Kota Bogor (ANTARA) - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, melalui Tim Percepatan Penurunan Stunting mencatat dalam rentang waktu Februari 2023 hingga Agustus 2024 terdapat angka stunting turun dari semula 2.363 kasus menjadi 1.588 kasus.
Sekretaris TPPS Kota Bogor Anas S. Rasmana di Kota Bogor, Kamis menjelaskan di tingkat nasional Kota Bogor menjadi salah satu dari sembilan kabupaten/kota yang berhasil menurunkan angka stunting di tengah naiknya kasus stunting di daerah lain.
“Karena inisiasi Bu Sekda (periode 2020-2024, Syarifah Sofiah), kita selain menangani stunting juga fokus terhadap risiko stunting, seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Ketika intervensi itu dilakukan dan berhasil, maka tidak ada kasus baru, dan angka stunting mengalami penurunan,” jelasnya.
Baca juga: Pemkot Bogor luncurkan aplikasi chatbot penanganan stunting
Baca juga: Pemkot Bogor kolaborasi cegah dan entaskan stunting pada baduta
Anas mengatakan, penanganan stunting di Kota Bogor dilaksanakan oleh perangkat daerah serta pihak-pihak di luar pemerintahan, yang turut serta dalam menurunkan dan mencegah stunting baru di Kota Bogor.
“Dari 2023 hingga 2024, ada pihak di luar Pemkot yang berjumlah 130, termasuk korporasi, komunitas, perorangan, dan asosiasi, yang telah membantu penanganan stunting di Kota Bogor,” ujarnya.
Sementara itu Penjabat Sekretaris Daerah Kota Bogor yang juga Ketua TPPS, Hanafi, menargetkan penurunan angka stunting dan pencegahan stunting baru di tahun 2025.
“Stunting ini kewajiban pemerintah yang juga menjadi skala sangat prioritas baik tingkat nasional, provinsi, maupun daerah dengan harapan bersama di 2045, ketika Indonesia Emas, Kota Bogor mencapai zero stunting,” ucapnya.
Baca juga: Pemkot Bogor gelar Rakor Percepatan Penurunan Stunting
Secara konsep dan program kerja, Pemkot Bogor melalui TPPS telah melakukan berbagai terobosan dengan berkolaborasi dan bersinergi dengan banyak pihak di luar pemerintah.
Menurut Hanafi, dalam upaya menangani stunting dan mencegah stunting baru, ada dua pendekatan yang dilakukan, yaitu penanganan spesifik dan penanganan sensitif.
“Untuk program mendatang, perlu dilakukan pengawasan agar bantuan yang diberikan tepat sasaran serta secara simultan menyamakan persepsi bahwa penting untuk menangani stunting,” kata Hanafi.