Jakarta (ANTARA) - Judol, judi online alias permainan judi melalui aplikasi online, yang begitu mudahnya dapat diakses pengguna telepon pintar dari beragam usia, merupakan momok bangsa ini.
Pemberantasan terhadap praktik judol terus digalakkan pemerintah, beragam edukasi dan sosialisasi bahaya judol juga kerap diselenggarakan untuk menggambarkan betapa mudaratnya praktik yang digandrungi sebagian masyarakat dari beragam kalangan itu.
Bahkan hingga di forum-forum internasional dan dunia pun soal barang haram yang satu ini kerap didengungkan. Pemerintah pun menghentikan bansos kepada masyarakat yang diketahui bermain judol.
Terbaru, dalam forum pemimpin negara dan pemimpin pemerintahan negara-negara anggota APEC, Presiden RI Prabowo Subianto menyebutkan Indonesia diperkirakan kehilangan 8 milliar dolar AS setiap tahunnya akibat aliran dana keluar melalui perjudian daring (judi online/judol).
Dalam APEC Economic Leaders’ Meeting (AELM) sesi ke-2 di Gyeongju, Korea Selatan, Sabtu (1/11/2025), Prabowo menyoroti pentingnya kerja sama internasional dalam menekan kejahatan lintas batas seperti penyelundupan, korupsi, perdagangan narkotika, dan perjudian daring yang merugikan ekonomi nasional.
"Diperkirakan Indonesia kehilangan sekitar 8 miliar dolar Amerika setiap tahun akibat aliran dana keluar yang disebabkan oleh perjudian daring," kata Presiden Prabowo dalam keterangan resmi.
Judol tak hanya meracuni masyarakat dewasa, melainkan juga telah merambah ke anak-anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi mendesak seluruh pihak untuk memperkuat sistem pencegahan dan pemblokiran akses terhadap konten atau aplikasi yang berpotensi mengekspos anak pada praktik judi online.
"Ketika anak-anak kita sudah menjadi pelaku atau korban dalam ekosistem judi online, ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pelanggaran terhadap hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat, aman, dan terlindungi. Negara dan orang dewasa memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan memastikan anak-anak terbebas dari lingkungan digital yang berisiko tersebut," ujar Menteri PPPA Arifah Fauzi di Jakarta, Rabu.
Hal itu dikatakannya menanggapi temuan Kejaksaan Agung soal keterlibatan anak-anak, termasuk pelajar sekolah dasar, dalam praktik judi online.
Menurutnya, situasi ini merupakan tanda darurat perlindungan anak di ruang digital.
Fenomena keterlibatan anak dalam judi online menunjukkan perlunya pengawasan berlapis antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara dalam mengawal aktivitas anak di dunia digital.
"Pencegahan keterlibatan anak dalam judi online harus dilakukan secara komprehensif melalui tiga lingkungan utama, yaitu keluarga, satuan pendidikan, dan komunitas sosial. Anak-anak belum memiliki kemampuan untuk memahami risiko dan konsekuensi dari aktivitas seperti judi online. Mereka mudah terpengaruh oleh iming-iming hadiah, iklan, maupun konten media sosial," kata Menteri Arifatul Choiri Fauzi.
Oleh karena itu, menurutnya, pendekatan pencegahan harus lebih mengedepankan edukasi, bukan sekadar hukuman.
Selain itu, orang tua, guru, dan masyarakat juga harus menjadi teladan dan melindungi anak-anak dari paparan perilaku berisiko.
Baca juga: Menteri PPPA sebut santri berperan penting bangun SDM bangsa
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Asep Nana Mulyana mengungkapkan berdasarkan data per 12 September 2025, penjudi daring di Indonesia terdiri atas anak sekolah dasar (SD) hingga tunawisma.
"Dari segi pekerjaan, itu juga banyak yang petani, ada murid, kemudian juga mohon maaf ya, para tunawisma, dan sebagainya itu juga mendominasi pelaku-pelaku judi online," ujar Asep.
Lebih lanjut, dia mengatakan para murid, terutama anak-anak SD sudah mulai berjudi daring, yakni dimulai dari slot kecil-kecilan.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Asep Nana Mulyana mengungkapkan berdasarkan data per 12 September 2025, penjudi daring di Indonesia terdiri atas anak sekolah dasar (SD) hingga tunawisma.
