Bekasi (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) yang diajukan sejumlah ibu dari pasien gangguan fungsi otak (cerebral palsy) serta lembaga swadaya masyarakat.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya”, kata Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan Perkara 106/PUU-XVIII/2020 yang disiarkan secara daring di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Rabu (19/7).
Pada sidang putusan tersebut, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyatakan dalil permohonan para pemohon berkenaan dengan inkonstitusionalitas ketentuan penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU 35/2009 tidak beralasan menurut hukum.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi Suhartyo mengingatkan penyalahgunaan Narkotika golongan I yang secara tidak sah diancam dengan sanksi ancaman pidana penjara sangat berat disebabkan karena negara benar-benar ingin melindungi keselamatan bangsa dan negara dari penyalahgunaan narkoba khususnya Narkotika golongan I.
Baca juga: NasDem: wacana legalisasi ganja untuk medis harus ada kajian mendalam dan komprehensif
Permohonan uji materi penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) terhadap UUD 1945 diajukan oleh Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti, Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat atau Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), dengan kuasa hukum Erasmus A. T. Napitupulu.
Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Narkotika berbunyi, “Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan”.
Sementara Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika berbunyi, “Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan”.
Sebelumnya pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Nicky Fahrizal menilai legalisasi ganja untuk medis memerlukan kajian terlebih dahulu agar produk hukum yang dihasilkan memiliki tujuan jelas dan dapat diterima masyarakat.
Baca juga: Ganja medis untuk terapi cerebral palsy, ini kata pakar
Baca juga: Dasco: Komisi III-IX DPR koordinasikan tindaklanjuti usulan legaliasi ganja untuk medis
"Hal ini diperlukan agar produk hukum yang dihasilkan memiliki tujuan jelas, karena hukum merupakan salah satu instrumen untuk rekayasa sosial, sehingga hukum harus memiliki daya tahan, rasional, legitimasi," kata Nicky kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Selain itu, tambahnya, perlu upaya edukasi lebih luas terkait penggunaan ganja untuk medis guna menghindari bias di masyarakat. Sehingga, masyarakat diharapkan tahu dan paham bahwa upaya legalisasi ganja memiliki tujuan jelas untuk kebutuhan medis.
"Sebenarnya kalau saya melihat dari beberapa diskursus yang ada, legalisasi ganja untuk kebutuhan medis bertujuan sebagai alternatif pengobatan," tambahnya.
Berbagai sarana politik yang diambil untuk melakukan kajian tersebut bisa melalui focus group discussion (FGD), seminar, dan diskusi publik. Hal itu dapat membuka ruang bagi partisipasi publik, sehingga produk hukum yang dihasilkan bisa diterima masyarakat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MK tolak gugatan uji materi aturan ganja medis
MK tolak permohonan uji materi UU Narkotika
Rabu, 20 Juli 2022 12:11 WIB
Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya.