Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penerimaan perpajakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 diperkirakan mencapai Rp2.016,9 triliun yang tumbuh 4,8 persen dari tahun ini sebesar Rp1.924,9 triliun.
“Tumbuh 4,8 persen. Kenapa kita berikan estimasi pertumbuhan yang modest? Karena penerimaan pajak di 2021-2022 ada windfall dari komoditas. Karena tahun depan ini tidak berulang maka untuk komoditasnya mungkin lebih soft,” katanya dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RAPBN 2023 di Jakarta, Selasa.
Penerimaan perpajakan 2023 diperkirakan hanya akan tumbuh 4,8 persen atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya yaitu seperti tahun ini yang diprediksi tumbuh 24,4 persen dari Rp1.547,8 triliun pada 2021 menjadi Rp1.924,9 triliun.
Baca juga: Sri Mulyani: Jangan pernah lelah mencintai Indonesia
Baca juga: Menkeu: Kontribusi SDA ke penerimaan penting untuk pemulihan
Bahkan penerimaan perpajakan pada 2021 yang sebesar Rp1.547,8 triliun juga tumbuh mencapai 20,4 persen dibandingkan pada 2019 yang sebesar Rp1.285,1 triliun.
Hal tersebut karena penerimaan pajak di dua tahun terakhir terdorong oleh adanya windfall dari kenaikan harga komoditas seperti pada 2021 terdapat sumbangan windfall dari harga komoditas sebesar Rp117 triliun dan tahun ini Rp279 triliun.
“Dan tahun ini kita punya program pengungkapan sukarela (PPS) yang menghasilkan penerimaan Rp61 triliun. Jadi tahun ini ada extra revenue yang berasal dari windfall maupun PPS,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Menkeu ungkap dana pemda mengendap di perbankan capai Rp220 triliun
Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan kesempatan mendapat windfall dari kenaikan harga komoditas tidak akan kembali terjadi untuk tahun depan sehingga penerimaan pajak diperkirakan sebesar Rp1.715,1 triliun atau hanya tumbuh 6,7 persen dari tahun ini Rp1.608,1 triliun.
Menkeu: Penerimaan perpajakan 2023 diperkirakan Rp2.016,9 triliun
Selasa, 16 Agustus 2022 18:24 WIB
Tumbuh 4,8 persen. Kenapa kita berikan estimasi pertumbuhan yang modest? Karena penerimaan pajak di 2021-2022 ada windfall dari komoditas.