Jakarta (ANTARA) - Penyebaran pandemi COVID-19 begitu cepat menyebar keseluruh dunia dalam rentang waktu yang tidak begitu lama setelah Negara China mengumumkan adanya wabah virus tersebut di wilayah Wuhan untuk pertama kalinya pada bulan Desember tahun 2019, dengan ditemukannya kasus pneumonia berat yang menyebabkan kematian dan penyebabnya bukan dari Virus golongan MERS maupun SARS terjadi dalam rentang bulan Desember 2019.
Pemerintah China menindaklanjuti langkah pencegahan dengan menutup pasar grosir makanan laut Huanan yang diindikasikan merupakan sumber dari Virus tersebut (sumber: kompas.com).
Adanya kasus kematian yang disebabkan oleh Virus baru tersebut, informasi sangat cepat menyebar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Thailand, Jepang dan Amerika juga melaporkan adanya kasus yang sama di negara mereka.
WHO secara cepat merespon kasus kematian tersebut dengan menetapkan sebagai darurat kesehatan internasional di bulan Januari 2020. Semua negara di dunia, termasuk Indonesia mulai memberikan perhatian terhadap kasus wabah tersebut yang terjadi di Wuhan.
Informasi mengenai wabah COVID-19 (i-COVID) dengan cepat menyebar keseluruh pelosok dunia melalui teknologi informasi yaitu internet, dengan berbagai aplikasi media sosial seperti; YouTube, Facebook, WhatsApp, Tweeter, Instagram dan berbagai media sosial lainnya.
Kecepatan penyebaran informasi tersebut melebihi kecepatan dari penyebaran virus COVID-19-nya sendiri. Penyebaran informasi yang begitu cepat dan masif mengenai wabah Virus COVID-19 (i-COVID) seharusnya dapat menjadi peringatan bagi seluruh dunia untuk mewaspadai potensi penyebaran wabah tersebut di negara masing-masing.
Akan tetapi yang terjadi tidak demikian, banyak negara yang tidak memanfaatkan informasi yang begitu cepat diterima untuk mengantisipasi dengan membuat perencanaan atau mitigasi jika wabah tersebut menyebar di wilayahnya.
Begitu juga dengan Indonesia, khusunya pemerintah yang tidak dapat memanfaatkan informasi yang diterima dengan melakukan perencanaan-perencanaan terkait mitigasi risiko terhadap dampak yang akan terjadi jika wabah tersebut menyebar di wilayah tanah air Indonesia.
Salah satunya yang tidak diantisipasi oleh pemerintah adalah adanya potensi penyebaran informasi hoax wabah COVID-19 (i-COVID) yang dapat meyebabkan kepanikan di masyarakat sehingga akan mengganggu tatanan normal sosial dan ekonomi.
Dua bulan setelah informasi mengenai wabah mematikan yang terjadi di Wuhan, tepatnya di tanggal 2 Maret 2020, pemerintah Indonesia mengumumkan secara resmi dua WNI positif terpapar wabah virus COVID-19 (sumber: kompas.com) dengan kasus kematian pertama pasien ke-25 pengidap COVID-19 pada tanggal 11 Maret 2020 di Rumah Sakit Sanglah, Bali. Inilah awal dari kepanikan yang terjadi di masyarakat.
Informasi wabah COVID-19 (i-COVID) yang mematikan dengan cepat beredar dari masyarakat ke masyarakat melalui media sosial secara masif dari waktu ke waktu. Berbagai macam informasi baik informasi yang berisi berita serius sampai dengan berita lucu yang dilengkapi dengan gambar maupun meme dan video yang terkait dengan wabah COVID-19.
Bahkan disebagian besar masyarakat di Indonesia, wabah COVID-19 menjadi bahan lelucon yang tidak lucu dan cenderung dipaksakan untuk menutupi kegalauan maupun ketakutan dalam diri individu masing-masing.
Puncaknya adalah dengan mulai beredarnya informasi atau i-COVID yang semakin banyak penduduk terpapar oleh wabah COVID-19 tersebut. Kepanikan mulai terjadi, ketika penyebaran informasi wabah COVID-19 (i-COVID) yang secara masif beredar beritaberita hoax mengenai korban penyebaran wabah COVID-19 sehingga membuat rasionalitas masyarakat menjadi hilang dengan melakukan aksi panic buying atau kepanikan dalam membeli segala sesuatu yang berhubungan dengan informasi-informasi yang beredar.
Barang-barang yang tidak semestinya dibeli secara banyak bahkan habis diborong oleh masyarakat maupun yang memanfaatkan kepanikan masyarakat untuk mencari keuntungan. Vitamin, masker, sabun cair antiseptik, cairan pembersih, cairan disinfektan menjadi barang favorit yang habis dipasaran. Harga barang-barang tersebut pun mulai meningkat tajam bahkan diluar kewajaran harga yang seharusnya. Hukum ekonomi berjalan dengan sempurna, permintaan tinggi tapi ketersediaan barang sedikit menyebabkan harga naik sangat tajam diluar kewajaran.
Bermunculan video tutorial dalam youtube mengenai cara pembuatan antiseptik dan disinfektans yang dibuat oleh masyarakat umum yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan dunia farmasi maupun kesehatan serta tidak memenuhi kaidah ilmiah dalam bidang farmasi dan kedokteran yang justru akan menimbulkan dampak negatif terhadap penggunanya.
Hal ini dimanfaatkan oleh para penimbun yang mencari keuntungan sesaat dalam masa sulit yang disebabkan oleh aliran informasi wabah COVID-19 (i-COVID) yang begitu masif beredar di masyarakat meskipun penyebaran wabah virus COVID-19 masih belum begitu banyak mengakibatkan pasien yang positif terpapar.
Penolakan pemakaman pasien yang meninggal oleh warga setempat dan menyebabkan keresahan antar warga merupakan salah satu contoh dampak tatanan sosial yang diakibatkan penyebaran berita hoax dari informasi COVID-19 (i-COVID).
Berdasarkan berita dari detiknews.com pada tanggal 16 April 2020, "Kementerian Informasi sudah mendeteksi lebih dari 1.125 berita hoax atau informasi yang tidak benar, di berbagai media di internet," ujar juru bicara pemerintah terkait penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, dalam konferensi pers di BNPB, Kamis (16/4/2020).
Sudah pasti, berita hoax mengenai wabah pandemi COVID-19 (i-COVID) menjadi alat propaganda yang mempunyai maksud tertentu untuk membuat kepanikan di masyarakat sehingga akan menguntungkan sipembuat kepanikan tersebut.
Jadi, bisa dibayangkan sekarang, dampak sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh penyebaran berita hoax melalui internet sosial media (i-COVID) jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan wabah virus COVID-19 sendiri.
Penyebaran informasi hoax wabah COVID-19 (i-COVID) yang begitu masif dan cepat beredar di masyarakat menyebabkan kepanikan yang luar biasa sehingga mengganggu keberlangsungan tatanan hidup masyarakat baik sosial maupun ekonomi secara masif dan terstruktur yang akan berdampak lama dengan ekses negatif yang berbahaya dalam jangka panjang dibanding dengan dampak wabah COVID-19 nya sendiri.
*Penulis adalah Pakar Strategi Manajemen dan Perilaku Konsumen
"I-COVID" tidak kalah berbahaya dibanding COVID-19
Senin, 27 April 2020 20:23 WIB
Kecepatan penyebaran informasi tersebut melebihi kecepatan dari penyebaran virus COVID-19-nya sendiri.