Solo (ANTARA) - Apa yang tidak dikorupsi di negeri ini? Pertanyaan ini tak jarang muncul di publik.
Makin pemangku kewenangan di negeri ini bertekad memberantas dan mencegah korupsi, tetapi makan marak korupsi terjadi di berbagai kesempatan dan komoditas.
Pelaku kejahatan seolah tak memiliki sedikit pun rasa takut untuk mengutak-atik dengan melakukan berbagai kecurangan, manipulasi, pemalsuan, penipuan, atau apapun bentuk pelanggaran hukum, terhadap barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Menyusul BBM oplosan yang melibatkan para petinggi Pertamina, kini muncul kejahatan dalam peredaran dan isi minyak goreng bersubsidi pemerintah, Minyakita.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan tidak boleh ada kompromi untuk penindakan hukum terkait pelanggaran takaran MinyaKita di pasaran. Menteir sudah berkoordinasi Kepala Kepolisian RI untuk menindak tegas pihak yang melakukan kejahatan tersebut.
Andi Amran Sulaiman menemukan volume minyak rakyat MinyaKita tidak sesuai takaran di Pasar Gede, Kota Surakarta, Jawa Tengah meski sesuai harga eceran tertinggi, yakni Rp15.700 per liter.
"Yang botol ini kurang, hanya 900 ml, jadi kurang 100 ml. Harganya sesuai HET tapi masih kurang, ini harus diperbaiki," katanya pada peninjauan ketersediaan sembilan bahan pokok jelang Lebaran 2025 di Kota Surakarta, Selasa.
Ia mengatakan sebelumnya juga ditemukan MinyaKita dengan kemasan 1 liter namun isinya hanya 750 ml.
"Jadi kurang 25 persen. Kalau ini kurangnya 10 persen. Artinya tingkat kesadaran mulai meningkat karena tiga hari lalu masih kurang 25 persen ini tinggal 5-10 persen," katanya.
Terkait hal itu, ia meminta kepada Satgas Pangan dan Polresta Surakarta untuk segera menindaklanjuti indikasi penyimpangan itu.
"Ikuti kenapa kurang," katanya.
Ia meminta kepolisian tidak menindak pengecer maupun penjual di pasaran namun pada tingkat produsen. "Jangan ditindak pengecer, penjualnya. Mereka hanya cari keuntungan Rp1.000-2.000, cari rejeki di Ramadhan jangan diganggu. Cari produsen, di mana memproduksi ini. Harus ditindak, harus konsisten. Tindak tegas mereka," katanya.
Tak boleh kompromi
Menteri Pertanian menegaskan siapa pun tidak boleh ada kompromi dalam menyikapi pelanggaran soal MinyaKita ini.
"Karena kalau kita kompromi sama dengan berternak kejahatan dan korbannya adalah rakyat," katanya.
Mengenai MinyaKita yang dijual tidak sesuai takaran yang tercantum 1 liter pada kemasan, pihaknya juga sudah melakukan komunikasi dengan Menteri Perdagangan Budi Santoso.
"Kami kompak dengan Pak Menda, justru informasi awal dari Pak Mendag dan kami mengecek di lapangan, jadi kami kompak dengan beliau," katanya.
Ia mengatakan, seluruh aparat penegak hukum juga terus bekerja mengawasi di lapangan.
"Tadi saya cek langsung masih ada yang kurang tapi tidak seperti empat hari lalu, jadi ada perubahan," katanya.
Sejauh ini, aparat penegak hukum sudah menyegel lima tempat produksi MinyaKita yang menjual tidak sesuai takaran.
"Hari Sabtu ada tiga, tadi dua, jadi lima yang kami dapatkan. Pasti kami tindak, kayaknya sudah disegel, kami koordinasi dengan Pak Mendag agar disegel. Tidak ada ruang untuk mempermainkan rakyat kecil, kalau bisa dipidana pasti dipidana," katanya.
