Bogor (Antaranews Bogor) - Peta rawan bencana yang dihasilkan Badan Informasi Geospasial telah mengacu pada keakurasian data yang dikoreksi secara periodik sehingga berperan dalam membantu mengambil keputusan oleh institusi yang menggunakannya, kata Sekretaris Utama lembaga itu Budhi Andono Soehadi.
"Memang belum semua wilayah punya peta rawan bencana tapi hampir semua sudah, terutama di kawasan rawan," ujar Budhi Andono Soehadi, kepada wartawan usai penandatangan MoU antara Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jumat.
Budhi mengatakan, saat ini memang Indonesia dalam keadaan darurat bencana. Hal ini salah satunya disebabkan karena pulau-pulau di Indonesia terletak di jalur-jalur "ring of fire" mulai dari Sumatera hingga Papua.
Dikatakannya, adanya Undang-Undang tetang kebencanaan dan berdirinya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dimana dalam Undang-Undang tersebut diamanatkan bahwa setiap daerah harus mempunyai Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Namun, lanjut Budhi, belum semua wilayah memiliki BPBD. Sementara BNPB dan BPBD harus memiliki peta kebencanaan sebagai acuan dalam penanggulangan bencana.
"Kami dari BIG membantu membuat peta rawan bencana yakni peta tematik karena memetakan kebencaan, dan itu sudah dikerjasamakan dengan BNPB," ujar Budhi.
Dengan belum semua wilayah memiliki peta rawan bencana karena belum seluruh wilayah tersebut memiliki BPBD sebagai institusi yang memegang peta kerawanan bencana tersebut.
Dikatakannya, saat ini BIG telah membuat peta rawan bencana khususnya bagi kawasan rawan seperti DKI Jakarta untuk rawan banjir, Padang, Jawa dan juga Jawa Barat baik longsor maupun banjir serta gunung merapi.
Peta-peta ini, lanjut Budhi secara periodik setiap enam bulan sekali dikoreksi secara ortometik oleh BIG sebagai akurasi.
"Data yang diberikan LAPAN merupakan data dasar hanya berupa citra, supaya bisa terlihat gambarnya karena posisi belum ortogonal, dilakukan koreksi oleh BIG jadilah peta dasar dan tematik. Secara periodik data tersebut diperbaharui dari LAPAN dan data ini bisa dilihat seluruh masyarakat di situs BIG tanahair.indonesia.go.id, semua bisa akses situs ini," ujarnya.
Budhi mengatakan, dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 2011 yang mengamanatkan informasi geospasial dasar itu diselenggarakan oleh BIG. Sedangkan informasi geospasial (IG) tematik tergantung tema dan dikerjakan oleh masing-masing lembaga terkait.
"Dari dua hal tersebut, kita bisa memanfaatkan IG, kalau data dasarnya benar, maka pengambilan keputusannya benar. Karena IG digunakan dari tingkat level tertinggi presiden sampai ke bawah," ujarnya.
Deputi Informasi Geospasial Tematik, Nurwadjedi menambahkan, dalam satu tahun BIG hanya mampu membuat peta rawan bencana untuk 15 kabupaten maupun kota. Hingga kini baru 100 kabupaten yang peta rawan bencana telah selesai dikerjakan.
"Kita memiliki keterbatas sumber daya manusia, karena peta ini tidak mudah membikinnya. BIG harus kerja sendiri, sehingga kami membagi tugas, kapasitas pertahun hanya bisa mengerjakan 15 kabupaten ataupun kota," ujarnya.
BIG dorong wilayah miliki peta rawan bencana
Sabtu, 25 Januari 2014 12:03 WIB