Jakarta (ANTARA) - Sejumlah pendukung Presiden AS Donald Trump kerap menyampaikan, baik dalam bentuk komentar maupun meme populer di beragam media sosial, bahwa Trump sebenarnya sedang bermain catur 4D (4 dimensi).
Selama 100 hari pertama periode kedua kepresidenan Donald Trump sejak dirinya dilantik pada 20 Januari 2025, apakah benar Trump sedang bermain catur 4D?
Menurut Sachs, yang telah menulis sejumlah buku terlaris versi New York Times seperti The Price of Civilization: Reawakening American Virtue and Prosperity (2011), menyatakan bahwa Trump sebenarnya "bermain poker".
Sachs berpendapat bahwa poker sebenarnya adalah permainan yang intinya "menggertak" lawan dengan kartu yang dimiliki, padahal sebenarnya Trump tidak memiliki kartu yang kuat untuk melakukan gertakan itu.
Salah satu gertakan dalam "permainan poker" Trump tentu saja adalah kebijakan tarif globalnya.
Sachs mengemukakan bahwa Trump beranggapan bahwa pasar AS sangatlah penting bagi perekonomian setiap negara di dunia sehingga AS pada dasarnya memiliki leverage (daya ungkit) yang akan membuat negara lain pasti akan manut saja terhadap permintaan AS.
"Pemikiran itu mungkin benar 25 tahun lalu. (Namun), saya pikir hal itu saat ini adalah pandangan yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman," lanjutnya.
Mengapa demikian? Sachs mengingatkan bahwa jumlah produk AS yang dijual ke berbagai negara di seluruh dunia pada saat ini tidaklah cukup besar (berbeda dengan puluhan tahun lalu) untuk membuat sebagian negara di dunia akan mengubah seluruh kebijakan luar negeri dan orientasi ekonominya hanya karena ancaman dari AS.
Pada saat ini, ungkap Sachs, impor dari AS secara keseluruhan hanya kira-kira 12-13 persen dari seluruh impor global, sehingga dampak kepada pasar dunia juga meski tinggi, tetapi tidaklah sangat besar.
Ia juga menuturkan adanya anggapan bahwa ketika AS memblokir perdagangan dengan China, maka produk China akan membanjiri pasar Eropa sehingga Uni Eropa akan membuat penghalang dan akan bergabung dengan koalisi anti-China pimpinan AS, padahal prediksi itu kurang tepat.
Kondisi yang muncul akibat dari berbagai kebijakan perekonomian Trump adalah anjloknya pasar saham serta turunnya indeks kepercayaan konsumen, dan potensi pengangguran meningkat.
Tidak heran pula bila banyak pakar ekonomi serta bank sentral AS, yaitu Federal Reserve, memperingatkan akan kemungkinan adanya resesi ke depannya di AS.
BBC dalam analisisnya terhadap 100 hari Trump menyatakan bahwa bagi para pendukungnya, berbagai kebijakan yang mengejutkan merupakan aksi nyata seorang presiden untuk menepati janji dalam melakukan reformasi yang telah lama ditunggu-tunggu.
Namun, BBC mengemukakan bahwa para pengkritik khawatir bahwa Trump akan menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bagi negara dan melampaui kewenangannya, sehingga juga bakal melumpuhkan fungsi-fungsi penting pemerintahan.
Apalagi, Wakil Presiden JD Vance pada beberapa pekan setelah Trump diangkat sebagai kepala negara AS, menulis dalam platform X yang menyatakan bahwa intinya para hakim tidak diperbolehkan mengendalikan kekuasaan eksekutif yang sah.
Dengan menggunakan kendalinya atas Departemen Kehakiman sebagai senjata, Trump telah memerintahkan penyelidikan terhadap musuh-musuh politik. Ia telah memangkas sebagian besar pegawai negeri, dengan memberhentikan lebih dari 100.000 pegawai federal, lanjut laporan media itu.
Tidak lupa pula bahwa Trump telah memicu perang dagang dengan melepaskan langkah serangkaian tarif yang menyebabkan pasar anjlok. Tidak heran bila Time mengutip seorang pejabat senior pemerintahan AS yang berkata bahwa "Keberhasilan kami (pemerintahan AS) bergantung pada kemampuannya (Trump) untuk mengejutkan Anda."
Berbagai kebijakan Trump memang telah memberikan banyak kejutan bagi dunia.
"Permainan poker" yang berani dan berisiko tinggi dari Trump, berpotensi membawa banyak dampak bagi masa depan AS, yaitu runtuhnya kelembagaan, melemahnya aliansi, serta membuat AS semakin terisolasi.
Baca juga: China bantah ada negosiasi dengan AS soal tarif impor
Baca juga: Indonesia utamakan kepentingan nasional dalam negosiasi tarif dengan AS