Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi melanjutkan persidangan uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI setelah rampung menyidangkan pengujian formil pada pekan lalu.
Pada Rabu ini, Mahkamah Agung (MK) menggelar sidang lanjutan dengan agenda mendengar keterangan DPR dan presiden. Namun, pihak parlemen dan pemerintah meminta penundaan persidangan lantaran belum siap untuk memberikan keterangan.
"Berdasarkan surat atau permintaan dari kuasa Presiden maupun DPR, persidangan hari ini mohon dilakukan penundaan karena keterangannya belum lengkap atau belum siap untuk disampaikan," ucap Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
Baca juga: Guru Besar Unhan ajukan uji materi UU TNI ke MK
Persidangan itu semula digelar untuk Perkara Nomor 68/PUU-XXIII/2025, 82/PUU-XXIII/2025, dan 92/PUU-XXIII/2025. Akan tetapi, karena ada permintaan penundaan, sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 9 Oktober 2025.
"Para pihak supaya hadir tanpa kami panggil pada persidangan tersebut karena ini sudah merupakan pemberitahuan resmi," pesan Ketua MK.
Perkara Nomor 68 dimohonkan oleh advokat Prabu Sutisna, mahasiswa Haerul Kusuma dan Chandra Jakaria, serta konsultan hukum Noverianus Samosir, Christian Adrianus Sihite, dan Fachri Rasyidin.
Para pemohon menguji konstitusionalitas norma Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) UU TNI terkait prajurit dapat menduduki sejumlah jabatan sipil. Menurut mereka, pasal-pasal tersebut dapat berdampak pada penyalahgunaan kekuasaan.
Baca juga: Akhir kontroversi formil UU TNI serta pelajaran proses legislasi ke depan
Oleh sebab itu, dalam petitumnya, para pemohon meminta kedudukan prajurit dalam jabatan sipil dilakukan dengan mengedepankan prinsip supremasi sipil serta setelah mengundurkan diri atau pensiun.
Adapun Perkara Nomor 82 diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, yakni Muhammad Imam Maulana, Mariana Sri Rahayu Yohana Silaban, Nathan Radot Zudika Parasian Sidabutar, dan Ursula Lara Pagitta Tarigan.
Mereka menguji Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 tentang kewenangan TNI membantu tugas pemerintahan di daerah, Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 15 tentang kewenangan TNI membantu upaya menanggulangi serangan siber, dan Pasal 47 ayat (1) khusus frasa "kesekretariatan negara"
Para mahasiswa tersebut menilai keterlibatan TNI di ranah sipil dikhawatirkan dapat bersifat negatif jika digunakan secara berlebihan atau tidak tepat.
Maka dari itu, dalam petitumnya, mereka meminta MK memperjelas batasan kewenangan TNI dalam pasal-pasal diuji.
Baca juga: Mahkamah Konstitusi putus uji formil UU TNI dan UU BUMN hari ini
Mereka meminta agar Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 dimaknai menjadi "membantu tugas pemerintahan di daerah berdasarkan ketentuan undang-undang", Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 15 dirombak menjadi "membantu dalam upaya menanggulangi serangan siber yang mengancam sistem pertahanan nasional", dan Pasal 47 ayat (1) khusus frasa "kesekretariatan negara" diubah menjadi “kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan militer presiden”.
Sementara itu, Perkara Nomor 92 dimohonkan oleh mahasiswa bernama Tri Prasetio Putra Mumpuni. Ia menguji Pasal 53 ayat (4) mengenai batas usia pensiun untuk perwira tinggi bintang empat 63 tahun dan dapat diperpanjang maksimal dua tahun.
Menurut dia, norma pasal tersebut berpotensi menyebabkan penyalahgunaan wewenang eksekutif karena tidak ada mekanisme kontrol dalam hal memperpanjang masa dinas perwira bintang empat. Ia pun meminta pasal itu dicabut.
