Jakarta (ANTARA) - Universitas Indonesia (UI) menyebutkan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang diajukan promotor disertasi mahasiswa Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI Bahlil Lahadalia dilakukan karena banyaknya faktor materiil yang diabaikan dalam pengadilan.
Kepala Subdirektorat Hubungan Media dan Pengelola Reputasi Digital UI Emir Chairullah ditemui di Jakarta, Rabu, mengungkapkan banding tersebut tercatat dalam Akta Permohonan Banding No 189/G/2025/PTUN.JKT dalam perkara antara ko-promotor Athor Subroto dan Rektor UI, dan Akta Permohonan Banding No 190/G/2025/PTUN.JKT antara promotor Chandra Wijaya dan Rektor UI, tertanggal 13 Oktober 2025.
"Mengapa harus melakukan banding? Karena banyak faktor-faktor materiil yang tidak dipertimbangkan di pengadilan," kata Emir.
Ia menyebut langkah banding ini merupakan bagian dari komitmen UI dalam menjaga nilai-nilai universitas.
Ia menjelaskan sanksi yang diberikan UI kepada promotor disertasi Bahlil yakni Chandra Wijaya dan ko-promotor Athor Subroto sejatinya sudah sangat ringan.
Kepada Chandra Wijaya, sanksi yang ditetapkan antara lain larangan mengajar, menerima bimbingan mahasiswa baru, dan menguji mahasiswa selain bimbingannya selama tiga tahun, penundaan kenaikan pangkat golongan, atau pangkat jabatan akademik selama tiga tahun, dan larangan menjabat struktural, manajerial, selama tiga tahun.
Selanjutnya, Chandra berkewajiban untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada UI dan masyarakat, berkewajiban untuk menyelesaikan bimbingan akademik dan tugas akhir kepada mahasiswa yang sedang dalam proses bimbingan, serta memberhentikan Chandra Wijaya sebagai promotor Bahlil.
Adapun bagi Athor Subroto, Emir mengungkapkan sanksi berupa larangan mengajar, menerima bimbingan mahasiswa baru, dan menguji mahasiswa selain bimbingannya selama tiga tahun, penundaan kenaikan pangkat golongan, atau pangkat jabatan akademik selama tiga tahun, dan larangan menjabat struktural, manajerial, selama tiga tahun juga ditetapkan oleh UI
Di samping itu, Athor juga berkewajiban untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada UI dan masyarakat, berkewajiban untuk menyelesaikan bimbingan akademik dan tugas akhir kepada mahasiswa yang sedang dalam proses bimbingan, serta penugasan menjadi ko-promotor Bahlil Lahadalia dan melakukan pembimbingan disertasi mahasiswa yang bersangkutan hingga selesai.
"Ini sekadar perbandingan aja, ada di kampus saya dulu di Universitas Queensland (Australia) terjadi pelanggaran etik. Profesor diturunin, dari profesor jadi associate professor. Ini enggak ada yang diturunin, dia hanya di-freeze aja gitu loh jabatannya. Jadi dia enggak bisa bimbing, dia enggak seperti pembimbing pertama," tuturnya.
Oleh karena itu, menurut Emir permasalahan tersebut bisa diselesaikan secara internal, dan tidak perlu sampai ke ranah pengadilan.
"Kita sudah dipermalukan," ucap dia menegaskan.