“Dari segi pekerjaan, itu juga banyak yang petani, ada murid, kemudian juga mohon maaf ya, para tunawisma, dan sebagainya itu juga mendominasi pelaku-pelaku judi online (judol) yang memang secara kasat mata menggiurkan,” ujar Asep dalam gelar wicara di Jakarta, Minggu.
Lebih lanjut dia mengatakan para murid, terutama anak-anak SD sudah mulai berjudi daring, yakni dimulai dari slot kecil-kecilan.
Sementara itu, dia mengungkapkan demografi penjudi daring yang ditangani lingkungan Kejaksaan didominasi oleh laki-laki dengan 88,1 persen atau 1.899 orang, sedangkan perempuan sebesar 11,9 persen atau 257 orang.
Untuk kelompok usia, dia mengatakan penjudi daring terbanyak pada kelompok 26-50 tahun dengan 1.349 orang, disusul kelompok 18-25 tahun dengan 631 orang, dan kelompok lebih dari 50 tahun sebanyak 164 orang, serta di bawah 18 tahun dengan jumlah 12 orang.
Oleh sebab itu, dia mengatakan Kejaksaan bergabung dalam Desk Pemberantasan Judi Daring bersama Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam), Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), dan kementerian/lembaga lainnya melakukan sejumlah upaya, termasuk peningkatan literasi.
“Literasi bahwa sesungguhnya judi online itu bukan permainan, melainkan perangkap yang betul-betul akan menyengsarakan kita semua,” katanya.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyoroti dampak praktik perjudian daring (judi online atau judol) yang kerap menjadikan perempuan sebagai korban.
Meutya menuturkan, dalam kasus yang ia temui, perempuan kerap menjadi korban karena rekening bank mereka digunakan oleh suami atau anggota keluarga lain untuk aktivitas perjudian daring. Akibatnya, mereka ikut terseret permasalahan yang disebabkan praktik ilegal tersebut.
"Ketika kami kunjungan, kurang dari satu bulan menjadi menteri di Cilincing, kami mendengar suara dari ibu-ibu. Perempuan yang terpantau menggunakan (judi online) pun itu sebetulnya nomor rekening banknya saja yang digunakan, yang pakai suaminya. Jadi lagi-lagi perempuan jadi korban," kata Meutya di Jakarta Pusat, baru-baru ini.
Menkomdigi menekankan pentingnya peran ibu-ibu sebagai garda terdepan dalam mencegah anggota keluarganya terjerumus ke praktik perjudian daring
"Kalau dengar menterinya ngomong (jauhi judi daring) belum tentu anak-anaknya nurut apalagi suaminya. Tapi kalau ibunya yang tiap hari di rumah, bangun pagi dan sebelum tidur mengingatkan suaminya mungkin itu lebih kena," ucapnya.
Pemerintah, lanjut Meutya, terus berupaya menindak konten dan situs terkait perjudian daring. Sepanjang setahun terakhir, Kementerian Komunikasi dan Digital telah melakukan penurunan (take down) terhadap tiga juta konten negatif di ruang digital yang mayoritasnya berkaitan dengan judi daring.
Namun, ia mengakui bahwa tantangannya kini semakin kompleks karena konten judi tidak hanya muncul di situs web, tetapi juga menyusup ke berbagai media sosial dan platform digital lainnya.
“Ketika kita panggil platform, mereka mengatakan bahwa mereka juga memerlukan cara-cara (untuk menghapus konten judi daring), karena itu disisipnya halus sekali. Ada yang di konten tiba-tiba muncul, ada yang di komentar. Jadi tidak hanya di unggahan, tapi juga ada di komentar dan sebagainya,” tutur Meutya.
Oleh karena itu, selain aktif memutus penyebaran konten di ruang digital, Kemkomdigi juga juga berupaya untuk menyuarakan edukasi kepada masyarakat untuk menghindar dari ajakan judi daring melalui konten di platform digital.
"Jadi ibu-ibu yang memilah ini (konten) judi, ini dihindari. Mana yang harus dibuka, mana yang tidak dibuka," ucapnya.
Baca juga: Denpasar tuntut selebgram 2,5 tahun penjara kasus judol
Baca juga: Ini tiga faktor penyebab konten judi daring marak di ruang digital
Baca juga: Mensos benarkan 228 ribu dari 600 ribu penerima bansos main judi online dicoret
Baca juga: Eks pegawai Komdigi terjerat kasus judol ditutut 7-9 tahun pidana penjara
