Jakarta (ANTARA) - Jokowi sebaiknya mengundurkan diri sebagai presiden jika presiden maupun pejabat pemerintah memihak capres-cawapres tertentu dan ingin berkampanye.
Sebab, hal itu merupakan kebohongan publik, karena sebelumnya Jokowi sudah mengatakan dirinya maupun pemerintah akan netral dalam pilpres, baik pada bulan 30/10/23 ketika menjamu makan siang ketiga capres, dan pada pidatonya 1/11/23 lalu.
Demikian pendapat ketua lembaga kajian Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan, terkait pernyataan terbaru Jokowi soal netralitas presiden dan pejabat negara pada pilpres.
Selain kebohongan publik, jika Jokowi tidak menjaga netralitas, Syahganda juga menilai bahwa pemerintah tidak mungkin berjalan dengan baik, karena potensi penggunaan kekuasaan negara serta pemerintahan akan terseret dalam urusan copras-capres.
Padahal rakyat membutuhkan pemimpin negarawan dan berintegritas pada situasi pertarungan pilpres maupun pemilu saat ini, demi menjaga situasi damai dan terkendali.
Dalam kesempatan terpisah, Ahmad Yani, ketua partai Masyumi menyatakan bahwa tidak netralnya presiden Jokowi jelas-jelas telah memenuhi unsur pasal pemakzulan, baik pasal 7 maupun pasal 9 UUD 45.
Oleh karena pasal itu mengharuskan presiden harus melaksanakan konstitusi secara selurus-lurusnya, seadil-adilnya dan sejujur-sejujurnya. Bagaimana dia bisa berlaku adil, jujur dan lurus jika dia memihak pada capres-cawapres 02, yang ada anaknya di sana.
Yani menghimbau kepada dewan perwakilan rakyat untuk saatnya menjaga kewibawaan konstitusi dengan menggunakan haknya yakni hak menyatakan pendapat (HMP). HMP itu menyatakan presiden Jokowi telah menabrak konstitusi.
Terkait presiden ikut kampanye, Syahganda Nainggolan: Jokowi sebaiknya mundur
Jumat, 26 Januari 2024 11:30 WIB