Bogor, (Antara Megapolitan) - Sebanyak 40 ilmuwan muda Indonesia berkumpul di Kota Bogor, Jawa Barat, dalam "The Indonesian Frontiers of Social Science and Humanities Symposium" yang membahas tentang perkembangan identitas di era digital dan global.
"Simposium kedua ini fokus pada perkembangan ilmu sosial. Ilmu-ilmu humaniora mendapat porsi yang sama agar besarnya agar diskusi lintas disiplin semakin terbangun," kata Ketua Penyelenggara IFSSH 2015, Sudirman Nasir, di sela-sela kegiatan, Rabu.
Sudirman mengatakan, peran ilmu humaniora amat penting, oleh karena itu Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) mengangkat tema "Identitas : Kesinambungan, Perubahan dan Kontradiksinya" dalam IFSSH kedua ini.
Dikatakannya, 40 ilmuwan muda Indonesia yang hadir dalam simposium kali ini terpilih dalam seleksi yang ketat dan telah memenuhi syarat simposium (memegang gelar PhD, berusia maksimal 45 tahun, dan memiliki publikasi yang luas dalam jurnal-jurnal bereputasi).
"Tema besar simposium dipilih karena identitas baik di tataran individu maupun bangsa merupakan sesuatu yang terus berkembang dalam proses pembentukan jati diri," kata Sudirman.
Sementara, lanjut dia, globalisasi dan perkembangan era digital telah memudarkan batas-batas antar negara, menurut definisi identitas yang lebih kompleks, dan pada akhirnya mengubah kehidupan manusia.
Berbagai aspek dari teman besar ini kemudian diterjemahkan menjadi topik-topik dalam simposium yakni politik identitas dan konflik, budaya dan warisan kultural Indonesia, lokalitas dan globalisasi, bentuk baru ketimpangan, kemiskinan dan modal sosial, humaniora digital, dan demokratisasi serta sains, teknologi dan masyarakat.
"Sejumlah ahli hadir memberikan kuliah umum diantaranya Prof Iwan Jaya Azis dari Cornell Univesity dan Universitas Indonesia, Prof Melani Budianta dari Universitas Indonesia," katanya.
Prof Iwan Jaya Azis dalam kuliah umumnya menyampaikan tentang bagaimana identitas suatu bangsa menentukan perekonomian mereka. Ia mengkritisinya kebijakan paket ekonomi yang diluncurkan oleh Pemerintah.
Menurut dia, dalam setiap paket kebijakan yang dikeluarkan harus berdasarkan kajian dan evaluasi sebelum mengeluarkan kebijakan berikutnya.
"Hasil dari paket kebijakan pertama saja belum dievaluasi apakah berjalan atau tidak, sudah keluar paket kebijakan dua, tiga, bahkan sudah sampai enam. Era dulu, kebijakan ini harus dikaji dan pertimbangkan secara matang," katanya.
40 Ilmuwan Indonesia Bahas Perkembangan Ilmu Sosial
Rabu, 4 November 2015 16:38 WIB
Simposium kedua ini fokus pada perkembangan ilmu sosial.