Sementara itu, mengenai temuan MinyaKita di Pasar Gede yang tidak sesuai dengan takaran 1 liter, Wali Kota Surakarta Respati Ardi mengatakan sudah melakukan koordinasi dengan aparat bidang perekonomian.
"Kami cek di sana, memang ada selisih sedikit. Tadi memang Pak Mentan sudah ngecek, ada miring sedikit. Kami dari Tim Satgas Pangan berkomunikasi dengan produsen agar lebih teliti lagi supaya berat bersihnya betul-betul 1 liter," katanya.
Ia mengatakan jika pada kasus tersebut murni ada pelanggaran dan bisa dikenakan sanksi maka akan langsung dikomunikasikan dengan kepolisian.
Tersangka
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus areskrim Polri selaku Satgas Pangan Polri menetapkan satu tersangka dalam kasus minyak goreng MinyaKita yang tidak sesuai takaran dengan yang tertera pada label kemasan.
“Dalam perkara ini, penyidik telah menetapkan satu orang tersangka, yaitu inisial AWI,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Pol. Helfi Assegaf di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa.
Peran AWI adalah sebagai kepala cabang sekaligus pengelola PT AYA Rasa Nabati yang bertugas mengemas dan menjual minyak goreng kemasan berbagai macam merek, salah satunya MinyaKita.
Penangkapan AWI berawal dari penggeledahan yang dilakukan pihaknya pada PT Artha Eka Global Asia. Penggeledahan itu dilakukan berdasarkan hasil inspeksi mendadak di Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada Sabtu (8/3), yang menemukan bahwa minyak yang diproduksi perusahaan tersebut tidak sesuai takaran.
Kemudian, pada Minggu (9/3), penyidik mendatangi Jalan Tole Iskandar Nomor 75, Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat, yang merupakan lokasi perusahaan tersebut. Ternyata perusahaan tersebut telah berganti nama menjadi PT AYA Rasa Nabati.
Dalam penggeledahan, penyidik mendapati mesin yang digunakan untuk mengemas minyak yang sudah diatur ke ukuran 802 mililiter dan 760 mililiter.
“Jadi, dia setting manual berapa (ukuran, red.) yang akan dimasukkan, keluar sesuai dengan apa yang tertera di mesin tersebut,” ucapnya.
Kemudian, penyidik melaksanakan pengecekan manual dan menemukan bahwa ukuran minyak yang berada di dalam kemasan berbeda dengan ukuran yang tertera di kemasan.
Lebih lanjut, diungkapkan oleh Brigjen Pol. Helfi bahwa AWI telah menjalankan usaha tersebut sejak Februari 2025 dengan kapasitas produksi minyak goreng sebanyak 400 sampai 800 karton sehari dalam bentuk kemasan maupun pouch.
“Tersangka mengaku ditunjuk sebagai kepala cabang oleh PT MSI dan PT ARN dengan tugas mengemas dan menjual minyak goreng kemasan berbagai macam merek, salah satunya MinyaKita,” katanya.
Diketahui pula bahwa tersangka AWI mendapatkan bahan baku minyak goreng curah dari PT ISJ melalui trader bernama D di daerah Bekasi dengan harga Rp18.100 per kilogram.
Selain itu, tersangka juga mendapatkan kemasan botol dan pouch dari trader PT MGS di Kota Bekasi, Jawa Barat, dengan harga untuk kemasan botolnya Rp930 per botol dan kemasan pouch seharga Rp680 per biji.
“Dan ada juga yang kemasan untuk dua liter itu Rp870 per pcs. Itu untuk pouch-nya atau tempatnya,” imbuhnya.
Dari pengungkapan ini, penyidik menyita sejumlah barang bukti, di antaranya 450 kardus berisi MinyaKita kemasan pouch dari truk yang siap didistribusikan, 30 unit filling machine alat produksi untuk jenis pouch dan 40 unit filling machine untuk pengisian untuk jenis botol, serta 80 buah drum penampung minyak dengan kapasitas 1000 liter per drum.
