Jakarta (ANTARA) - Tiga orang petugas pemadam melangkah keluar dari gedung Glodok Plaza, Tamansari, Jakarta Barat. Seragam pelindung berwarna kuning yang mereka kenakan sudah bercampur gosong. Nampaknya asap serta bercak hitam bekas goresan reruntuhan kebakaran enggan meninggalkan jazirah perang mereka, perang melawan api.
Kejadian itu sudah dua pekan berlalu sejak Rabu (15/1), namun masih teringat jelas bagaimana langkah berat mereka saat membelah genangan air untuk pemadaman yang turun dari lantai atas gedung dan menggenangi area lantai bawah. Wajah mereka basah dan pucat. Sudah tak dapat dipastikan basah karena air pemadaman atau karena keringat yang mengucur saking panasnya area pemadaman.
Langkah mereka yang berat ditambah dengan beratnya sepatu dan seragam yang dikenakan membuat semua mata di sekitar pintu keluar Glodok Plaza tertuju kepada mereka.
Sungguh, tak ada yang lebih gagah dan heroik dari para petugas pemadam ketika kebakaran yang melahap salah satu pusat perbelanjaan alat elektronik itu terjadi. Tiga orang petarung api tersebut berjalan menuju posko pemadam dengan nafas panjang. Satu di antara mereka langsung menuju petugas Palang Merah Indonesia (PMI) yang juga bersiaga di sekitar lokasi.
Dilepasnya seragam kuning, lalu ia duduk bersandar pada pintu ruko yang ditutup selama proses pemadaman berlangsung. Tak banyak ia bicara. Seketika ia duduk, petugas PMI sigap memeriksa bagian-bagian vital pada badan pemadam itu. Petugas PMI itu lalu mengambil peralatan oksigen dan membantu pemadam yang hampir kehabisan oksigen.
Seketika selang oksigen itu dipasang pada hidung petugas pemadam itu, jepretan kamera para wartawan merujam. Pemadam itu malu-malu, namun ia hanya tersenyum ke arah kamera. Ia tak banyak bicara, mencoba menghemat energi agar oksigen bantuan itu bekerja maksimal dan ia bisa segera kembali bersiaga. “Musuh (api) masih banyak, musuh masih kuat,” demikian tersirat dari wajah petarung api itu.
Tak lama kemudian, datang lagi seorang petugas pemadam yang kakinya melepuh akibat panas yang terjebak dalam sepatunya selama proses pemadaman. Petugas PMI pun sigap mengobati dan membungkus kaki yang terluka itu dengan perban.
Petugas itu meminta orang PMI agar lukanya diobati dengan cepat lantaran ia harus segera kembali ke lantai atas gedung untuk melanjutkan pemadaman. Segera setelah kakinya diobati, dipakainya kembali sepatunya lalu bersama petugas pemadam yang lain, ia kembali ke dalam gedung Glodok Plaza.
Terluka atau kehabisan oksigen nyatanya tidak menjadi alasan untuk berhenti melakukan pemadaman. Pasalnya, petugas pemadam kebakaran tengah berupaya untuk mencegah api melahap lantai 7, 8 dan 9 gedung tidak menyebar ke lantai bawah atau menyebar ke gedung lainnya. Upaya yang tidak bisa dilakukan kemudian, mesti dilakukan sesegera mungkin.
Sepanjang 2024 hingga kini, proses pemadaman kebakaran Glodok Plaza yang terjadi pada Rabu (15/1) itu termasuk salah satu yang paling lama dilakukan, yang mana memakan waktu lebih dari empat hari dan lebih lama lagi ditambah proses evakuasi jenazah para korban (14 hari lebih).

Kebakaran Glodok Plaza masih menyisakan pilu mendalam, utamanya bagi keluarga para korban yang sebagiannya masih menunggu proses identifikasi jenazah. Semua berduka atas adanya korban tewas dalam kebakaran gedung tersebut. Selama proses pemadaman dan evakuasi korban berlangsung, keluarga para korban setia mengunjungi lokasi.
Ketika mobil korban Oshima Yukari dibawa turun dari lantai 7 gedung Glodok Plaza pada Kamis (23/1). Mobil Honda Brio berwarna putih itu masih dalam kondisi yang baik, bahkan masih bisa dikendarai oleh keluarga Oshima. Meskipun demikian, bercak kuning gosong akibat kebakaran tetap terlihat pada sebagian badan mobil.
Melihat mobil tersebut, bibi korban, Indah yang sejak pagi menunggu di posko pemadam tak kuasa menahan tangis.
Barang-barang pribadi milik Oshima, seperti sepatu, masker termasuk karcis parkir masih tersimpan aman dalam mobil itu. Keluarga Oshima pun tak dapat berbuat banyak selain berharap agar proses evakuasi jenazah para korban serta identifikasi yang dilakukan Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur segera rampung.
Momen sentimental lainnya datang dari seorang pria bernama Jauhari. Istrinya yang bernama Ade Aryati adalah seorang korban yang sebelumnya bekerja di salah satu tempat usaha di Glodok Plaza. Setiap pukul 09.00 WIB, Jauhari mendatangi lokasi kebakaran, berharap proses evakuasi para jenazah selesai.
Selain korban nyawa, kebakaran Glodok Plaza juga sebenarnya ‘memakan’ korban lain. Gambaran singkat tentang pemadam kebakaran di awal tulisan ini bukanlah dramatisasi yang dibuat-buat. Bagaimana mereka mendapat bantuan oksigen dan pengobatan luka namun kemudian segera kembali melanjutkan proses pemadaman adalah cerita seorang Petugas Medis PMI Jakarta Barat, Indriana Lestari.
Menurut pengakuannya, beberapa petugas yang ia tangani segera kembali melakukan pemadaman usai diobati. Tidak berlebihan jika mengatakan bahwa para petugas pemadam kebakaran adalah golongan orang yang dikorbankan kebakaran.
Meskipun mereka dibiayai oleh negara, kebakaran Glodok Plaza terhitung sangat berisiko. Reruntuhan gedung dapat saja menimpa mereka dan bukan tidak mungkin menimbulkan dampak serius. Hal itu mengingat lantai 9 gedung yang sempat runtuh ke lantai 8 saking panasnya api kebakaran.
Selain petugas pemadam kebakaran, petugas-petugas lain seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), kepolisian dan Palang Merah Indonesia (PMI) yang ikut dalam proses evakuasi jenazah korban juga mengambil risiko yang besar. Hal itu mengingat lantai 8 gedung yang dipenuhi reruntuhan kebakaran dan dinding lantai 9 yang sewaktu-waktu bisa runtuh.
Baca juga: Teknologi mumpuni atasi kebakaran Jakarta
Baca juga: Tiga korban kebakaran Glodok Plaza, Jakarta Barat berprofesi sebagai influencer hingga kasir
Baca juga: Nestapa kebakaran hunian padat Jakarta