Jakarta (ANTARA) - Tax ratio, atau rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), merupakan indikator penting yang mencerminkan efektivitas sistem perpajakan suatu negara.
Di Indonesia, rasio penerimaan pajak ini masih berada di bawah standar internasional. Pada tahun 2022, Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) mencatat tax ratio Indonesia sebesar 12,1 persen, lebih rendah dibandingkan rata-rata 36 negara Asia Pasifik yang mencapai 19,3 persen.
Berdasarkan data Bank Dunia, tax ratio Indonesia dalam periode 2022 hingga 2024 tercatat berturut-turut 8,33 persen, 10,31 persen, dan 10,08 persen. Meskipun terjadi peningkatan pada tahun 2023, angka tersebut masih di bawah standar minimal 15 persen yang direkomendasikan oleh International Monetary Fund (IMF) untuk memastikan kemampuan pembiayaan pembangunan secara mandiri.
Selanjutnya tax ratio perpajakan terhadap produk domestik bruto pada 2024 tercatat hanya 10,08 persen. Angka tersebut lebih rendah dari realisasi tax ratio tahun sebelumnya yang mencapai 10,31 persen.
Ditjen Pajak menyatakan akan terus fokus dalam mengumpulkan penerimaan pajak dengan menempuh berbagai upaya, termasuk perluasan basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi berupa edukasi perpajakan, pengawasan pajak dan law enforcement.
Untuk mencapai target peningkatan tax ratio pada tahun 2025, diperlukan pendekatan komprehensif yang mencakup penegakan hukum yang tegas dan penguatan literasi perpajakan di kalangan masyarakat.
Penegakan hukum dalam bidang perpajakan bertujuan memastikan kepatuhan wajib pajak dan mencegah praktik penghindaran serta penggelapan pajak. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi pertama, pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara. Lembaga khusus ini bertanggung jawab atas penerimaan negara yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengumpulan pajak.
Kedua, implementasi sistem perpajakan berbasis risiko. Menggunakan data dan teknologi untuk mengidentifikasi wajib pajak yang berisiko tinggi melakukan pelanggaran, sehingga pengawasan dapat lebih terfokus dan efektif.
Ketiga, penerapan Pajak Minimum Global. Mulai 1 Januari 2025, Indonesia telah mengeluarkan regulasi untuk menerapkan pajak minimum korporasi sebesar 15 persen, sesuai dengan kesepakatan global yang dipimpin oleh OECD. Langkah ini bertujuan untuk mencegah praktik pengalihan keuntungan ke yurisdiksi dengan pajak rendah.
Sementara itu, penguatan literasi perpajakan dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pajak dan kewajiban perpajakan dapat mendorong kepatuhan sukarela. Strategi yang dapat diterapkan antara lain dengan edukasi publik, integrasi kurikulum perpajakan, serta pemanfaatan teknologi informasi.
Meningkatkan tax ratio di Indonesia pada tahun 2025 memerlukan pendekatan terpadu yang menggabungkan penegakan hukum yang tegas dan penguatan literasi perpajakan.
*) Dr M Lucky Akbar SSos MSi adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi
Baca juga: Pajak dan mengurai ketimpangan