Jakarta (ANTARA) - Dekan Fakultas Universitas Pancasila(UP) Prof. Eddy Pratomo mengatakan pembahasan RUU Perampasan Aset perlu melibatkan seluruh masyarakat Indonesia sehingga nantinya penerapannya bisa dilaksanakan baik.
"Bukan hanya akademisi saja yang dilibatkan tapi mungkin juga ikatan antikorupsi, ahli money laundry, para pakar, praktisi hukum untuk berkumpul yang dapat memberikan masukan yang kongkret kepada DPR" kata Eddy Pratomo disela-sela Seminar dengan tema "Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana" Bisakah diterapkan dalam KUHP Baru, di Kampus UP Jakarta, Selasa.
Sehingga, lanjut dia nantinya pembuatan UU ada partisipasi aktif dari seluruh masyarakat Indonesia, jadi jangan sampai UU baru disahkan seminggu kemudian sudah diajukan juducial riview ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Dekan FTUP: Indonesia unggul transportasi kereta api cepat di ASEAN
"Ini kan jadi suatu bukti bahwa UU yang baru disahkan tidak ada masukan dari seluruh stakeholder Indonesia," katanya.
Prof. Eddy mengatakan jika Indonesia tak punya UU Perampasan Aset maka sulit untuk mengambil alih aset yang merupakan hasil tindak pidana seperti korupsi.
Nantinya, kata Prof. Eddy seharusnya RUU Perampasan aset juga harus mengakomodir prinsip-prinsip penghormatan terhadap hak azasi manusia, yang diakui secara nasional dan internasional
"Jika tidak ada UU perampasan aset maka efek jera tidak ada. Ini merupakan salah satu upaya. Memang pembahasan akan hangat karena banyaknya kepentingan-kepentingan," katanya.
Baca juga: Universitas Pancasila siapkan SDM handal dalam industri pereketaapian
Dikatakannya banyak aset di luar negeri diduga hasil tindakan pidana yang ilegal yang dilarikan, baik hasil korupsi dan tindak pidana yang lain. Bagaimana bisa mengembalikan lagi ke Indonesia karena negara lain mempunyai sistem hukum yang berbeda.
Sementara itu Kaprodi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila Prof. M. Hatta Ali mengatakan RUU Perampasan Aset tak mudah menjadi UU karena harus menyesuaikan dengan UU yang terkait yaitu UU Tipikor, KUHP termasuk koorporasi dan lainnya.
"Harus dilihat terlebih dahulu karena jangan sampai bertentangan antara satu dengan yang lain, hal ini mungkin jadi faktor hingga sampai sekarang ini RUU Perampasan Aset belum terwujud," katanya.
Baca juga: FFUP: Program pengabdian kepada masyarakat untuk tingkatkan kesejahteraan
Menurut dia RUU Perampasan Aset memang rada sensitif harus hati-hati yang memerlukan suatu jawaban apakah aset yang akan dirampas milik pelaku atau bukan, ini harus jelas. Selain itu apakah aset itu sudah ada sebelum tindak pidana maka tentunya tidak bisa dirampas karena bukan hasil kejahatan.
"Perlu pembuktian klarifikasi yang perlu dirumuskan, mungkin faktor itu yang menjadi masih perdebatan. Namun insya Allah dalam waktu singkat akan segera menjadi UU," harapnya.
Akademisi: Pembahasan RUU Perampasan Aset perlu libatkan masyarakat Indonesia
Selasa, 1 Agustus 2023 20:04 WIB
Bukan hanya akademisi saja yang dilibatkan tapi mungkin juga ikatan antikorupsi, ahli money laundry, para pakar, praktisi hukum untuk berkumpul yang dapat memberikan masukan...