“Atas kegiatan ini, penyidik telah melakukan penyitaan barang bukti minyak goreng sebanyak 10.560 liter,” ujarnya.
Atas perbuatannya, tersangka AWI disangkakan pasal berlapis.
Minyakita palsu
Sementara itu Kepolisian Resor Bogor mengungkap tempat produksi minyak goreng dengan merk dagang Minyakita yang diketahui palsu, di Desa Cijujung, Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro saat konferensi pers di tempat produksi, Senin, menjelaskan pengelola memperoleh minyak goreng curah dari berbagai tempat, kemudian mengemasnya dengan kemasan menyerupai Minyakita di lokasi tersebut.
Minyak goreng yang dikemas menggunakan plastik itu volumenya tidak mencapai 1 liter per kemasan, namun dijual per 1 liter seharga Rp15.600. Sehingga harga yang didapat oleh masyarakat dapat menyentuh angka Rp18.000.
"Jadi yang kita dalami ini soal pengurangan takaran, dengan mengubah kemasan menyerupai Minyakita. Tapi tidak dilengkapi keterangan berat bersih, serta BPOM," kata Rio.
Sementara, Wakapolres Bogor Kompol Rizka Fadhila menyebutkan pihaknya telah memeriksa enam saksi dan menetapkan satu orang tersangka berinisial TRM yang merupakan pengelola tempat produksi Minyakita abal-abal.
Di tempat produksi tersebut, TRM dalam sehari dapat menghasilkan 8 ton yang menghasilkan 10.500 pack Minyakita palsu.
"Terkait operasi tersebut satreskrim di dalam lokasi tersebut telah mengamankan 1 orang tersangka dengan barang bukti 2 mesin curah yang mengepak minyak, 8 tangki kapasitas 1 liter, 4 drum plastik warna biru dan 400 minyak siap edar," ungkap Rizka.
Atas kecurangan yang dilakukan TRM, tempat produksi tersebut dapat menghasilkan keuntungan hingga Rp600 juta per bulan.
Kini, TRM dijerat dengan Pasal 62 jo Pasal 68 ayat 1 Undang-Undang nomor tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana 5 tahun dan denda Rp2 miliar.
Kepolisian Daerah Jawa Barat mengungkap kasus peredaran minyak goreng merek MinyaKita yang tidak sesuai dengan standar nasional Indonesia (SNI) dan takaran berat bersih.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Jules Abraham Abast, di Bandung, Senin, mengatakan kasus tersebut terungkap berawal dari informasi bahwa ada pelaku usaha memproduksi MinyaKita dengan fasilitas produksi yang tidak sesuai dengan ketentuan.
“Tersangka dengan sengaja memproduksi dan atau mengedarkan minyak goreng sawit merek MinyaKita yang tidak memenuhi SNI,” kata Jules.
Dia menjelaskan dari keterangan itu, selanjutnya penyidik Ditreskrimsus Polda Jabar mendatangi pabrik yang memproduksi MinyaKita ilegal itu di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang, pada (8/3).
Di lokasi tersebut penyidik berhasil menemukan sejumlah barang bukti yang dapat diamankan, di antaranya meliputi 2.520 botol kosong tanpa label, 449 dus minyak goreng MinyaKita, 28 dispenser pengisian minyak dan berbagai alat produksi lainnya.
"Pada 13 Februari lalu, penyidik mendatangi TKP di Kasomalang, Subang dan telah mengamankan tersangka K warga Kabupaten Tangerang, Banten. Kami sudah periksa sembilan saksi dan tiga orang ahli," kata Jules.
Dia menjelaskan modus operandi yang digunakan tersangka ini meliputi pengemasan minyak goreng dalam botol hanya sekitar 760 mililiter, yang seharusnya berisi satu liter.
Selain itu, kata dia, tersangka tidak mencantumkan label berat bersih yang sesuai dan menggunakan fasilitas produksi yang tidak memenuhi standar.
