Depok (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) Prof. Nafrialdi mengingatkan peran penting Farmakovigilans untuk keamanan obat guna mewujudkan pelayanan kesehatan yang aman dan efektif bagi individu dan masyarakat Indonesia.
“Dalam penggunaan obat, efek samping merupakan hal yang melekat (inheren) dengan obat. Tugas kita adalah memaksimalkan efek baik obat dan meminimalkan risiko efek sampingnya,” kata Prof. Nafrialdi di kampus UI Depok, Jawa Barat, Selasa.
Prof. Nafrialdi menjelaskan Farmakovigilans sebagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan deteksi, penilaian, pemahaman, dan pencegahan Efek Samping Obat (ESO) atau masalah terkait obat lainnya.
Farmakovigilans bertujuan meningkatkan kesehatan dan keselamatan masyarakat terkait penggunaan obat serta mendorong penggunaan obat yang rasional, efektif, dan aman.
Baca juga: Indonesia hadapi beban ganda penyakit kronik
Baca juga: Guru besar UI sebut peran perawat komunitas wujudkan generasi sehat 2045
Ia menilai Farmakovigilans penting karena meski obat sudah diteliti dengan cermat dan lolos uji klinik sebelumnya, hal itu tidak menjamin obat tersebut aman sepenuhnya.
"Beberapa efek samping yang frekuensinya jarang, umumnya tidak terdeteksi saat uji klinik, karena jumlah pasien yang diikutkan dalam uji klinik terbatas," katanya.
Prof. Nafrialdi mengatakan kegiatan Farmakovigilans adalah mengumpulkan laporan efek samping obat dan menganalisis keterkaitan obat dengan efek samping yang terjadi.
Analisis kausalitas ini menjadi dasar pengambilan keputusan terhadap obat yang beredar.
"Bila suatu obat menimbulkan efek samping yang membahayakan, tim Farmakovigilans akan merekomendasikan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menarik obat tersebut dari peredaran, atau mengubah indikasi penggunaannya,” ujar Prof. Nafrialdi.
Baca juga: Guru Besar UI tawarkan budaya informasi untuk pulihkan dan perkuat sistem organisasi
Di tingkat nasional, kata dia, Tim Nasional Farmakovigilans berperan penting dalam pengkajian laporan efek samping obat di Indonesia, meliputi obat secara umum dan obat khusus dalam program nasional Tuberkulosis (TBC).
Jumlah pelaporan efek samping obat di Indonesia masih tergolong amat rendah dibanding negara lain. Di kawasan Asia Tenggara, kata dia, urutan pelaporan ESO adalah Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Indonesia berada pada posisi kelima.
“Aktivitas farmakovigilans yang kuat harus dilaksanakan bersama-sama melibatkan masyarakat, perawat, dokter, farmasis, industri farmasi, dan pemerintah. Pelatihan yang berkesinambungan perlu diberikan kepada tenaga kesehatan, terutama tim farmakovigilans, agar dapat membuat laporan yang baik dan lengkap. Semua usaha ini akan bermuara pada terwujudnya pelayanan kesehatan yang efektif dan aman untuk masyarakat,” ujar Prof. Nafrialdi.
