Jakarta (ANTARA) - Sejak lama, industri pengolahan atau manufaktur secara konsisten menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Pada tahun lalu misalnya, nilai ekspor industri manufaktur mencapai 196,54 miliar dolar AS, memberikan andil 74,25 persen dari total nilai ekspor nasional yang mencapai 264,70 miliar dolar AS, dengan persentase kenaikan secara tahunan (year on year/yoy) 5,33 persen.
Berikutnya, realisasi investasi industri manufaktur sepanjang tahun 2024 menembus Rp721,3 triliun atau memberikan kontribusi 42,1 persen terhadap total realisasi investasi yang sebesar Rp1.714,2 triliun.
Selain itu, Industri pengolahan nonmigas mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,75 persen sepanjang tahun 2024, dengan akumulasi pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu yakni 5,03 persen.
Industri manufaktur dalam negeri menghadapi tantangan bukan hanya dari sisi eksternal, seperti masifnya produk impor, serta dinamika geopolitik dan perekonomian dunia, namun ada juga tantangan internal, salah satunya yakni infrastruktur penunjang pengusaha perindustrian.
Guna menyiasati hal tersebut, pemerintah membuat kawasan yang dikhususkan bagi pengusaha yang bergerak di bidang manufaktur untuk memudahkan mereka dalam melakukan produksi.
Area khusus tersebut disebut dengan kawasan industri.
Regulasi yang mengatur kawasan industri tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri. Dalam regulasi, perusahaan yang beraktivitas di kawasan industri mendapat beberapa manfaat, misalnya insentif pajak, pembebasan bea masuk, serta infrastruktur yang mendukung.
Dengan dibentuknya kawasan industri, pemerintah percaya area khusus ini bisa menarik banyak investasi sekaligus meningkatkan kinerja dan daya saing industri pengolahan di Tanah Air.
Menurut Himpunan Kawasan Industri (HKI), saat ini ada 118 kawasan industri, terdiri dari 55 kawasan di luar Pulau Jawa, dan 63 kawasan berada di Pulau Jawa.
Meski demikian, himpunan mencatat ada tantangan yang mencolok dalam pengembangan kawasan industri yakni kepastian keamanan, dan tingkat utilitas industri.
Ketua Umum HKI, Sanny Iskandar menyebut penyebab permasalahan keamanan di kawasan industri bukan karena pencurian, melainkan adanya aktivitas premanisme yang dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas).
Para ormas biasanya sudah menandai kawasan mana yang akan didatangi dan melakukan 'pemaksaan' untuk ikut andil dalam kegiatan perusahaan. Seperti penyedia makanan, jasa penyedia bahan bangunan saat pembuatan pabrik, dan pengelolaan limbah.
Padahal untuk melakukan itu semua, perusahaan biasanya menggunakan sistem lelang agar transparan, dan pihak penyedia yang ditunjuk berkualitas.
Bahkan ada kasus, organisasi masyarakat melakukan penyegelan ke kawasan industri, yang secara regulasi hal tersebut tidak boleh dilakukan mengingat kawasan industri merupakan obyek vital nasional.
Permasalahan ini masif berada di wilayah Cikarang, Karawang, Jawa Timur, dan juga Batam.
Aktivitas premanisme ormas ini, menyebabkan rencana investasi yang hendak masuk, dan investasi yang sudah masuk gagal. Sehingga apabila dihitung secara keseluruhan, negara merugi hingga ratusan triliun rupiah.
Kemenperin mengakui, dalam mengatasi permasalahan ini tidak mudah, namun pemerintah memastikan akan melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga lain, dan juga aparat penegak hukum supaya kasus premanisme yang dilakukan oleh ormas tidak terjadi lagi.
Dengan memberikan jaminan keamanan dari tindak premanisme dan memberikan ruang khusus subsidi gas bagi perusahaan yang membangun fasilitas di kawasan industri, diharapkan sektor manufaktur tak hanya konsisten menjadi tulang punggung ekonomi, melainkan juga menjadi motor penggerak utama menuju pertumbuhan ekonomi 8 persen sekaligus meningkatkan daya saing perindustrian domestik di mata dunia.
Baca juga: HKI sebut investasi batal ratusan triliun rupiah dampak premanisme ormas
Baca juga: Kawasan industri harus dirancang mencapai karbon bersih
Baca juga: Jababeka jadi kawasan industri berkelanjutan