Bogor (Antara) - Produk ini sedikit nakal, banyak hal-hal nyeleneh dari produk permen ini, demikian penggalan kata yang disampaikan oleh Prof Dr Ir C Hanny Wijaya saat memperkenalkan produk Cajuput Candy hasil temuannya di Bogor baru-baru ini.
Kalimat "nakal" yang diutarakan guru besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) Fateta Institut Pertanian Bogor itu menarik minat untuk mengenal tentang Cajuput Candy yang penelitiannya telah dimulai sejak tahun 1997 lalu.
Prof Hanny bersama tim telah mengembangkan minyak kayu putih menjadi produk pangan fungsional sebagai pelega tenggorokan yang memiliki rasa unik, nikmat dan memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh.
Cajuput Candy merupakan produk konfeksioneri alami berupa permen keras (hard candy) dengan kandungan senyawa aktif dari minyak atsiri tanaman herbal Indonesia kayu putih, dibuat dari bahan-bahan alami yang terdiri dari glukosa, gula pasir, cajuput oil, pappermint dan air.
Terlihat sederhana sekali, tidak ada bahan luar biasa dalam kandungan permen pelega tenggorakan ini, hampir sama dengan pembuatan permen lainnya. Namun, lewat Cajuput Candy inilah Prof Hanny memperoleh sejumlah penghargaan bertaraf nasional.
Cajuput Candy mampu meraih penghargaan Paten Sederhana di tahun 2003, Inovasi 103 BIC dari Kementerian Riset dan Teknologi di tahun 2011 dan Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa (AKIL) tahun 2012.
Hanny mengatakan, kata "nakal" dalam produk itu maksudnya karena permen ini punya cita rasa unik dan nikmat.
Berawal dari history ide pembuatan permen tersebut, ternyata sang Profesor ini memiliki kebiasan yang umumnya sebagian masyarakat Indonesia melakukannya, terkait khasiat minyak kayu putih yang baik untuk penghangat tubuh, terutama pada anak bayi hingga balita, bahkan orang dewasa.
Menggunakan minyak kayu putih dengan membalurkan ke seluruh tubuh menjadi tradisi sebagian bangsa Indonesia dari mulai dia bayi, hingga balita, remaja bahkan dewasa.
"Ketika kita masuk angin, keluhan kesehatan yang kerap dialami, diyakini bila dibalur minyak kayu putih akan menghilangkan anginnya. Dan yang lebih ekstrim lagi, beberapa orang menyakini bila meminum minyak kayu putih khasiatnya lebih baik bila dibandingkan hanya sekedar dibalur ke tubuh," katanya.
"Kebiasaan saya dari kecil yang diajarkan oleh ibu dan nenek saya. Kalau misalnya masuk angin, teteskan minyak angin ke air minum lalu diminum. Kadang ada yang lebih ekstrim, meneteskan langsung minyak kayu pitih ke mulut untuk diminum. Ini yang saya maksud nakal," ujar ibu satu anak itu.
Terjawab sudah kenapa sang Profesor menyebutkan permen hasil penelitiannya sebagai permen nakal. Karena kebiasaan tidak lazim mengkonsumsi minyak kayu putih ditransformasikannya menjadi permen yang bisa dinikmati oleh orang banyak, terutama yang meyakini khasiat kayu putih.
Oleh-oleh dari Indonesia.
Banyak hal menarik dari "permen nakal" Cajuput Candy ini. Setiap orang akan berkerut keningnya bila ditawarkan permen kayu putih tersebut. Karena ketidaklaziman minyak kayu putih dikonsumsi sebagai permen, bahkan ada yang menolak untuk mencicipinya.
"Kayu putih kok diminum, aneh aja rasanya," ujar salah satu rekan wartawan saat ditawari Cajuput Candy.
Berbeda dengan di luar negeri, Profesor Hanny menceritakan pengalamannya membawa Cajuput Candy ke sejumlah negara yang sempat didatanginya berhubung begitu banyak teman yang selalu meminta oleh-oleh dari Indonesia.
Selain mengajar di IPB, Profesor Hanny juga mengajar di salah satu universitas di Jepang. Setiap kali kembali ke Indonesia, ia selalu ditagih oleh rekan kerja maupun teman-teman yang ada di negeri Sakura tersebut.
"Lumayan juga setiap kali pulang lalu kembali, ditagih oleh-oleh kan lumayan juga uangnya untuk membelikan oleh-oleh. Saya terpikir untuk mengembangkan apa nih yang bisa saya kembangkan untuk dijadikan cendramata," ujarnya.
Dorongan inilah yang membuat Profesor Hanny tergerak untuk membuat sesuatu yang bisa menjadi cendramata dari Indonesia, tapi memiliki manfaat lebih, dan digemari.
