Jakarta (Antaranews Megapolitan) - Berikut ini penilaian dari Pakar UGM Yogyakarta terkait soal kebijakan keamanan Jepang.
Pakar Hubungan Internasional UGM Yogyakarta Siti Daulah Khoiriati menilai kebijakan keamanan Jepang selalu mempertimbangkan hubungan dengan tiga negara.
"Jepang menghadapi China, Korea Utara, dan Rusia, yang dalam persepsi masyarakatnya merupakan negara yang tidak ramah. Ada kaitannya dengan sejarah masa lalu yang buruk," kata Siti saat dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.
Hal tersebut dia sampaikan mengingat munculnya kembali wacana revisi konstitusi yang menyasar pada perubahan kebijakan keamanan Jepang yang menjadi perhatian publik.
Pertimbangan terhadap ketiga negara ini, katanya melanjutkan, menjadi faktor eksternal dari pembentukan kebijakan keamanan Jepang.
Meski telah memiliki hubungan diplomatik resmi, kecuali dengan Korea Utara, hubungan Jepang dengan ketiga negara tersebut memang belum sepenuhnya membaik setelah Perang Dunia II.
Jepang masih memiliki sengketa wilayah di bagian Utara dengan Rusia, sementara dengan China terlibat sengketa di Pulau Senkaku, sedangkan dengan Korea juga mengalami hal serupa di Pulau Takeshima atau Dokdo dalam versi Korea.
"Dari sengketa wilayah ini juga memunculkan kecurigaan dan persinggungan ketika salah satu negara melakukan patroli maritim atau udara. Hal ini membuat Jepang semakin serius memikirkan pertahanannya secara mandiri," pungkas Siti.
Selain itu, ketiga negara ini juga memiliki kekhawatiran terhadap rencana perubahan konstitusi Jepang yang dikhawatirkan akan terjadi pengulangan sejarah pada era Perang Dunia II.
Sementara dari faktor internal, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memiliki keinginan kuat untuk mewujudkan pertahanan nasional secara utuh dan nyata.
Hal tersebut terlihat dari munculnya kembali wacana perubahan konstitusi Jepang terutama pada pasal 9 yang mengatur pertahanan Jepang.
"Pemerintahan Abe termasuk yang agak keras, dalam arti dia ingin membawa Jepang pada kekuatan yang riil. Jika Jepang tidak bisa mengandalkan Amerika Serikat maka sudah saatnya untuk mempersenjatai diri," kata Siti saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin.
Meski memiliki Pasukan Bela Diri (JSDF), namun Jepang tidak memiliki militer dengan kemampuan ofensif karena dilarang dalam konstitusi, serta Jepang telah terikat kesepakatan payung perlindungan keamanan dari AS.
Editor Berita: B. Situmorang.
Pakar UGM soal kebijakan keamanan Jepang
Kamis, 21 Juni 2018 6:25 WIB
Jepang menghadapi China, Korea Utara, dan Rusia, yang dalam persepsi masyarakatnya merupakan negara yang tidak ramah. Ada kaitannya dengan sejarah masa lalu yang buruk.