Palu (ANTARA) - Muhammad Fuad Riyadi atau Fuad Plered yang merupakan seorang kiai yang lahir dari lingkungan pesantren di Wonokromo Yogyakarta menjalani sanksi adat dalam kasus penghinaan dan ujaran kebencian, terhadap pendiri Alkhairaat Habib Idrus Bin Salim Al Jufri (Guru Tua) di Kota Palu.
Sidang adat Libu Potangara Nu Ada Kepada Tosala (Peradilan adat, dari Kumpulan Lembaga adat, kepada yang melalukan kesalahan), digelar Dewan Majelis Wali Adat Kota Patanggota Ngata Palu di Banua Oge (Rumah Adat), Minggu.
Ketua majelis persidangan adat Arena JR Parampasi menjelaskan hukum adat tidak hanya menjadi pedoman etika dan moral, namun juga mencerminkan identitas dan jati diri masyarakat dalam kebersamaan keragaman dan cinta kasih.
Landasan dalam hukum adat Kaili dikenal dengan dengan Sambulu yang terdiri dari pinang, sirih, kapur, Gambir, tembakau, bila disatukan menjadi darah.
Berdasarkan pelanggaran norma adat, Fuad masuk dalam kategori Salambivi dan Salakana. Sehingga dia sebagai Tosala atau orang yang bersalah wajib membayar denda berupa lima mba bengga pomava sambei tambolo (lima ekor kerbau besar pengganti leher) yang diganti dengan lima ekor sapi.
Lima nggayu gandisi posompu (Lima pes kain putih kafan). Lima dula nu ada potande balengga (Lima buah dulang adat tempat kepala). Lima mata guma (Lima bilah kelewang/parang adat.
Lima ntonga tubu bula (Lima buah mangkok adat putih. Lima ntonga pingga bula tava kelo (Lima buah piring putih motif daun kelor). Sapulu sasio real doi rapo sudaka deana alima (99 real uang untuk sedekah di kali lima) atau jumlahnya adalah 99 real x 5, jika dirupiahkan sebesar Rp 2.236.905.
Muhammad Fuad Riyadi atau Fuad Plered terlapor dalam kasus penghinaan dan ujaran kebencian, terhadap pendiri Alkhairaat Habib Idrus Bin Salim Al Jufri (Guru Tua) tiba di Kota Palu, Sabtu.
Dia berada di Palu selama tiga hari pada 19-21 Juli 2025, untuk mengikuti acara pelaksanaan eksekusi putusan Dewan Majelis Wali Adat Kota Patanggota Ngata Palu, pertemuan dengan Ketua Utama Alkhairaat HS Alwi bin Saggaf Aljufri hingga pemeriksaan di Polda Sulawesi Tengah.
Fuad menjadi terlapor di Polda Sulteng dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/76/IV/2025/SPKT/Polda Sulawesi Tengah tanggal 07 April 2025.
Laporan itu terkait dugaan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45A ayat (2) UU No. 1 Tahun 2024 Perubahan Kedua Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2 atau angka 3 jo. Pasal 16 UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Dalam putusan sidang adat yang digelar pada 10 April 2025, Fuad disanksi adat dengan membayar denda adat lima ekor kerbau sebagai pengganti leher, lima lembar kain kafan, lima dulang tempat kepala, lima bilah kelewang/parang adat, lima mangkok adat, lima buah piring bermotif daun kelor serta 99 riyal untuk sedekah bagi pedagang kaki lima.
Sementara itu, Sekretaris BMA Badan Musyawarah Adat (BMA) Provinsi Sulawesi Tengah Adriansyah Lamasitudju menyampaikan pihaknya telah menerima permintaan keringanan dari Fuad, yang awalnya dijatuhi sanksi berupa lima ekor kerbau, dan kini mengajukan permohonan untuk menggantinya dengan lima ekor sapi.
“Gus Fuad melalui kuasa hukumnya juga telah menyampaikan permohonan maaf secara tulus kepada seluruh masyarakat Sulawesi Tengah, khususnya kepada para Abnaul Alkhairaat. Ia juga menyatakan kesediaannya untuk menjalankan seluruh sanksi adat yang telah ditetapkan,” katanya.
Dalam sidang itu, Fuad Plered dikenakan sanksi adat dengan membayar denda adat lima ekor kerbau sebagai pengganti leher, lima lembar kain kafan, lima dulang tempat kepala, lima bilah kelewang/parang adat, lima mangkok adat, lima buah piring bermotif daun kelor serta 99 riyal untuk sedekah bagi pedagang kaki lima.
"Berdasarkan Libu potangara nuada (sidang adat) sebagaimana diuraikan pengadu, tentang norma-norma adat yang dilakukan oleh Fuad Plered maka dewan majelis mengabulkan permohonan untuk seluruhnya," kata Arena J Parampasi, Ketua Dewan Majelis Wali Adat Kota Patanggota Ngata Palu dalam persidangan.
Ia mengemukakan peradilan dan sanksi adat sesuai dengan ketentuan yang berada di tanah Kaili (Palu).
Sidang adat ini digelar sebagai respons atas dugaan ujaran kebencian, penghinaan, dan fitnah terhadap ulama besar sekaligus pendiri Alkhairaat Guru Tua yang dilakukan melalui unggahan video di kanal YouTube Fuad Plered pada 22 Maret 2025.
Komisariat Wilayah Alkhairaat Sulawesi Tengah kemudian melakukan pengaduan ke Dewan Majelis Wali Adat Kota Patanggota Ngata Palu.
Fuad Plered diduga telah melontarkan kata-kata bernada penghinaan serta menuding Guru Tua menerima tanah dari kolonial Belanda dan mencurigai kurikulum Alkhairaat.
Sebelumnya juga Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid mengecam penghinaan terhadap Guru Tua sebagai ulama panutan, khususnya di kawasan Indonesia Timur.
Menurut dia, hal ini juga menjadi pelajaran sangat penting bagi semua kalangan untuk menjaga tutur kata dari ujaran kebencian.
"Mereka tidak tahu sebetulnya siapa Guru Tua. Jangan mengeluarkan pernyataan yang hanya menghina dan menghujat. Mudah-mudahan dia (Fuad Plered) sadar dan diberikan hikmah," kata Anwar.
Baca juga: Alkhairaat koordinasikan peradilan adat terhadap Fuad Plered
Baca juga: Fuad Plered hina Guru Tua pecah kerukunan
Baca juga: Pengurus Besar Alkhairaat intruksikan lapor penghina Guru Tua