"Kebetulan saya suka sekali permen. Terpikir memanfaatkan potensi yang ada di Indonesia, buat produk yang murah meriah dan ramah terhadap isi kantong," ujarnya.
Teringat akan sejarah masa lalu, Indonesia dijajah karena memiliki kekayaan alam terutama cengkeh, dan tanaman lainnya termasuk kayu putih (Melaleuca cajuputi Roxb). Profesor Hanny bersama tim dosen dan mahasiswa bimbingannya serta teknisi mengerjakan proyek membuat permen minyak kayu putih ini.
Hampir seluruh bahan pembuatan Cajuput Candy berasal dari Indonesia, termasuk ekstrak kayu putih yang daunnya diambil dari Pulau Buru, Maluku dan diekstrak oleh petani lokal.
Cajuput Candy telah menjadi oleh-oleh Profesor Hanny bila bepergian ke luar negeri sejumlah negara yang sudah didatanginya seperti Jepang, Australia, Philipina dan beberapa negara lainnya.
"Beberapa teman yang saya berikan permen ini kadang suka nagih bila saya kembali ke Indonesia, untuk minta dibawakan lagi," ujarnya.
Tidak hanya sebagai oleh-oleh, Cajuput Candy juga pernah didapuk menjadi souvenir pernikahan. Frendy Ahmad Afaudi menjadikan permen kayu putih ini sebagai souvenir di pernikahannya pada 2013 lalu.
"Unik saja menjadikannya sebagai souvenir, selain murah sekaligus mensosialisasikannya," ujar asisten peneliti Cajuput Candy itu.
Selain itu, Cajuput Candy juga selalu ikut dalam bazaar dan pameran produk-produk Usaha Kecil Menengah (UKM) yang diselenggarakan oleh sejumlah instansi baik dari Kementerian Perindustrian, Perdagangan, maupun dinas terkait.
Menurut Frendy, beberapa orang yang telah mengenal permen Cajuput Candy menjadi ketagihan. Bahkan diyakini sebagai obat untuk berhenti merokok, radang tenggorokan dan influenza.
"Termasuk saya sendiri, saya pernah terserang radang tenggorokan. Saya makan permen ini seperti minum obat, dan radang saya hilang," ujarnya.
Pasar dunia
Impian terbesar Profesor Hanny adalah menjadikan Cajuput Candy sebagai wakil Indonesia dalam pasar permen dunia yang memiliki cita rasa asli Nusantara.
Banyak permen pelega tenggorokan dijual di masyarakat mulai dari bermerk ternama hingga yang kelas menengah kebawah. Sebut saja Hexos yang sudah dikenal dengan cita rasa mint yang dimilikinya. Begitu juga dengan Ricola permen pelega tenggorokan dengan harga super mahal yang menawarkan cita rasa Swiss.
"Kalau Ricola membawa rasa Switzerland, maka Cajuput Candy membawa cita rasa Indonesia untuk lebih dikenal oleh dunia," ujarnya.
Saat ini, untuk komersialisasi Cajuput Candy ditangani sepenuhnya oleh PT Wahana Karya Inovasi sebagai tindak lanjut atas terpilihnya permen tersebut sebagai satu dari empat inovasi IPB yang telah disepakati untuk ditindaklanjuti kerja sama pemanfaatan, pengembangan dan komersialisasinya antara IPB dan swasta.
Komersialisasi produk dalam skala kecil telah dirintis sejak 2003-2005 oleh Pusat Study Biofarmaka-LPPM IPB dan dilanjutkan oleh PT Biofarindo hingga 2011, dengan penjualan pada pameran an outlet.
Penerimaan pasar yang menjanjikan terlihat pada tahap peralihan ketika permen diproduksi dalam skala industri (maklon informal) dan dipasarkan di kios atau kantin di dalam kampus dan outlet Serambi Botani.
Hingga saat ini (2014) omzet penjualan masih stabil dan permintaan akan produk cenderung meningkat. Selain itu produk ini juga menuai beberapa pernyataan (statement) positif tentang keunggulan produk sering diterima dari pihak konsumen.
Produk Cajuput Candy juga sudah terdaftar dengan merek dagang Cajuput candy original dan telah mendapat izin edar dari BPOM-RI dengan nomor MD 624410004005 serta sertifikat halal LP-POM MUI nomor 0010067461213.
Cajuput candy original saat ini dapat diperoleh di gerai-gerai Serambi Botani (Bogor, Jakarta, dll), Bread Unit IPB Dramaga, dan berbagai kantor dan toko di kawasan kampus IPB Dramaga, seperti L-Mart, dan Agrimart IPB. Produk ini juga telah dipasarkan melalui jejaring pemasaran grup IFA.
