Jakarta (ANTARA) - Masih adakah peluang mencetak petani maju yang mampu menciptakan inovasi dan memiliki jejaring luas sehingga meningkatkan kesejahteraan mereka?
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan optimisme tercapainya asa tersebut saat diselenggarakan Forum Nasional Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S), awal pekan lalu.
Melalui P4S, Menteri Pertanian menaruh harapan insan pertanian bisa menghadirkan banyak inovasi dan memperluas jejaring usaha.
P4S adalah kelembagaan pelatihan dengan metode permagangan pertanian dan perdesaan yang didirikan, dimiliki, dan dikelola oleh pelaku utama dan pelaku usaha secara swadaya baik perorangan maupun kelompok.
Dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang dimaksud pelaku utama adalah para petani atau warga negara Indonesia, baik perseorangan maupun kelompok beserta keluarganya, yang melakukan usaha tani di bidang pertanian.
Adapun pelaku usaha adalah setiap orang yang melakukan usaha sarana produksi pertanian, pengolahan, dan pemasaran hasil pertanian, serta jasa penunjang pertanian yang berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia.
Salah satu tujuan dikembangkannya P4S adalah untuk menggeser status petani, dari petani subsisten menjadi petani pengusaha. Petani tidak boleh lagi berusaha tani hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, namun lebih jauh lagi, petani harus mampu menjual hasil produksinya ke pasar dengan harga yang menguntungkan.
Petani pengusaha merupakan potret petani masa kini dan masa depan. Itu sebabnya, perlu disiapkan agar para petani mampu tampil jadi pengusaha yang andal.
P4S sebagai lembaga pelatihan yang memiliki tujuan mulia untuk membebaskan para petani dari kehidupan yang memprihatinkan, tentu saja butuh polesan-polesan yang sarat dengan inovasi di berbagai bidang kehidupan dan mencari terobosan cerdas agar para petani yang dilatihnya mampu menampilkan diri sebagai pebisnis yang unggul.
Pemahaman yang mendalam terhadap pentingnya jejaring usaha (networking business), tentu saja menjadi syarat mutlak yang harus dikuasai para petani. P4S ke depan bukan hanya menekankan pada perubahan perilaku melainkan juga mengarahkan petani menjadi pebisnis sejati.
Kuasai TI
Dengan kemajuan yang cukup pesat dari teknologi digital dan internet, menuntut kepada P4S untuk melengkapi diri dengan fasilitas yang menunjang.
P4S harus mampu membaca isyarat zaman yang sedang terjadi. Maka P4S jangan sampai tertinggal oleh perubahan zaman yang sangat cepat itu. Lebih jauh lagi, P4S mesti benar-benar mengambil peran sebagai kawah candradimuka petani menuju masa depan yang lebih cerah lagi.
Perkembangan teknologi informasi, dunia internet, dan digitalisasi di berbagai bidang kehidupan petani, tentu saja memerlukan persiapan matang untuk menyambutnya.
Pengalaman pahit yang membuat program seperti cyber extension yang digarap oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) tidak berjalan seperti yang diharapkan, tentu dapat dijadikan proses pembelajaran P4S dalam mengembangkan lembaganya ke depan.
Titik lemah program cyber extension sedini mungkin penting dikenali dengan teliti oleh para pengelola P4S, supaya dalam perjalanannya ke depan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Kemauan politik Pemerintah untuk mengembangkan P4S sebagai lembaga pelatihan dan permagangan petani yang digarap secara mandiri dan profesional, sepertinya bakal makin nyata.
Tinggal sekarang bagaimana dengan tindakan politiknya. Semua meyakini Pemerintah akan all out untuk mengembangkan P4S. Pemerintah juga penting untuk memfasilitasi kelengkapan teknologi dan inovasi ke dalam P4S dari riset yang selama ini dihasilkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi.
Selain itu, sinergi dan kolaborasi dengan lembaga penopang pengembangan P4S, baik di dalam negeri atau luar negeri, menjadi mutlak untuk digarap.
Petani Profesional
P4S betul-betul perpaduan antara pelaku utama dan pelaku usaha dalam membangun kualitas hidup petani ke arah yang lebih maju dan profesional.
Kalau bangsa ini sepakat kemandirian petani harus tumbuh dan berkembang dalam kehidupan petani, maka salah satu jawabannya adalah P4S. Bahkan lebih jauhnya lagi, P4S mampu mencetak para petani yang profesional dalam mengembangkan bisnis usaha tani yang digarapnya.
Yang jadi tantangan serius bagi P4S adalah sampai sejauh mana P4S dapat menarik minat kaum muda pedesaan agar mau berkiprah dan berprofesi sebagai petani? Ini sebuah pekerjaan besar dan mulia bagi P4S, di tengah-tengah keengganan kaum muda pedesaan untuk menjadi petani padi.
Sebagai lembaga pelatihan dan pemagangan yang dikelola secara mandiri oleh pelaku usaha, P4S memiliki nilai tambah tersendiri dalam melengkapi langkah Pemerintah untuk melahirkan petani yang mampu membaca isyarat zaman.
