitas dan dilakukan penguatan di mana pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang disabilitas dilaksanakan oleh Komite Paralimpiade Indonesia, organisasi olahraga penyandang disabilitas dan atau induk organisasi cabor ditingkat pusat dan daerah dengan menekankan kemampuan manajerial melalui pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan.
10 pokok bahasan disinggung dalam UU Keolahragaan
Selasa, 15 Februari 2022 20:50 WIB
KONI memiliki kewenangan memberikan rekomendasi kepada KOI untuk mengirim atlet di ajang internasional dan KOI harus melaksanakan rekomendasi KONI itu.