Bogor (Antaranews Bogor) - Indonesia masuk sepuluh besar penghasil minyak atsiri di dunia, dengan menempati posisi ke enam dan tujuh sebagai produsen minyak nilam, cengkih, kayu putih, sereh wangi, kayu manis, dan akar wangi.
"Indonesia peringkat ke enam dan tujuh produsen atsiri di dunia, 40 persen jenis atsiri diproduksi di negara kita," kata Dr Meika Syahban Rusli, MSc, dosen Institut Pertanian Bogor yang juga Ketua Dewan Atsiri Indonesia (DAI) dalam jumpa wartawan di Kampus IPB Baranangsiang, Kamis.
Meika menjelaskan, minyak atsiri disebut juga minyak essensial, minyak terbang (volatill) atau minyak eteris merupakan komoditas bahan alami yang diperoleh dari tumbuhan baik berasal dari daun, bunga, kulit kayu, biji-bijian, akar dan bahkan bagian bunga tertentu yang memiliki rasa dan aroma yang khas.
Lebih dari 150 jenis minyak atsiri yang ada di dunia, setindaknya terdapat 50 jenis yang bisa diproduksi di Indonesia.
"Kegunaannya sangat beragam, seperti pemberi cita rasa dan aroma pada makanan dan minuman, komponen utama produk parfum, kosmetik, termasuk untuk pewangi produk perawatan diri dan produk kebersihan rumah tangga, sabun, deterjen, bahan farmasi serta aromaterapi," ujar Meika.
Meika menyebutkan, hingga saat ini minyak atsiri dari alam masih sangat dibutuhkan, meskipun beberapa senyawanya mulai dibuat secara sintetis.
Eksportir memperkirakan nilai ekspor atsiri Indonesia 2011 adalah 230-250 juga dolar AS dengan tujuan utama yakni AS, Uni Eropa, India, China, dan negara di Asia Pasifik lainnya.
"Tiga produk utama yakni nilam, cengkih, dan pala mengambil bagian 75 persen dari nilai total ekspor. Sementara produk lainnya banyak digunakan untuk keperluan domestik," ujarnya.
Sebagai peringkat ke enam dan tujun produsen minyak atsiri dunia, Indonesia memproduksi 6.500 ton per tahun dari berbagai jenis atsiri. Produksi atsiri dari Indonesia memenuhi 5 persen kebutuhan perdagangan dunia.
"Atsiri menyumbang Rp2 triliun per tahun bagi devisa negara, jumlah ini sangat potensial untuk dikembangkan," ujarnya.
Sementara itu, tim peneliti Minyak Atsiri IPB lainnya, Dr Dwi Setyaningsih, MSi, mengatakan, pengembangan minyak atsiri masih memiliki kendala diantaranya dalam hal kualitas dan kuantitas, produksi yang berkelanjutan, fluktuasi harga dan informasi yang transparan.
Menurutnya yang perlu digenjot dalam produksi minyak Atsiri adalah penguatan produksi untuk memenuhi pasar domestik.
"Karena 90 persen produksi atsiri kita diekspor ke luar negeri, sehingga kebutuhan dalam negeri menjadi berkurang," ujarnya.
Ia mencotohkan, bahan baku pembuatan Minyak Kayu Putih oleh produsen ternama di Indonesia mengimpor minyak atsiri jenis Eucalytus dari China, dan tidak menggunakan Melaleuca cajuputi Roxb atau atau pohon Kayu Putih yang banyak terdapat di Pulau Jawa sebagai bahan utamanya.
Menurutnya, selain pasokan minyak Atsiri untuk bahan pembuat minyak kayu putih di tanah air minim, dari segi harga juga relatif mahal bila dibandingkan dengan Eucalyptus dari China.
"China memproduksi Eucalyptus 4.000 ton per tahun, sedangkan Indonesia hanya 300 hingga 350 ton per tahun. Dan hampir 90 persen produksi di ekspor sisanya 10 persen untuk kebutuhan dalam negeri, maka dari itu minyak kayu putih yang dihasilkan oleh Perhutani harga jualnya mahal, sedangkan yang dijual produsen seperti Cap Lang dengan bahan impor harganya murah," ujarnya.
Indonesia masuk 10 besar produsen atsiri dunia
Kamis, 6 Maret 2014 20:59 WIB
"Atsiri menyumbang Rp2 triliun per tahun bagi devisa negara, jumlah ini sangat potensial untuk dikembangkan,"