"Saat ini total produksi Cajuput candy mencapai 10.000 ton dipasarkan secara lokal," ujarnya.
Cajuput candy dijual dengan harga bervariasi, dalam satu kemasan isi 5 bungkus untuk di galeri Serambi Botani dijual Rp5.000 per bungkus. Sedangkan untuk pasaran toko atau warung di kampus IPB per bungkus dijual Rp3.000 dengan harga satuan Rp500 rupiah.
Bahan utama dari Cajuput candy ini adalah minyak atsiri dari tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi Roxb) yang diambil dari Pulau Buru, Kepulauan Maluku.
Tanaman kayu putih tidak hanya terdapat di Pulau Buru, Maluku, tapi hampir di setiap wilayah di Indonesia seperti di Jawa Tengah juga terdapat sentral kayu putih yang dibuat untuk minyak oles.
Menurut Profesor Hanny, dipilihnya kayu putih dari Pulau Buru berdasarkan dari penilitian komponen gas kromatografi yakni analisis kompenen penyusun sampel, Maluku secara organoleptik lebih disukai.
Namun, ketersediaan bahan utama kayu putih di Pulau Buru tengah menghadapi persaingan dengan banyaknya penambangan di wilayah tersebut. Kebanyakan petani beralih menjadi pekerja tambang karena mendapat kompensasi lebih besar dari pada menjadi penyuling kayu putih.
Jika hal ini dibiarkan, tidak menutup kemungkinan keberadaan kayu putih di Pulau Buru akan habis, karena banyak masyarakat yang beralih menjadi penambang.
"Adanya pemanfaatan kayu putih sebagai produk konfeksioneri juga secara tidak langsung memberikan keuntungan bagi petani kayu putih setempat," ujarnya.
Pemanfaatan potensi kimiawi kandungan senyawa aktif dari minyak atsiri tanaman herbal Indonesia atau biasa dikenal sebagai kayu putih, sebagai salah satu ingredient dalam Cajupust candy merupakan inovasi peningkatan nilai ekonomis minyak kayu putih, pelestarian kekayaan herbal khas Indonesia, sekaligus produk pangan fungsional dengan cita rasa khas Indonesia.
Upaya pemanfaatan potensi biota lokal Indonesia yang dipadu dengan trend kebutuhan masyarakat dnia akan pangan fungsional yang ¿enak¿ membuat prospek bisnis Cajumpus candy menjanjikan. Sebagai gagasan awal penelitian menyediakan produk kreatif yang praktis, murah meriah dan memberikan manfaat plus sebagai oleh-oleh khas Indonesia.
Profesor Hanny bersama timnya kembali mengembangkan penelitian lanjutan dari Cajupust candy.
Dari hasil penelitian lanjutan menunjukkan permen ini juga mempunyai potensi menjaga homeostasis mikroflora mulut atau dapat berfungsi sebagai "oral health care" khususnya untuk pencegah karies pada gigi sekaligus dapat mencegah infeksi sariawan pada mulut.
Sejalan dengan perkembangan penelitiannya, pada tahun 2012 telah diperoleh varian baru yaitu Cajupust candy non sukrosa rendah kalori dengan ingredient utama yaitu isomalt yang diperkaya flavor buah.
Penelitian lanjutan tahun 2013 menunjukkan bahwa komposisi "flavor cajuput candy" dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan biofilm oleh Streptococcus mutans (mirkoba penyebab karies gigi), serta mampu menekan viabilitas Candida Albicans sebagai mikroba penyebab infeksi pada luka di rongga mulut (sariawan).
"Saat ini masih diteliti kemampuan produk dalam menjaga homeostasis flora mulut secara invitro. Efek penghambatan terhadap pertumbuhan streptococcus mutans, yang dapat menjadi indicator kesehatan mulut dan gigi," ujarnya.
Formulasi penelitian terbaru ini lanjut Profesor Hanny, menghasilan Cajupust candy non-sukrosa dengan kesan yang lebih "soft" dan "mouthfeel" yang lebih lembut. Pengajuan paten terkait kemampuan fisiologis cajuput dalam menjaga homeostatis mulut masih dalam proses pendaftaran paten P00201201030.
Profesor Hanny berkomitmen, ide nakalnya menjadikan kayu putih sebagai inovasi produk pangan berupa permen yang berkualitas dan mampu mengenalkan Indonesia ke manca negara melalui Cajuput candy. Ia pun berharap Indonesia mampu menjadi produsen permen hebal bercitarasakan nusantara yang akan dikenal luas di dunia.
***2***
T.KR-LR
Cajuput candy, "permen nakal" ciptaan dosen IPB
Kamis, 27 Februari 2014 12:32 WIB