Bogor (Antara Megapolitan) - Guru Besar Tetap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Prof Mulia Purba, MSc mengatakan, sudah saatnya Indonesia bergerak ke arah laut lepas dalam pemanfaatan sumber daya hayati, karena potensinya cukup besar.
"Pemanfaatan sumber daya perairan pesisir sudah demikian intensif, sehingga kita perlu bergerak ke laut lepas terutama dalam pemanfaatan sumber daya hayati," kata Prof Mulia, dalam bincang wartawan sebelum Orasi Ilmiah tiga guru besar IPB, di Kampus IPB Bogor, Kamis.
Menurutnya, rendahnya produksi tangkapan nelayan di suatu kawasan perikanan salah satunya dikarenakan pemanfaatan perikanan di kawasan pinggir pantai sudah sangat berlebihan, sehingga ketersediaan ikan terbatas.
Untuk menggerakkan pengembangan sumber daya laut Indonesia ke lautan lepas, diperlukan dukungan teknologi dan ilmu pengetahuan yang mumpuni.
Penentuan wilayah penangkapan ikan tertentu di laut lepas dapat dilakukan menggunakan ilmu Oceanografi.
"Penangkapan untuk jenis ikan tertentu, contohnya Tuna besar yang ada di laut lepas masih punya prospek yang bisa dikembangkan," katanya.
Ia mengatakan, pemahaman Oceanografi di Indoensia masih rendah, banyak nelayan masih meyakini bahwa dimana ada tarikan air maka disitu ada sumber penangkapan ikan. Padahal belum tentu, karena ikan memiliki sifat yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, lanjut dia, perlu mengimplementasikan ilmu Oceanografi dalam mengelola dan pemanfaatan sumber daya dan jasa lingkungan laut. Ilmu tersebut, membantu memperoleh deskripsi yang jelas dan sistem ia dari lautan sebagai suatu lingkungan.
"Laut begitu luas, tidak semuanya subur, jadi diperlukan pengetahuan tentang dinamika gerak massa air untuk mengidentifikasi wilayah yang sumber dan mengetahui waktu proses demikian berlangsung," katanya.
Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Oceanografi Fisik Sebagai Landasan/ Dasar Pengembangan Sumber Daya dan Jasa Lingkungan Laut, Prof Mulia menyampaikan laut yang mengelilingi Indonesia dengan sifat-sifatnya dan parameter gerak air dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan energi listrik.
"Parameter gerak air yang tiada henti-hentinya adalah arus laut, pasar surut dan gelombang," katanya.
Ia mengatakan, perlu disiapkan teknologi agar energi pada masing-masing gerak air tersebut dapat dikonversikan menjadi tenaga listrik.
"Contohnya, instalasi pembangkit listrik tenaga pasang surut terbesar di dunia dengan kapasitas 254 MW terdapat di Danau Sihwa, Korea Selatan," katanya.
Indonesia masih tertinggal dalam pengembangan energi listrik tenaga pasang surut, karena mahalnya investasi sehingga berorientasi di darat yang sangat bergantung pada minta yang berasal dari fosil yang candangannya semakin berkurang.
"Pembangkit listrik dari sifat dan gerak air laut difokuskan pada daerah terpencil di Indonesia Timur, harapannya jika energi dapat disediakan perekonomian daerah semakin baik," katanya.
Prof Mulia menambahkan, untuk memanfaatkan sumber daya dan jasa lingkungan laut yang tersedia memang memerlukan harga yang mahal, tetapi Indonesia harus memiliki komitmen untuk menyediakan dana untuk melakukan penelitian dan pengembangan terutama investasi dalam pengembangan instrumen.
"Perlu komitmen penyediaan dana, investasi pengembangan instrumen dalam jangka panjang, hasilnya akan bisa kita nikmati," katanya.
Pakar: Sumber Daya Laut Lepas Potensial Dikembangkan
Kamis, 17 Maret 2016 14:15 WIB
Pemanfaatan sumber daya perairan pesisir sudah demikian intensif, sehingga kita perlu bergerak ke laut lepas terutama dalam pemanfaatan sumber daya hayati.