Bogor, 25/3 (Antara) - Pemerintah dapat mengantisipasi gejolak harga cabe di sejumlah daerah di Indonesia dengan mempelajari siklus yang telah berkembang di masyarakat, demikian Kepala Divisi Bibit Tanaman, Pusat Kajian Hortikultura Tropika, Institut Pertanian Bogor Dr M Syukur.
"Gejolak cabe ini tidak akan terjadi jika pemerintah mengantisipasinya dengan membaca siklus yang sudah berkembang selama ini," kata Dr M Syukur, SP, MSi, saat ditemui, di Bogor, Senin.
Syukur mengatakan, berdasarkan siklusnya, selama Januari hingga April mendatang harga cabe memang mengalami kenaikan namun, tidak terlalu siginifikan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, perkembangan harga cabe di tingkat grosir periode 2008 sampai Januari 2010, harga cabe mulai dari Rp15.000 hingga Rp25.000 per kilogram.
Begitu juga dari periode Januari 2010 hingga Februari 2012 harga cabe mulai dari Rp20.000 hingga Rp40.000 pada bukan Desember dan Januari. Namun harga kembali turun pada Februari 2012 dilevel Rp15.000.
"Kenaikan ini terjadi karena produksi yang menurun disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya cuaca dan hama," katanya.
Akan tetapi, lanjut Syukur, penurunan produksi tersebut tidak terlalu besar rata-rata sekitar 15 persen dari total produksi yang dihasilkan sehingga kenaikan harga tidak terlalu berfluktuatif.
Ia mengatakan, gejolak harga cabe yang terjadi karena pengaruh produksi dan permintaan (supply-demand).
Berdasarkan data kebutuhan cabe di Indoensia sebesar 1.12 juta ton pertahun, sedangkan produksi yang dihasilkan mencapai 1.3-1.9 juta ton pertahun.
"Secara total produksi dan kebutuhan itu mencukupi," katanya.
Secara spesifik, Ia menyebutkan, harga cabe yang sering mengalami gejolak adalah cabe rawit merah dan cabe merah keriting. Sedangkan cabe merah besar, hijau besar dan rawit masih relatif.
Gejolak dua jenis cabe ini terjadi di sejumlah daerah seperti di Jawa jenis cabe yang mahal untuk cabe rawit merah, sedangkan wilayah Sumater dan luar Jawa jenis cabe merah keriting.
Syukur mengatakan, cabe adalah produk hortikultura yang sangat penting dan tidak bisa disubtitusi.
Beberapa hal yang mempengaruhi produksi dan permintaan adalah pola konsumsi, produksi, distrubusi dan kebijakan pemerintah.
"Dari situasi ini, pemerintah harus memahami ritme dan pola gejolak cabe ini, harus ada intervensi pemerintah dalam mengantisipasi agar cabe tidak terus bergejolak," katanya.
Ia menambahkan, bila produksi cabe terganggu karena daerah sentral produksi mengalami gangguan cuaca, harus dicari daerah alternatif untuk dilakukan penanaman seperti di Sumatera.
Selain itu, pemerintah juga harus mensosialisasikan pola konsumsi masyarakat yang lebih dominan mengkonsumsi cabe dalam bentuk segar (70 persen) sisanya untuk industri. Sementara di daerah luar konsumsi cabai dalam bentuk olahan, kering, bubuk dan saos.
Laily R
Pakar : Pemerintah Dapat Mengantisipasi Gejolak Cabe
Senin, 25 Maret 2013 18:02 WIB
Pakar-Pemerintah-Dapat-Mengantisipasi-Gejolak-Cabe