"Mendekati waktu pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2019 yang tinggal kurang dari dua pekan ini, masyarakat harus bijak dalam menerima berbagai informasi seperti di media sosial seperti saring sebelum sharing. Cara ini merupakan salah satu untuk memerangi berita hoaks," katanya di Sukabumi, Kamis.
Menurutnya, ajakan memerangi berita hoaks tersebut untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjaga kelancaran pelaksanaan pemilu serentak. "Jangan sampai pesta demokrasi rakyat Indonesia lima tahunan ini rusak akibat ulah penyebar hoaks dan masyarakat yang tidak menyaring dahulu setiap menerima informasi di media sosial," katanya.
Seharusnya, pesta demokrasi ini dijalani dengan penuh kebahagiaan karena masyarakat secara langsung bisa menentukan siapa calon pemimpinnya sesuai dengan kehendak dan hati nurani tanpa ada paksaan.
Selain itu, jangan sampai pemilu ini diwarnai aksi saling menjatuhkan dan menjelekkan, apalagi pelaksanaan ini sangat menentukan nasib dan kehidupan rakyat Indonesia untuk lima tahun ke depan.
"Pemilu ini harus diwarnai dengan kreativitas yang bisa memotivasi semua pihak khususnya untuk membangun Kota Sukabumi ke arah yang lebih baik lagi. Dan kepada pemilih agar bisa mengenali siapa calon pemimpin yang layak serta jangan termakan informasi yang bohong dan hoaks," tambahnya.
Sementara, Kapolres Sukabumi Kota AKBP Susatyo Purnomo Condro mengatakan antisipasi semakin maraknya penyebaran berita hoaks, ujaran kebencian dan fitnah khususnya di media sosial, pihaknya meningkatkan patroli cyber serta berkoordinasi dengan aktivis media sosial.
Maka dari itu, warga perlu bijak dalam menerima setiap informasi dan cerdas jika menerima berita apakah itu hoaks atau bukan. Sebenarnya mudah membedakan mana berita hoaks dan yang bukan tinggal melihat di daftar Dewas Pers apakah media tersebut tercantum atau tidak.
"Jangan mudah percaya terhadap berita yang tidak jelas medianya apalagi sampai ikut-ikut menyebarkannya. Sebab jika ikut menyebarkan dan berita itu hoaks maka bisa dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang ancaman hukuman penjara cukup lama bisa sampai 10 tahun," katanya.