“Akibat dari tindak pidana tersebut, tentunya secara tidak langsung masyarakat yang membeli produk MinyaKita yang telah diproduksi oleh tersangka ini mengalami kerugian,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Ditreskrimsus Polda Jawa Barat Kombes Ade Sapari mengatakan tersangka K telah memiliki pengalaman untuk memproduksi minyak sawit untuk dijual. Sebab, K sebelumnya bekerja di perusahaan yang memproduksi minyak sawit legal sebagai komisaris.
“Yang sudah dia produksi kurang lebih 44 ton dan kemudian diedarkan langsung ke pengecer pasar dengan harga di atas HET Rp15.700, sampai Rp16.000. Keuntungan yang dia dapat selama sebulan sebanyak Rp266 juta. Dan dia baru beroperasi baru satu bulan," kata Ade.
Dia mengatakan botol yang diisi oleh minyak sawit tersebut penuh hingga satu liter sesuai dengan ketentuan. Namun tersangka mengisi botol di bawah satu liter dan menjual menggunakan merek MinyaKita, serta menjual dengan harga normal bahkan lebih.
“Tersangka ini sudah berpengalaman di perusahaan yang legal sebelumnya. Sehingga dia memiliki mesin-mesin untuk mengisi minyak dalam kemasan, dan juga kardus yang bertuliskan merek MinyaKita. Dia mendistribusikan ke Subang, Jawa Barat, dan sekitarnya," katanya.
Atas perbuatannya, tersangka melanggar UU RI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, UU RI Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, UU RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman hukuman pidana penjara lima tahun dan denda Rp3 miliar.
Tata kelola
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan bahwa perlu ada perombakan besar tata kelola proses produksi dan distribusi Minyakita untuk mencegah para oknum di lapangan melakukan kecurangan.
“Dalam menghadapi skandal Minyakita, pemerintah tidak cukup hanya memberi sanksi kepada pelaku, tetapi harus melakukan perombakan besar-besaran dalam tata kelola produksi dan distribusi minyak goreng rakyat,” kata Achmad Nur Hidayat saat dihubungi Antara dari Jakarta, Senin.
Ia menyampaikan bahwa perlu ada evaluasi terhadap Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyakita, mengingat harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan baku minyak goreng tengah melonjak dalam beberapa bulan terakhir.
Harga CPO dalam negeri selama enam bulan terakhir tercatat sekitar Rp15-16 ribu per kilogram, sementara HET produk Minyakita adalah Rp15.700 per liter.
“Jika harga bahan baku melonjak, HET harus disesuaikan agar realistis. Namun, solusi ini harus dibarengi dengan skema subsidi langsung kepada konsumen atau pelaku usaha mikro agar mereka tetap memperoleh minyak goreng dengan harga terjangkau tanpa memberatkan produsen,” ujarnya.
Achmad menyatakan bahwa rantai distribusi yang panjang juga dapat membuka celah bagi praktik curang, sehingga perlu adanya efisiensi distribusi produk Minyakita.
“Dari produsen, minyak goreng harus melewati banyak tangan hingga sampai ke konsumen, mulai dari distributor besar, distributor kecil, hingga pengecer. Dalam setiap rantai ini, potensi markup (penggelembungan) harga sangat besar,” ujarnya.
Ia menuturkan bahwa Minyakita harus didistribusikan melalui saluran resmi dan dikontrol negara, seperti Bulog, koperasi, atau pasar rakyat. Selain itu, sistem distribusi harus berbasis teknologi dengan digitalisasi logistik dan pelacakan stok secara real-time.
“Hal ini akan memastikan bahwa dari produsen hingga konsumen, aliran barang dan harga bisa dipantau dengan baik,” ucapnya.
Achmad mengatakan bahwa harus ada penegakan hukum yang tegas tanpa kompromi bagi para oknum yang melakukan kecurangan dalam produksi dan distribusi Minyakita.
Baca juga: Mataram temukan Minyakita tak sesuai takaran
Baca juga: Polda Gorontalo ungkap kasus kemas ulang Minyakita