Jakarta (ANTARA) - Kemajuan teknologi saat ini sudah mampu menciptakan energi baru yang lebih bersih dan berkelanjutan, salah satunya dengan mengolah sampah yang dapat bertransformasi menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Pemerintah pun sangat serius melihat potensi dari PLTSa ini, bahkan telah menargetkan bahwa limbah-limbah sampah yang dihasilkan masyarakat dapat diolah menjadi listrik dan bahan bakar minyak (BBM) di 30 kota besar Indonesia pada 2029 mendatang. PLTSa ini diharapkan mampu menyumbang listrik 20 megawatt di tiap kota.
Pemerintah tengah melakukan penyatuan tiga Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengelolaan sampah guna mendukung upaya pemanfaatan sampah menjadi energi listrik lewat PLTSa.
Adapun tiga Perpres yang disatukan itu adalah Perpres Nomor 97 Tahun 2017 tentang kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan, serta Perpres Nomor 83 Tahun 2018 tentang penanganan sampah di laut.
Nantinya, aturan tersebut akan mencakup berbagai jalur perizinan pengolahan sampah hingga skema biaya listrik dari PLTSa sebesar 19,20 sen per kilowatt hour (kWh). Jumlah itu berada di atas penetapan tarif listrik dari PLTSa yang ditetapkan PLN yaitu 13,5 sen per kWh. Selisih itu rencananya akan dipenuhi dengan subsidi dari Kementerian Keuangan.
Penggabungan ketiga Perpres ini pun dipercepat guna mewujudkan tata kelola pengolahan sampah menjadi energi listrik dapat berjalan lebih baik dan tidak membingungkan.
Selama ini aturan terkait perizinan pengelolaan sampah terlalu berbelit-belit. Pengurusan izin harus melewati berbagai kementerian/lembaga dan instansi terkait lainnya.
Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan menilai bahwa perizinan tersebut dapat membuat investor yang melihat peluang baru dari sampah ini jadi mundur, dan rencana pengolahan menggunakan teknologi pun tidak jadi dilanjutkan.
Ia lantas memutuskan untuk melebur ketiga Perpres, dengan harapan dapat menyederhanakan aturan dan memotong proses perizinan. Nantinya, untuk melakukan pengolahan sampah menjadi energi listrik, hanya perlu melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saja dan langsung diteruskan ke PT PLN (Persero).
"Kita akan selesaikan cepat, bagaimana rantai pengolahan sampah yang begitu panjang perizinannya itu dibersihkan," kata Zulhas.
Regulasi yang disederhanakan dan penyesuaian tarif listrik dari PLTSa ini, diyakini dapat menarik lebih banyak investasi swasta untuk terlibat dalam bisnis di sektor pengolahan sampah.
Selain itu, melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), proyek pengelolaan sampah diharapkan berjalan efektif tanpa terlalu membebani anggaran negara.
Saat ini sudah beberapa negara yang tertarik untuk berinvestasi seperti Singapura, Korea Selatan, Jepang, China dan Eropa. Namun, mereka juga masih wait and see terkait dengan regulasinya.
Yang tercatat sudah mulai melakukan tugasnya antara lain Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Benowo, Surabaya, Jawa Timur dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang di Bekasi, Jawa Barat.
Kehadiran dua tempat tersebut, diharapkan dapat menjadi inspirasi dan diikuti oleh kota-kota lain di Indonesia. Sebab, kunci utama untuk menjadi kota yang cerdas adalah terdapat tempat pengelolaan sampah yang modern.
Baca juga: UI-Paiton Energy hadirkan pembangkit listrik tenaga sampah 234 KWH
Baca juga: PLTSa di Bangka Selatan berhasil dioperasikan
Baca juga: Ini Daya Listrik Yang Dihasilkan PLTSa Bekasi