Bogor (ANTARA) - Forum Yasmin 32 Bogor turut menanggapi polemik rencana Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) akan membuka kembali kran ekspor anak lobster melalui diskusi "Quo Vadis Lobster Indonesia".
Diskusi yang diselenggarakan Forum Yasmin 32, di Kota Bogor, Sabtu (21/12), untuk menanggapi Peraturan Menteri KKP Nomor 56 Tahun 2016, tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia serta rencana Menteri KKP Edhy Prabowo untuk merevisinya guna membuka kembali kran ekspor baby lobster atau benur.
Diskusi menampilkan pembicara Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM) Suhana, Peneliti pada Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB University Muhammad Qustam, serta Pengajar pada Universitas Trilogi Jakarta Muhammad Karim.
Baca juga: Kebijakan KKP tentang benih lobster hadapi tantangan, ini kata Menteri Edhy Prabowo
Menurut Suhana, lobster adalah biota laut endemik Indonesia yang tumbuh di lingkungan aslinya di laut Indonesia. Lobster yang dijual di pasaran, kata dia, adalah 99 hasil tangkapan nelayan dari laut dan hanya sekitar 0,9 persen yang dilakukan pembesaran di kolam air laut. "Itu pun untuk skala penelitian," katanya.
Indonesia, kata dia, belum mampu membudidayakan lobster sehingga lobster dibiarkan tumbuh di lingkungan asliya di laut dan baru ditangkap setelah berukuran besar.
Karena itu, Menteri KKP periode 2014-2019 Susi Pudji Astuti menerbitkan Peraturan Menteri KKP Nomor 56 tahun 2016 yang isinya melarang menangkap anak lobster.
Baca juga: Penyelundupan 304.354 benih lobster digagalkan
Menurut Suhana, kalau Menteri KKP saat ini ingin merevisi Peraturan Menteri yang melarang penangkapan anak lobster, agar dapat melakukan ekspor anak lobster atau bener, dia mengkhawatirkan nantinya akan terjadi kepunahan lobster. "Hal ini akan berdampak pada perubahan keseimbangan ekosistem," katanya.
Kecuali, kata dia, jika sudah mampu membudidayakan lobster mulai dari pembenihan, pemibitan, pembesaran, panen, dan pascapanen. "Lobster yang diekspor adalah lobster yang sudah berukuran besar, minimal 400 gram," katanya.
"Kalau Indonesia belum bisa membudidayakan lobster dan kemudian Menteri KKP saat ini akan membolehkan ekpsor anak lobster, maka lobster di Indonesia akan habis," katanya.
Baca juga: Penyelundupan 315.000 benih lobster digagakan sepanjang 2018
Muhammad Qustam mengatakan, sebagian jenis lobster hidup di laut Indonesia, seperti jenis mutiara, batik, bambu, batu, dan pakistan. "Lobster belum bisa dibudidayakan dan masuk dalam biota plasma nuftah, sehingga patut dilindungi," katanya.
Qustam menjelaskan, adanya pelarangan ekspor anak lobster seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 56 tahun 2016, sudah tepat untuk melindungi lobster.
Pengajar pada Universitas Trilogi Jakarta Muhammad Karim juga mendukung pelarangan ekspor anak lobster dengan pertimbangan lobster belum bisa dibudidayakan sehingga harus dijaga kelestariannya. Karim bahkan mencurigai, adanya keinginan ekspor anak lobster adalah bagian dari kepentingan pemburu rente.
Koordinator Forum Yasmin 32, Amri Rangkuti, mengatakan, pihaknya hanya berupaya melihat persoalan pro-kontra ekspor anak lobster dari perspektif yang obyektif tanpa melihat kepentingan pihak-pihak tertentu.
Forum Yasmin diskusikan polemik rencana ekspor anak lobster
Minggu, 22 Desember 2019 15:16 WIB
Kalau Indonesia belum bisa membudidayakan lobster dan kemudian Menteri KKP saat ini akan membolehkan ekpsor anak lobster, maka lobster di Indonesia akan habis.