Setidaknya P4S dimintakan untuk mempercepat perubahan perilaku para petani ke arah yang lebih mandiri dalam mengelola usaha taninya. Makna kemandirian petani bukan berarti "anti-bantuan" Pemerintah, melainkan bagaimana caranya agar bantuan yang diterima petani mampu menjadi perangsang, sekaligus prime mover dalam memacu usaha tani yang dikelolanya.
P4S semestinya mampu memerankan diri sebagai lembaga pelatihan dan pemagangan petani yang berjuang untuk mewujudkan semangat itu.
Sayangnya dalam beberapa tahun belakangan ini P4S memang kurang terdengar kiprahnya. Semua pihak tidak tahu dengan pasti mengapa hal itu bisa terjadi. Apakah karena kurangnya pembinaan yang dilakukan Pemerintah, atau P4S-nya sendiri yang kurang menggeliat dalam memacu kinerjanya. Pertanyaan ini menarik dan penting untuk dijawab.
Sebab, di tengah kelesuan yang terjadi, ternyata masih banyak P4S yang tetap berkiprah sesuai dengan semangat awal yang dibangunnya. Mereka tetap menjadi mitra Pemerintah dalam proses pemberdayaan dan pemartabatan petani. Mereka tetap bergerak guna mempercepat segera terwujudnya kesejahteraan petani yang lebih baik.
Adanya keinginan dari Pemerintah untuk mengoptimalkan keberadaan P4S dalam melahirkan petani yang profesional dan memiliki cakrawala bisnis yang kuat, boleh jadi hal ini dapat dijadikan momentum strategis bagi kebangkitan P4S di negeri ini.
Persoalannya adalah apakah Pemerintah sudah siap untuk memberi ruang kepada P4S guna mengembangkan program dan kegiatan yang lebih berkualitas, khususnya terkait pola pelatihan dan pemagangan yang disesuaikan dengan suasana kekinian?
Lalu, apakah P4S juga siap dengan berbagai inovasi dan terobosan cerdas dalam menerapkan bisnis pertanian yang cocok untuk para petani? Kedua persoalan ini jelas menuntut kerja keras dan kerja cerdas dari P4S itu sendiri.
Adanya hasrat Pemerintah untuk mengurangi ketergantungan impor bahan pangan sekaligus ingin menggapai swasembada beragam jenis pangan, tentu saja membutuhkan keterlibatan banyak pihak untuk mewujudkannya. Semangat ini sangat tidak mungkin dapat terjelma sekiranya digarap oleh Pemerintah saja.
P4S adalah mitra Pemerintah yang secara tugas dan fungsi memiliki spirit sama dengan kemauan politik Pemerintah tersebut.
Jejaring Usaha
Selain P4S, tentu masih tersebar lembaga pelatihan dan pemagangan bagi petani di seantero negeri ini. Bayangkan, kalau semua potensi ini mampu digerakkan secara sistemik dan berkelanjutan, maka apa yang jadi impian bersama bangsa ini menuju kedaulatan pangan dan pertanian maju, mestinya bisa segera terwujud.
Catatan kritisnya siapa yang paling pas untuk menjadi leading sector? Di tataran kebijakan ada baiknya Kementerian Pertanian menugaskan lembaga khusus untuk melakukan pendampingan, pengawalan, dan pengawasan terhadap program yang digarap oleh P4S terkait dengan pencarian inovasi di bidang pertanian.
Kemitraan dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi, tentu perlu terus ditingkatkan. Lalu, untuk membangun kekuatan bisnis, P4S penting bekerja sama dengan para pengusaha besar sekelas konglomerat.
Di sinilah perlunya jejaring usaha untuk dibangun dan dikembangkan. Dengan begitu, setelah pelatihan dan pemagangan usai, petani akan langsung bisa menjadi pemain bisnis.
Ketika Presiden Jokowi memberi sambutan saat mendapat penghargaan Swasembada Beras 2019-2021 dari International Rice Research Institute (IRRI), terbetik sebuah sinyal tentang perlunya meraih swasembada jenis pangan lain di luar beras.
Yang paling memungkinkan untuk secepatnya diraih adalah swasembada jagung dan swasembada kedelai.
Untuk itu, wajar jika keinginan mulia Presiden Jokowi yang berjuang mewujudkan beragam jenis komoditas pangan ini patut mendapat acungan jempol semua pihak.
Terlebih lagi bagi para pembantunya, yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan urusan peningkatan produksi dan produktivitas hasil pertanian. Ini penting dipahami karena tujuan akhir yang harus dibuktikan, Indonesia ternyata mampu menjadi negara yang berswasembada pangan.
Untuk mempercepat terciptanya keinginan politik tersebut, P4S penting dijadikan ujung tombak yang berada di garda terdepan bersama kelompok tani dan penyuluh pertanian dalam menjalankan program dan kegiatan yang selama ini telah dirumuskan.
P4S semestinya berani berkiprah untuk berjuang di medan laga sambil berkreasi dan berinovasi menghasilkan teknologi dan siap membangun jejaring usaha yang makin berkualitas.
Ujungnya, seluruh elemen bangsa ini meletakkan harapan besar agar P4S dapat hadir di Republik ini menjadi kekuatan baru dalam bentuk lembaga pelatihan dan pemagangan petani yang dalam tempo sesegera mungkin mampu mengantarkan petani ke suasana hidup yang lebih sejahtera dan bahagia.
*Entang Sastraatmadja adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.