Jakarta (ANTARA) - Transformasi digital dalam sektor pariwisata Indonesia sudah lama menjadi kebutuhan mendesak, bukan sekadar tren.
Di tengah meningkatnya mobilitas wisatawan, perubahan gaya hidup, dan tekanan global terhadap efisiensi serta transparansi, digitalisasi menjadi jembatan untuk menghubungkan kepentingan wisatawan, pengelola objek wisata, dan pemerintah daerah.
Inisiatif, seperti BSS Tech Forum 2025, yang digelar PT Bahana Security Sistem (BSS Parking) di Denpasar menjadi relevan karena memantik percakapan serius tentang bagaimana teknologi dapat memperbaiki tata kelola dan pengalaman wisata di Indonesia.
Diperkenalkannya platform easyticket.id dalam forum ini menjadi ilustrasi menarik tentang bagaimana inovasi digital lokal berusaha menjawab persoalan nyata di lapangan.
Felix Panjaitan, Founder easyticket.id, mengatakan melalui forum ini, dapat ditunjukkan bahwa digitalisasi bisa diakses oleh semua pihak, dari objek wisata besar, hingga pelaku usaha kecil di daerah.
Tujuannya kemudian menjadi sederhana, yakni menghadirkan platform yang memudahkan wisatawan menikmati perjalanan tanpa repot, sekaligus membantu pelaku wisata mengelola tiket dan promosi secara real-time
Selama ini, banyak objek wisata dan penyelenggara kegiatan di Indonesia masih bergantung pada sistem manual untuk penjualan tiket, pencatatan pengunjung, dan promosi.
Akibatnya, data wisata menjadi tidak akurat, peluang kolaborasi antarobjek wisata sulit dilakukan, dan pendapatan daerah kerap tidak termonitor secara optimal.
Kehadiran sistem terpadu, bukan semata urusan efisiensi teknis, melainkan bagian dari upaya membangun ekosistem pariwisata yang lebih tertata dan transparan.
Transformasi ini tidak hanya menyangkut kemudahan membeli tiket secara daring, tetapi juga perubahan cara berpikir tentang tata kelola pariwisata.
Ketika data transaksi, pola kunjungan, dan perilaku wisatawan dapat terintegrasi dalam satu sistem, maka kebijakan publik bisa disusun lebih berbasis bukti.
Pemerintah daerah tidak lagi menebak kebutuhan wisatawan atau kapasitas objek wisata, melainkan memiliki dasar data untuk merencanakan infrastruktur, menetapkan batas kunjungan, hingga merancang strategi promosi yang lebih tepat sasaran.
Dengan demikian, teknologi bukan tujuan, tetapi alat untuk memperkuat akuntabilitas dan keberlanjutan sektor pariwisata.
Pemerataan akses
Pandangan ini juga ditegaskan oleh Ni Nyoman Trisnawati, Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Madya, Dinas Pariwisata Provinsi Bali, yang menilai forum, seperti BSS Tech Forum, penting untuk mempertemukan pelaku industri dan pemerintah.
Di satu sisi, sektor swasta membawa inovasi dan kecepatan adaptasi, di sisi lain, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan regulasi dan pemerataan akses.
Kolaborasi seperti ini menciptakan ruang bagi digitalisasi yang lebih manusiawi, teknologi yang tidak menggantikan manusia, tetapi memberdayakannya.
BSS Parking, yang berawal sebagai perusahaan pengelola sistem parkir, menunjukkan bahwa inovasi dapat lahir dari pengalaman operasional yang konkret.
Setelah bertahun-tahun mengelola sistem berbasis teknologi di sektor publik dan komersial, perusahaan ini memahami pentingnya efisiensi, keamanan, dan integrasi data. Dari situ, lahir gagasan untuk menerapkan pendekatan serupa di dunia pariwisata melalui easyticket.id.
Langkah ini mencerminkan bagaimana sektor-sektor tradisional pun bisa menjadi katalis perubahan digital bila memiliki visi yang jelas terhadap masa depan.
Baca juga: Gen Z dan milenial jadi motor baru pertumbuhan pariwisata dunia
Baca juga: Kemenpar hadirkan "PENTAS Borobudur: Ngangeni" pada 31 Oktober 2025 di Magelang
Baca juga: DPR: Maksimalkan promosi wisata Kalbar lewat medsos
